Larangan Menyelidiki Kesalahan Orang Serta Mendengarkan Pada Pembicaraan Yang Orang Ini Benci Kalau la Mendengarnya
Allah Ta'ala berfirman:
"Janganlah engkau semua saling selidik-menyelidiki - yakni uemata-matai kesaiahan orang lain," (al-Hujurat: 12)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka lakukan, maka orang-orang yang menyakiti itu menanggung kebohongan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)
1567. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Takutlah engkau semua kepada persangkaan, sebab sesungguhnya persangkaan itu adalah sedusta-dustanya percakapan. Janganlah engkau semua berusaha mengetahui keburukan orang lain, jangan pula menyelidiki - yakni memata-matai - cela orang lain, jangan pula engkau semua berlomba - memiliki sendiri akan sesuatu dan mengharapkan jangan sampai orang lain memiliki seperti itu, juga janganlah engkau semua saling dengki-mendengki, saling benci-membenci, belakang-membelakangi - yakni tidak sapa menyapa - dan jadilah engkau semua, hai hamba Allah sebagai saudara-saudara, sebagaimana Allah memerintahkan hal itu kepadamu semua. Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim yang lain, janganlah ia menganiaya saudaranya, jangan menghinakannya dan jangan menganggapnya remeh - yakni tidak berharga. Ketaqwaan itu di sini, ketaqwaan itu di sini letaknya," dan beliau s.a.w. menunjuk ke arah dadanya.
Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda:
"Cukuplah seseorang itu memperoleh kejelekan, jikalau ia merendahkan diri saudaranya sesama Muslimnya. Setiap Muslim itu atas orang Muslim lain haramlah darahnya, kehormatannya serta hartanya. Sesungguhnya Allah itu tidak melihat kepada tubuh-tubuhmu semua, tidak pula kepada rupa-rupamu semua dan juga tidak melihat kepada amalan-amalanmu semua, tetapi Allah itu melihat - yakni memperhatikan - kepada isi hatimu semua."
Dalam riwayat lain disebutkan: "Janganlah engkau semua dengki-mendengki, belakang membeiakangi, berusaha menge-tahui keburukan orang lain, menyelidiki cela orang lain dan janganlah engkau semua saling icuh-mengicuh dan jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah sebagai saudara-saudara."
Dalam riwayat lain lagi disebutkan:
"Janganlah saling putus-memutuskan - ikatan persahabatan atau kekeluargaan, jangan pula belakang-membelakangi, benci-membenci, dengki-mendengki dan jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah sebagai saudara-saudara."
Dalam riwayat lain lagi juga disebutkan:
"Dan janganlah engkau semua saling diam-mendiamkan - tidak suka memulai mengucapkan salam dan tidak pula suka menghormat dengan pembicaraan-dan jangan pula setengah dari engkau semua ada yang menjual atas jualannya orang lain."
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan semua riwayat-riwayat yang tercantum di atas itu dan Imam Bukhari juga meriwayatkan sebagian banyak daripadanya.
Keterangan:
Icuh-mengicuh artinya mengatakan pada seseorang dengan harga tinggi, mengatakan telah menawar sekian tidak dapat perlunya hanya ingin menjerumuskan orang lain itu agar suka membeli dengan harga tinggi, sedang ia sendiri dapat janji keuntungan dari orang yang menjualnya.
Adapun artinya menjual atas jualannya orang lain ialah misalnya pedagang yang berkata kepada pembeli: "Jangan jadi beli di sana itu, saya punya seperti barang itu dan harganya murah serta mutunya tinggi."
1568. Dari Mu'awiyah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya engkau itu apabila mengikuti - yakni mengamat-amati - cela-celanya kaum Muslimin, maka engkau akan dapat merusakkan mereka atau hampir-hampir engkau akan dapat menyebabkan kerusakan mereka."
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad yang baik.
1569. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya ia didatangi oleh kawan-kawannya dengan membawa seorang lelaki. Kepadanya dikatakan: "Ini adalah si Fulan yang janggutnya meneteskan arak." Ibnu Mas'ud lalu berkata: "Sesungguhnya kita semua itu dilarang untuk memata-matai, tetapi jikalau ada sesuatu bukti yang nyata untuk kita gunakan sebagai pegangan, maka kita akan meneterapkan hukuman padanya."
Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad menurut syaratnya Imam-imam Bukhari dan Muslim.
Larangan Mempunyai Prasangka Buruk Kepada Kaum Muslimin Yang Tanpa Adanya Dharurat
Allah Ta'ala berfirman:
"Hai sekalian orang-orang yang beriman, jauhilah sebahagian banyak dari prasangka itu sebab sesungguhnya sebahagian dan prasangka itu adalah dosa." (a!-Hujurat: 12)
1570. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Takutlah olehmu semua akan prasangka, sebab sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan." (Muttafaq 'alaih)
Haramnya Menghinakan Seorang Muslim
Allah Ta'ala berfirman:
"Hai sekalian orang-orang yang beriman, janganiah sesuatu kaum itu menghinakan kaum yang lain, karena barangkali kaum yang dihinakan itu lebih baik daripada yang menghinakan.
Jangan pula golongan wanita yang satu itu menghinakan golongan wanita yang lain, karena barangkali golongan yang di-hinakan itu lebih baik daripada golongan yang menghinakan. Janganlah pula engkau semua mencela pada sesamamu dan janganlah memanggilkan dengan gelaran - yang mengandung ejekan. Jahat sekali nama yang buruk itu sesudah adanya keimanan. Barangsiapa yang tidak suka bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang menganiaya." (al-Hujurat: 11)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Celaka - atau neraka wail - bagi setiap orang yang suka mengumpat serta menista." (al-Humazah: 1)
1571. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Cukuplah seseorang itu memperoleh kejelekan apabila ia menghinakan saudaranya sesama Muslim."
Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadis ini sudah lampau uraiannya secara panjang baru-baru ini - lihat Hadis no. 1567.
1572. Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidak dapat masuk syurga seseorang yang dalam hatinya ada seberat timbangan seekor semut kecil dari kesombongan." Kemudian ada seorang lelaki berkata: "Sesungguhnya ada seorang lelaki yang gemar sekali kalau pakaiannya bagus dan terumpahnya bagus." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, juga mencintai keindahan. Sombong itu ialah menolak petunjuk yang hak - yakni kebenaran - serta menghinakan para manusia. (Riwayat Muslim)
Makna Batharul haqqi ialah menolak kebenaran, sedang "Ghamthubum" ialah menghinakan mereka, yakni para manusia.
Huraian Hadis ini sudah lalu yang lebih jelas, yakni dalam bab-Kesombongan.
1573. Dari Jundub bin Abdullah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w bersabda:
"Ada seorang lelaki berkata: "Demi Allah, Allah tidak akan memberikan pengampunan kepada si Fulan itu." Allah azzawajalla lalu bersabda: "Siapakah yang berani menyumpah-nyumpah atas namaKu bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan itu sesungguhnya aku telah mengampuni orang itu dan Aku menghapuskan pahala amalanmu - yakni yang bersumpah tadi." (Riwayat Muslim)
yang sesaudara.' (al-Hujurat: 10)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang senang kalau perbuatan keji tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, maka orang-orang yang sedemikian itu akan memperoleh siksa yang pedih di dunia dan di akhirat." (an-Nur: 19)
1574. Dari Watsilah bin al-Asqa' r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Janganlah engkau gembira karena adanya sesuatu bencana pada saudaramu - sesama Muslim, sebab jikalau engkau demikian, maka Allah akan memberikan kerahmatan kepada saudaramu itu sedang engkau sendiri akan diberi cobaan - yakni bala' - olehNya."
Larangan Menampakkan Rasa Gembira Kerana Adanya Bencana Yang Mengenai Seorang Muslim
Allah Ta'ala berfirman:
'Hanyasanya kaum mu'minin itu adalah sebagai orang-orang yang bersaudara". (Al Hujurat : 10)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang senang kalau perbuatan keji tersiar di kalangan orang-orang beriman, maka orang-orang sedemikian itu akan memperolehi seksa yang pedih di dunia dan akhirat". (An Nuur : 19)
1574. Dari Watsilah bin al-Asqa' r.a katanya, Rasulullah S.a.w ; "Janganlah engkau gembira kerana adanya suatu bencana pada saudaramu - sesama muslim, sebab jika engkau sedemikian, maka Allah akan memberi kerahmatan kepada saudaramu itu sedang engkau sendiri akan diberi cubaan -yakni bala' - olehNya". Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis Hasan.
Dalam bab ini termasuk pula Hadisnya Abu Hurairah yang lalu -lihat Hadis no. 1567 - dalam bab Menyelidiki cela orang lain, yaitu: "Setiap orang Muslim atas orang Muslim itu haram," sampai akhirnya Hadis itu.
Haramnya Menodai Nasab — Keturunan — Yang Terang Menurut Zahirnya Syara'
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka perbuat, maka orang-orang yang menyakiti itu benar-benar telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)
1575. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada dua perkara di kalangan para manusia yang keduanya itu menyebabkan kekafiran pada mereka - jika dikerjakan dengan sengaja dan mengetahui akan keharamannya, yaitu: menodai ke-turunan dan menangisi dengan suara keras-keras kepada mayat." (Riwayat Muslim)
Larangan Mengelabui Dan Menipu
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman, lelaki atau perempuan,
tanpa adanya sesuatu yang mereka perbuat, maka orang-orang yang menyakiti itu benar-benar telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)
1576. Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang mengangkat senjata - yakni memerangi -kepada kita, maka ia bukanlah termasuk golongan kita - kaum Muslimin - dan barangsiapa yang mengelabui - atau menipu - pada kita, maka iapun bukan termasuk golongan kita." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat lain dari Imam Muslim disebutkan bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui penjual setumpuk bahan makan, lalu beliau s.a.w. memasukkan tangannya ke dalam makanan itu, kemudiari jari-jarinya terkena basah. Beliau lalu bersabda: "Apakah ini, hai pemilik makanan." Pemiliknya itu menjawab: "Itu tadi terkena air hujan, ya Rasulullah." Beliau bersabda lagi: "Mengapa yang terkena air itu tidak engkau letakkan di bagian atas makanan ini, sehingga orang-orang dapat mengetahuinya. Barangsiapa yang mengelabui - atau menipu - kita, maka ia bukanlah termasuk golongan kita - kaum Muslimin."
1577. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua saling icuh-mengicuh."
(Muttafaq 'alaih) Arti icuh-mengicuh lihatlah Hadis no. 1567.
1578. Dari Ibu 'Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. melarang pengicuhan." (Muttafaq 'alaih)
1579. Dari Ibnu'Umar radhiallahu'anhuma pula,katanya: "Ada seorang lelaki yang memberitahukan kepada Rasulullah s.a.w. bahwasanya ia ditipu oleh seseorang dalam berjual-beli, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau membeli - sesuatu dari seseorang, maka katakanlah padanya: "Harus tidak ada penipuan." Maksudnya jikalau terjadi ada penipuan, maka boleh dikembalikan selama waktu tiga hari." Aikhilabah dengan kha' mu'jamah yang dikasrahkan dan ba' yang bertitik satu, artinya ialah penipuan
1580. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang merusakkan isteri seseorang - atau di usahakan supaya isteri orang itu bercerai dari suaminya - atau hamba sahaya seseorang, maka ia bukanlah termasuk golongan kita - kaum Muslimin." (Riwayat Abu Dawud)
Khabbaba dengan kha' mu'jamah lalu ba' muwahhadah yang didobbelkan, artinya merusakkan atau menipunya.
Haramnya Tidak Menepati Janji
Allah Ta'ala berfirman:
"Hai sekalian orang-orang yang beriman, tepatitah segala perjanjian." (al-Maidah: 1)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan tepatiah perjanjian, karena sesungguhnya perjanjian itu akan ditanyakan." (al-lsra': 34)
1581. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w, bersabda:
"Ada empat macam perkara yang apabila kesemuanya ada di dalam diri seseorang, maka orang itu adalah seorang munafik yang murni dan barangsiapa yang di dalam dirinya ada salah satu dari empat macam perkara tadi, maka ia dihinggapi oleh salah satu sifat kemunafikan.sehingga ia meninggalkan sifat tersebut yaitu: apabila ia dipercaya berkhianat, apabila berbicara berdusta, apabila berjanji tidak menepati dan apabila bertengkar melakukan kejahatan." (Muttafaq 'alaih)
1582. Dari Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Umar dan Anas radhiallahu 'anhum, berkata: "Nabi s.a.w. bersabda:
"Setiap orang yang tidak menepati janji - itu akan memperolehi sebuah bendera pada hari kiamat, diucapkan: "Inilah perangai tidak tepat janji si Fulan." (Muttafaq 'alaih)
1583. Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Setiap orang yang bercidera itu akan memperoleh sebuah bendera pada pantatnya besok pada hari kiamat, bendera itu dinaikkan dan tingginya itu menurut kecideraannya. Ingatlah, tiada seorang penciderapun yang lebih besar dosa cideranya itu pada seorang penguasa umum." (Riwayat Muslim)
1584. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Ada tigaorang yang Aku adalah lawan mereka pada hari kiamat, yaitu seorang yang memberikan perjanjian padaKu, lalu bercidera - perjanjian itu ialah hendak taat padaNya, juga seseorang yang menjual seorang merdeka - dan disiar-siarkan sebagai budak atau hamba sahaya, lalu ia makan wang harganya dan seseorang yang menggunakan tenaga buruh, lalu buruh itu telah memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya, sedang orang itu tidak memberikan upahnya." (Riwayat Bukhari)
Larangan Mengungkit-ungkit — Yakni Membangkit-bangkitkan Sesuatu Pemberian Dan Sebagainya
Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, janganlah engkau semua membatalkan sedekah-sedekahmu semua - yakni meleburkan pahala sedekah-sedekah itu - dengan sebab mengundat-undat serta berbuat sesuatu yang menyakiti hati - orang yang disedekahi." (al-Baqarah: 264)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Orang-orang yang menafkahkan harta-hartanya fi-sabilillah -yakni untuk membela agama Allah - dan pemberiannya itu tidak diiringi dengan mengundat-undat serta perbuatan yang menyakiti hati, maka mereka itulah yang memperoleh pahala besar."
(al-Baqarah: 262)
1585. Dari Abu Zar r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Ada tiga macam orang yang tidak diajak bicara oleh Allah -dengan pembicaraan keridhaan, tetapi dengan nada kemarahan pada hari kiamat dan tidak pula dilihat olehNya - dengan pandangan keridhaan dan kerahmatan, serta tidak pula disucikan olehNya -yakni dosa-dosanya tidak diampuni - dan mereka itu akan mendapatkan siksa yang menyakitkan sekali." Katanya: "Rasulullah s.a.w. membacakan kalimat di atas itu sampai tiga kali banyaknya." Selanjutnya Abu Zar berkata: "Mereka itu merugi dan menyesal sekali, siapakah mereka itu, ya Rasulullah?" Rasulullah s.a.w. bersabda: "Yaitu orang yang melemberehkan - pakaiannya sampai menyentuh tanah, orang yang mengundat-undat - yakni apabila memberikan sesuatu seperti sedekah dan Iain-Iain lalu menyebutkan kebaikannya kepada orang yang diberi itu dengan maksud mengejek orang tadi - serta orang yang melakukan barangnya -maksudnya membuat barang dagangannya menjadi laku atau terjual - dengan jalan bersumpah dusta - seperti mengatakan barangnya itu baik sekali atau tidak ada duanya lagi." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat Imam Muslim lainnya disebutkan: "Almusbilu izarahu" artinya orang yang melemberehkan sarungnya atau pakaiannya dan Iain-Iain sampai lebih bawah dari kedua mata kakinya dengan maksud kesombongan.
Larangan Berbangga Diri Dan Melanggar Aturan
Allah Ta'ala berfirman:
"Janganlah engkau melagak-lagak dirimu sendiri sebagai orang suci. Allah lebih mengetahui kepada siapa yang bertaqwa." (an-Najm: 32)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Hanyasanya ada jalannya untuk menyalahkan orang-orang yang melakukan penganiyaan terhadap para manusia dan melanggar aturan di bumi tiada menurut kebenaran. Mereka itulah yang akan memperoleh siksa yang pedih." (as-Syura: 42)
1586. Dari 'lyadh bin Himar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala telah memberikan wahyu kepadaku supaya engkau semua itu bersikap merendahkan diri, sehingga tidak seorangpun yang melanggar aturan terhadap diri orang lain, dan tidak pula seseorang itu membanggakan dirinya kepada orang lain." (Riwayat Muslim)
Ahli lughah berkata: Albaghyu ialah melanggar aturan serta berlagak sombong.
1587. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
Jikalau ada seseorang berkata: "Para manusia sudah rusak binasa," maka orang itu sendirilah yang paling rusak di antara mereka," (Riwayat Muslim)
Riwayat yang masyhur berbunyi: Ahlakuhum dengan rafa'nya kaf - sebagaimana di atas itu dan ada yang meriwayatkan dengan nasabnya kaf - lalu berbunyi Ahlakahum artinya ia sendirilah yang merusakkan mereka.
Larangan semacam di atas itu adalah untuk orang yang mengatakan sedemikian tadi dengan tujuan keheranan pada diri sendiri - sebab dirinya sendiri yang tidak rusak - juga dengan maksud menganggap kecil semua manusia dan merasa dirinya lebih tinggi di atas mereka. Yang sedemikian ini yang diharamkan.
Tetapi ada orang yang mengatakan sebagaimana di atas, yaitu: "Para manusia sudah rusak" dan sebabnya ia mengatakan demikian karena ia melihat adanya kekurangan di kalangan para manusia itu, perihal urusan agama mereka, serta ia mengatakan itu karena merasa sedih atas nasib yang mereka alami, juga merasa kasihan pada agama, maka perkataannya itu tidak ada salahnya.
Demikianlah yang ditafsirkan oleh para ulama dan begitulah cara mereka itu memisah-misahkan persoalan ini. Di antara yang mengucapkan seperti ini dari golongan para imam-imam yang alim-alim yaitu Malik bin Anas, al-Khaththabi, al-Humaidi dan Iain-Iain. Hal ini sudah saya terangkan dengan jelas dalam kitab al-Adzkar.
Haramnya Meninggalkan Bercakap — Yakni Tidak Sapa-menyapa — Antara Kaum Muslimin Lebih Dari Tiga Hari Kecuali Kerana Adanya Kebid'ahan Dalam Diri Orang Yang Ditinggalkan Bercakap Tadi — Yakni Yang Tidak Disapa — Atau Kerana Orang Itu Menampakkan Kefasikan Dan Lain-lain Sebagainya
Allah Ta'ala berfirman:
"Hanyasanya orang-orang mu'min itu adalah saudara, maka berbuat baiklah - damaikanlah - antara kedua saudaramu." (al-Hujurat: 10)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Janganlah engkau semua tolong-menolong dalam hal yang dosa dan pelanggaran hukum." (al-Maidah: 2)
1588. Dari Anas r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua saling putus-memutuskan -hubungan persahabatan atau kekeluargaan - jangan pula saling belakang-membelakangi dan janganlah benci-membenci serta jangan pula dengki-mendengki dan jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah sebagai saudara-saudara. Tidak halallah bagi seseorang Muslim kalau meninggalkan - yakni tidak menyapa -saudaranya lebih dari tiga hari." (Muttafaq 'alaih)
1589. Dari Abu Ayyub r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tiada halallah bagi seseorang Muslim kalau meninggalkan -yakni tidak menyapa - saudaranya lebih dari tiga malam - yakni keduanya saling bertemu lalu yang seorang berpaling ke sini dan yang seorang lagi berpaling ke sana. Yang terbaik di antara kedua orang itu ialah orang yang memulai mengucapkan salam." (Muttafaq 'alaih)
1590. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ditunjukkanlah amalan-amalan itu - kepada Allah oleh para malaikat - pada hari Senin dan Kemis, lalu Allah memberikan pengampunan kepada setiap orang yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, melainkan seseorang yang antara dirinya dengan saudaranya itu ada rasa kebencian - dalam hati masing- masing - lalu Allah berfirman: "Tinggalkanlah kedua orang ini - yakni jangan dihapuskan dulu catatan dosanya - sehingga keduanya itu suka berdamai." (Riwayat Muslim)
1591. Dari Jabir r.a.,katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya syaitan itu sudah berputus asa untuk dapat disembah oleh orang-orang yang bersembahyang di daerah ]azirah Arabiah, tetapi masih tetap dapat membuat kerusakan di antara mereka itu - yakni para penduduk di situ." (Riwayat Muslim)
Attahrisy yaitu membuat kerusakan dan mengubah-ubah hati mereka serta mengusahakan supaya mereka itu saling putus-memutuskan - hubungan persaudaraan dan persahabatan.
1592. Dari Abu Hurairah r,a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tidak halallah bagi seseorang Muslim kalau meninggalkan -yakni tidak menyapa - saudaranya lebih dari tiga hari. Maka barangsiapa yang meninggalkan - tidak menyapa - lebih dari tiga hari, lalu ia meninggal dunia, maka masuklah ia ke dalam neraka." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad menurut syaratnya Imam-imam Bukhari dan Muslim.
1593. Dari Abu Khirasy yaitu Hadrad bin Hadrad al-Aslami, ada yang mengatakan: Assulami Asshahabi r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang meninggalkan - yakni tidak menyapa -saudaranya selama setahun, maka ia seolah-olah mengalirkan darahnya - yakni mengenai kebesaran dosanya seperti membunuhnya."
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih
1594. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak halallah bagi seseorang mu'min itu meninggalkan -yakni tidak menyapa - seseorang mu'min lainnya lebih dari tiga hari. Jikalau telah berjalan lebih dari tiga hari, maka hendaklah menemuinya dan mengucapkan salam padanya. Jikalau yang diberi salam itu membalas ucapan salamnya, maka keduanya telah berserikat - yakni sama-sama - memperoleh pahala, tetapi jikalau yang diberi salam itu tidak membalas padanya, maka ia telah kembali dengan membawa dosa, sedang yang sudah memberi salam itu telah keluar dari sebutan meninggalkan - yakni tidak dianggap bahwa ia tidak menyapa."
Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan isnad hasan.
Imam Abu Dawud berkata: "Meninggalkan - yakni tidak menyapa - ini kalau karena Allah Ta'ala - misalnya yang tidak disapa itu seorang fasik atau suka kebid'ahan dan Iain-Iain yang dibenarkan menurut agama - maka dalam hal yang sedemikian itu tidak ada dosanya sama sekali."
Larangan Berbisiknya Dua Orang Tanpa Orang Yang Ketiga Dan Tanpa Izinnya Yang Ketiga Ini, Melainkan Kerana Adanya Keperluan, Iaitu Kalau Kedua Orang Itu Bercakap-cakap Secara Rahsia Sekira Orang Yang Ketiga Itu Tidak Dapat Mendengarkannya Atau Yang Semakna Dengan Itu, Umpamanya Keduanya Bercakap-cakap Dengan Sesuatu Bahasa Yang Tidak Dimengerti Oleh Orang Yang Ketiga Tadi
Allah Ta'ala berfirman:
"Hanyasanya berbisik-bisik itu adalah dari tipudaya syaitan." (al-Mujadalah: 10)
1595. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Jikalau mereka - yakni yang sedang berada dalam majlis - itu bertiga orang, maka janganlah yang dua orang berbisik-bisik, meninggalkan orang yang ketiga." (Muttafaq 'alaih)
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan ia menambahkan: Abu Shalih berkata kepada Ibnu Umar: "Jikalau berempat orang, bagaimanakah?" la menjawab: "Tidak membahayakan engkau - yakni kalau orang yang ada di situ empat jumlahnya, maka kalau yang dua orang berbisik-bisik tidak ada halangannya yakni boleh saja.
Juga diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa' dari Abdullah bin Dinar, katanya: "Saya bersama Abdullah bin Umar berada di rumah Khalid bin 'Uqbah yang ada di pasar, lalu ada seorang lelaki datang hendak mengajak Abdullah bin Umar berbicara secara berbisik-bisik, sedangkan yang bersama Abdullah bin Umar itu tidak ada orang lain kecuali saya - yakni Abdullah bin Dinar. Abdullah bin Umar lalu memanggil seorang lelaki lain, sehingga jumlah kita adalah empat orang. Abdullah bin Umar lalu berkata kepada saya dan juga kepada orang ketiga yang baru dipanggilnya tadi: "Mundurlah engkau berdua - maksudnya tetap berdiamlah engkau berdua - di sini sementara waktu, sebab sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah dua orang itu berbisik-bisik dengan meninggalkan seorang yang lain."
1596. Dari Ibnu Mas'ud bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua bertiga orang, maka janganlah yang dua orang itu berbisik-bisik dengan meninggalkan seorang yang lain, sehingga engkau semua bercampur dengan orang banyak - yakni jumlah yang hadir itu ada empat orang atau lebih - perlunya ialah agar supaya yang sedemikian - berbisik-bisiknya dua orang - tadi tidak menyebabkan kesedihan kepada orang yang tidak ikut diajak berbisik-bisik itu." (Muttafaq 'alaih)
Larangan Menyiksa Hamba Sahaya, Binatang, Wanita Dan Anak Tanpa Adanya Sebab Yang Dibenarkan Oleh Syara' Ataupun Dengan Cara Yang Melebihi Kadar Kesopanan — Meskipun Dibenarkan Oleh Syara'
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang menjadi kerabat, tetangga yang bukan kerabat, teman dalam perjalanan, orang yang dalam perjalanan dan apa-apa yang menjadi milik tangan kananmu - yakni hamba sahaya. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang sombong serta membanggakan diri." (an-Nisa': 36)
1597. Dari Ibnu 'Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada seorang wanita yang disiksa - oleh Allah - dengan sebab seekor kucing. la penjarakan binatang itu sehingga mati lalu masuklah ia dalam neraka. Wanita itu tidak suka memberinya makan dan minum ketika ia memenjarakannya itu, juga tidak dibiarkannya makan dari binatang-binatang kecil yang merayap di bumi." (Muttafaq 'alaih)
Khasyasyul ardhi dengan fathahnya kha' mu'jamah dan dengan syin mu'jamah yang didubbelkan, artinya ialah binatang-binatang merayap serta yang kecil-kecil yang ada di bumi.
1598. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma pula bahwasanya ia berjalan melalui beberapa pemuda dari golongan Quraisy. Mereka itu membuat seekor burung yang hidup - guna dipakai sebagai sasaran - dan mereka melemparnya kepada pemilik burung itu, mereka memberikan setiap anak panah mereka yang tidak mengenai sasarannya. Setelah mereka melihat Ibnu Umar, merekapun lalu berpisah-pisah - yakni buyar. Kemudian Ibnu Umar berkata: "Siapakah yang melakukan ini? Allah melaknat orang yang. mengerjakan sedemikian ini. Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. melaknat kepada orang yang membuat sesuatu benda yang ada ruhnya -yakni yang hidup - untuk dijadikan sebagai sasaran - misalnya untuk lempar-lemparan atau tembak-tembakan." (Muttafaq 'alaih)
Algharadhu dengan fathahnya ghain mu'jamah dan ra', yaitu suatu yang dituju atau benda yang dijadikan tujuan yakni sasaran.
1599. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau binatang-binatang itu dipenjarakan untuk dibunuh." (Muttafaq 'alaih)
Maknanya ialah dipenjarakan dengan tujuan supaya mati dengan cara itu - yakni kelaparan.
1600. Dari Abu 'Ali, yaitu Suwaid bin Muqarrin r.a., katanya: "Saya telah mengetahui bahwa saya adalah orang ketujuh dari tujuh orang bersaudara dari golongan anak-anak Muqarrin. Kita tidak mempunyai seorang pelayan pun melainkan seorang saja, kemudian pelayan kita itu dipukul oleh saudara kita yang terkecil - di antara saudara-saudara yang Iain-Iain. Selanjutnya Rasulullah s.a.w. menyuruh kepada kita supaya pelayan tersebut kita merdekakan - sebab ia adalah hamba sahaya." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan: "Saya adalah orang ketujuh dari semua saudaraku."
1601. Darr Abu Mas'ud al-Badri r.a., katanya: "Saya pernah memukul bujang saya dengan cemeti, lalu saya mendengar suara dari belakang saya, berkata: "Ketahuilah hai Abu Mas'ud." Saya tidak memahami benar-benar isi suara yang diucapkan karena kemarahan. Setelah mendekat kepada saya, tiba-tiba yang bersuara itu adalah Rasulullah s.a.w. dan selanjutnya bersabda:
"Ketahuilah hai Abu Mas'ud bahwasanya Allah itu lebih kuasa untuk berbuat semacam itu padamu daripada engkau berbuat sedemikian tadi pada bujang ini."
Saya lalu berkata: "Saya tidak akan memukul seorang hamba sahayapun sehabis peristiwa ini untuk selama-lamanya."
Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu cemeti itu jatuh dari tanganku karena kewibawaan beliau s.a.w.
Dalam riwayat lain lagi disebutkan: Saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, ia saya nyatakan merdeka karena mengharapkan keridhaan Allah." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Andaikata engkau tidak berbuat sedemikian ini - yakni memerdekakan hamba sahaya yang sudah dipukuli tadi - niscayalah engkau akan dijilat oleh api neraka atau akan disentuh api neraka itu." Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan semua riwayat di atas itu.
1602. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memukul bujangnya dan ia tidak diterapi hukuman had - sebagai balasan pukulannya - atau menempeleng bujangnya, maka kaffarah - yakni dendanya - ialah memerdekakan hamba sahayanya itu." (Riwayat Muslim)
1603. Dari Hisyam bin Hakim bin Hizam radhiallahu 'anhuma bahwasanya ia berjalan di negeri Syam melalui beberapa orang dari Anbath. Mereka itu didirikan di bawah matahari - yakni dijemur di panas matahari-dandituangkanlah minyak di atas kepala mereka. la berkata: "Ada peristiwa apakah ini?" la memperoleh jawaban bahwa mereka itu disiksa karena belum memenuhi pembayaran pajak - kepada negara.
Dalam riwayat lain disebutkan: "Mereka itu ditahan dengan sebab urusan pajak." Hisyam lalu berkata: "Saya menyaksikan niscayalah saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang yang menyiksa para manusia ketika ada di dunia." Selanjutnya ia masuk ke tempat amir - yakni gubernur - lalu ia diberitahu tentang hal itu, kemudian amir itu menyuruh supaya orang-orang yang disiksa tadi didatangkan di mukanya lalu mereka dilepaskan semuanya. (Riwayat Muslim)
Al-Anbath ialah para petani dari golongan orang-orang 'ajam - yakni bukan Arab di Syam.
1604. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. melihat seekor keledai yang ditandai di mukanya -dengan menggunakan pengicisan dengan api - lalu beliau mengingkari yang sedemikian itu - yakni menganggapnya sebagai suatu kemungkaran atau hal yang dosa. Kemudian ibnu Abbas berkata: "Demi Allah, saya tidak akan menandai keledai itu melainkan di bagian tubuh yang jauh sekali dari mukanya." la lalu menyuruh mendatangkan keledainya lalu diciskanlah - diseterikakanlah - pada kedua pantatnya. Ibnu Abbas adalah pertama-tama orang yang mengeciskan pada kedua pantat binatang. (Riwayat Muslim)
Alja'iratani " ialah ujung pantat yang ada di sekitar buritan - yakni dubur.
1605. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma pula bahwasanya Nabi s.a.w. dilalui oleh seekor keledai yang telah diberi tanda ciscisan - dengan api - di mukanya, lalu beliau s.a.w. bersabda:"Allah melaknat kepada orang yang menandai sedemikian ini." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan pula: Rasulullah s.a.w. melarang memukul di muka dan memberi tanda cis-cisan di muka
Haramnya Menyiksa Dengan Api Pada Semua Binatang, Sampai Pun Kutu Kepala Dan Sebagainya
1606. Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. mengirimkan kita - beberapa orang - sebagai perutusan, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua dapat menemukan si Fulan dan si Fulan," yakni dua orang dari golongan kaum Quraisy yang juga disebutkan namanya oleh beliau s.a.w. itu. Selanjutnya beliau bersabda: "Kalau dapat menemukan keduanya itu, maka bakar sajalah keduanya itu dengan api." Setelah kita hendak keluar - yakni berangkat menjalankan tugas, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda lagi: "Sesungguhnya saya tadi telah menyuruh engkau semua untuk membakar kedua orang itu, yakni si Fulan dan si Fulan, tetapi sesungguhnya tidak akan menyiksa dengan menggunakan api itu, melainkan Allah belaka. Jadi jikalau engkau berdua menemukan keduanya tersebut, maka bunuh sajalah mereka - dengan alat selain api." (Riwayat Bukhari)
1607. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Kita semua bersama Rasulullah s.a.w. dalam suatu perjalanan, lalu beliau berangkat untuk menyelesaikan hajatnya. Kemudian kita melihat seekor burung kecil bersama dua ekor anaknya. Kita lalu mengambil kedua anak burung tersebut. Selanjutnya burung induknya itu datanglah sambil menaungkan sayapnya - seolah-olah mencari sesuatu - Nabi s.a.w. datang kembali kemudian bersabda: "Siapakah yang mengejutkan burung itu dengan mengambil anaknya? Kembali-kanlah anaknya itu kepadanya!"
Seterusnya beliau s.a.w. juga melihat perkampungan semut yang telah kita bakar, lalu bersabda: "Siapakah yang membakar ini?" Kita menjawab: "Kita semua yang membakar." Kemudian bersabda lagi: "Sesungguhnya saja tidak patutlah menyiksa dengan menggunakan api itu melainkan Tuhan yang menguasai api neraka itu."
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad shahih.
Ucapannya Qaryatu namlin maknanya ialah tempat semut bersama dengan semut-semut lain yakni perkampungan semut.
Haramnya Menunda-nundanya Seorang Kaya Pada Sesuatu Hak Yang Diminta Oleh Orang Yang Berhak Memperolehinya
Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kepadamu semua supaya engkau semua memberikan semua amanat itu kepada para ahlinya - yakni yang berhak menerima amanal-amanat itu." (an-Nisa': 58)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Tetapi jikalau yang seorang mempercayai kepada yang lainnya, maka hendaklah yang dipercaya itu memberikan - yakni mengem-balikan - barang yang diamanatkan padanya." (al-Baqarah: 283)
1608. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Menunda-nundanya seseorang kaya - dalam memberikan pembayaran atau mengembalikan hutang - adalah suatu penganiayaan. Dan jikalau seseorang di antara engkau semua dihiwalahkan-dipertukarkan hutangnya -atas seseorang yang kaya, maka hendaknya suka dihiwalahkan itu." (Muttafaq 'alaih)
Makna utbi'a ialah dihiwalahkan atau dipertukarkan. Misalnya A mempunyai hutang pada B dan B mempunyai hutang pada C. Lalu B berkata kepada A: "Hutangmu kepadaku itu saya hiwalahkan kepada C. Jadi mengembalikannya juga kepada C sebanyak jumlah hutangmu kepadaku itu."
A yang diminta demikian itu hendaklah suka menerima, sebab pokoknya ia berhutang dan wajib mengembalikan.
Jikalau hutang B kepada C lebih banyak daripada hutang A kepada B, tentulah sisanya itu tetap menjadi urusan antara B dan C saja, setelah sebahagian hutang itu dihiwalahkan kepada A.
Makruhnya Seseorang Yang Menarik Kembali Hibah — Yakni Pemberiannya — Kepada Orang Yang Akan Dihibahi, Sebelum Diterimakan Kepada Yang Akan Dihibahi Itu Atau Hibah Yang Akan Diberikan Kepada Anaknya Dan Sudah Diterimakan Atau Belum Diterimakan Padanya, Juga Makruhnya Seseorang Membeli Sesuatu Benda Yang Disedekahkan Dari Orang Yang Disedekahi Atau Yang Dikeluarkan Sebagai Zakat Atau Kaffarah — Denda — Dan Iain-Iain Sebagainya, Tetapi Tidak Mengapa Kalau Membelinya Itu Dari Orang Lain — Bukan Yang Disedakahi Atau Dizakati Dan Sebagainya — Karena Sudah Berpindah Milik Dari Orang Ini Ke Orang Lain Itu
1609. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Orang yang kembali dari hibahnya - yakni menarik kembali apa yang sudah diberikannya itu - adalah seperti anjing yang kembali makan tumpah-tumpahannya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Perumpamaan orang yang mengambil kembali sedekahnya adalah seperti seekor anjing yang tumpah-tumpah lalu ia kembali kepada tumpah-tumpahannya itu, kemudian memakannya."
Dalam riwayat lain disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Orang yang kembali pada hibahnya-yakni menarik kembali pemberiannya -adalah seperti orang yang kembali makan tumpah-tumpahannya."
1610. Dari 'Umar bin al-Khaththab r.a., katanya: "Saya menyedekahkan seekor kuda - kepada sebagian orang-orang yang berjihad - fi-sabilillah, lalu orang yang diberi ini menyia-nyiakannya - yakni kurang mengurusi makan minumnya dan Iain-Iain - lalu saya ingin membelinya dan saya mengira bahwa ia akan menjualnya dengan harga murah. Kemudian saya bertanya kepada Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda: "Jangan engkau membeli kuda itu-yakni yang sudah engkau sedekahkan itu dari orang yang menerimanya sendiri - dan janganlah engkau menarik kembali apa-apa yang telah engkau sedekahkan, sekalipun ia akan menjualnya itu padamu dengan harga sedirham saja, Sebab sesungguhnya orang yang menarik kembali sedekahnya adalah seperti orang yang kembali makan tumpah-tumpahannya." (Muttafaq 'alaih)
Hamaltu 'a/a farasin fi-sabilillah maknanya ialah saya bersedekah seekor kuda kepada sebagian orang yang melakukan jihad fi-sabilillah.
Mengukuhkan Keharamannya Makan Harta Anak Yatim
Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang makan harta-harta anak yatim dengan cara penganiayaan, maka hanyasanya yang mereka makan dalam perut mereka itu adalah api neraka dan mereka akan masuk dalam neraka Sa'ir." (an-Nisa': 10)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Dan janganlah engkau mendekat kepada harta-harta anak yatim, melainkan dengan cara penggunaan yang lebih baik - seperti menjaga dan memperkembangkannya." (al-An'am: 152)
Allah Ta'ala juga berfirman:
Dan mereka sama menanyakan tentang anak-anak yatim. Katakanlah: "Berbuat baik kepada mereka itu adalah yang terbaik dan jikalau engkau semua bergaul baik-baik dengan mereka, maka mereka itupun saudara-saudaramu dan Allah mengetahui siapa orang yang membuat kerusakan dari orang yang berbuat kebaikan." (al-Baqarah: 220)
1611. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., bersabda: "Jauhilah tujuh macam hal yang merusakkan." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah.apakah tujuh macam hal itu?" Beliau s.a.w bersabda:
"Yaitu menyekutukan sesuatu dengan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, melainkan dengan hak - yakni berdasarkan kebenaran menurut syariat Agama Islam - makan harta riba, makan harta anak yatim, mundur pada hari berkecamuknya peperangan serta mendakwa kaum wanita yang muhshan - pernah bersuami-lagi mu'min dan pula lalai -dengan dakwaan melakukan zina. (Muttafaq 'alaih)
Almubiqat artinya hal-hal yang merosakkan.
Memperkeraskan Haramnya Harta Riba
Allah Ta'ala berfirman:
"Orang-orang yang makan riba itu tidak dapat berdiri tegak, melainkan sebagaimana berdirinya orang yang kemasukan syaitan. Yang sedemikian itu disebabkan karena mereka mengatakan: "Sesungguhnya berjual-beli itu sama dengan riba." Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba dan barangsiapa yang memperoleh nasihat dari Tuhannya, lalu ia berhenti sesudah itu, maka apa-apa yang dilakukan dahulu sebelum itu habislah sudah dosanya, sedang perkaranya diserahkan kepada Allah. Tetapi barangsiapa yang kembali lagi mengerjakannya - sesudah mengerti keharamannya, maka itulah orang-orang yang akan mendapatkan neraka dan mereka di dalamnya itu kekal selama-lamanya.
Allah menghapuskan keberkahan harta riba itu dan memperkembangkan pahala sedekah-sedekah," kamu sampai kepada firmanNya:
"Hai sekalian orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba," sampai habisnya ayat.
Adapun hadis-hadisnya yang berhubungan dengan ini, maka banyak sekali dalam kitab shahih lagi termasyhur, di antaranya ialah hadisnya Abu Hurairah yang sudah lampau uraiannya dalam bab sebelum ini - lihat hadis no. 1609
1612. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu melaknatkan kepada orang yang makan harta riba dan orang yang menyerahkan harta riba itu kepada orang lain - sebagai hibah, hadiah dan sebagainya." (Riwayat Muslim)
Imam Termizi dan Iain-Iain menambahkan: "Juga dilaknat kedua orang saksinya serta juru tulisnya."
Haramnya Ria'— Pamir Atau Memperlihatkan Kebaikan Diri Sendiri
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan tidaklah mereka itu diperintah melainkan untuk menyembah kepada Allah dengan bersikap ikhlas terhadap agamaNya, lagi mencondongkan diri," sampai habisnya ayat. (al-Bayyinah: 5)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Janganlah engkau semua membatalkan sedekah-sedekahmu semua - yakni menghapuskan pahala sedekah-sedekah itu - dengan sebab melakukan undat-undat-
membanggakan kebaikan daripada orang yang diberi - serta menyakiti hati. Orang sedemikian ini adalah sama dengan orang yang menafkahkan hartanya semata-mata karena hendak berbuat ria' kepada para manusia," sampai habisnya ayat. (al-Baqarah: 214)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Mereka itu suka melakukan ria' kepada para manusia dan tidak berzikir - yakni ingat - kepada Allah, meiainkan hanya sedikit sekali." (an-Nisa': 142)
1613. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Allah Ta'ala berfirman: "Aku adalah yang paling tidak membutuhkan kepada serikat-yakni sekutu - di antara orang-orang yang memerlukan serikat - yakni sekutu - itu.
Barangsiapa yang mengerjakan sesuatu amalan dan ia memperserikatkan - menyekutukan - besertaKu dengan yang selain Aku untuk mendapatkan pahalanya amalan tadi, maka Kutinggalkanlah orang itu-yakni tidak Kuperdulikan-dan pula apa yang diserikatkan itu." (Riwayat Muslim)
1614. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya pertama-tama orang yang diputuskan - diperiksa ketika diadakan hisab - pada hari kiamat ialah seseorang lelaki yang mati syahid - mati dalam peperangan fi-sabilillah. Orang itu didatangkan, lalu diperlihatkanlah kepadanya akan kenikmatan -yangakan dimilikinya, kemudian iapun dapat melihatnya pula. Allah berfirman: "Apakah yang engkau amalkan sehingga dapat memperoleh kenikmatan-kenikmatan itu?" Orang itu menjawab: "Saya berperang untuk membela agamaMu - ya Tuhan - sehingga saya terbunuh dan mati syahid." Allah berfirman: "Engkau berdusta tetapi sebenarnya engkau berperang itu ialah supaya engkau dikatakan sebagai seorang yang berani dan memang engkau sudah dikatakan sedemikian itu." Orang itu lalu disuruh minggir, kemudian diseret atas mukanya sehingga dilemparkan ke dalam api neraka.
Selanjutnya ialah seorang lelaki yang belajar sesuatu ilmu agama dan mengajarkannya serta membaca al-Quran, ia didatangkan, lalu diperlihatkanlah padanya kenikmatan-kenikmatan yang dapat diperolehnya dan ia juga dapat melihatnya. Allah berfirman: "Apakah amalan yang sudah engkau kerjakan sehingga engkau dapat memperoleh kenikmatan-kenikmatan itu?" Orang itu menjawab: "Saya
belajar sesuatu ilmu dan sayapun mengajarkannya, juga saya membaca al-Quran untuk mengharapkan keridhaanMu." Kemudian Allah berfirman: "Engkau berdusta, tetapi sesungguhnya engkau belajar ilmu itu supaya engkau dikatakan sebagai seorang yang alim, juga engkau membaca al-Quran itu supaya engkau dikatakan sebagai seorang pandai dalam membaca al-Quran dan memang engkau telah dikatakan sedemikian itu. Selanjutnya orang itu disuruh minggir dan diseret atas mukanya sehingga dilemparkanlah ia ke dalam api neraka.
Ada pula seorang lelaki yang telah dikaruniai kelapangan hidup oleh Allah dan pula diberi berbagai macam hartabenda. la didatangkan lalu diperlihatkanlah padanya kenikmatan-kenikmatan yang dapat diperolehnya dan ia juga dapat melihatnya itu. Allah berfirman: "Apakah amalan yang sudah engkau lakukan sehingga dapat memperoleh kenikmatan-kenikmatan itu?" la menjawab: "Tiada suatu jalanpun yang Engkau cinta kalau jalan itu diberikan nafkah, melainkan sayapun menafkahkan harta saya untuk jalan tadi karena mengharapkan keridhaanMu." Allah berfirman: "Engkau berdusta, tetapi engkau telah mengerjakan yang sedemikian itu supaya dikatakan: "Orang itu amat dermawan sekali" dan memang sudah dikatakan sedemikian itu." Orang itu lalu disuruh minggir terus diseret atas mukanya sehingga dilemparkanlah ia ke dalam api neraka." (Riwayat Muslim)
Jariun dengan fathahnya jimdan kasrahnya ra' serta mad, artinya ialah seorang yang berani lagi cerdas berfikir.
1615. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada beberapa orang yang berkata padanya: "Sesungguhnya kita ini kalau masuk ke tempat sultan-sultan kita, lalu kita mengatakan kepada mereka itu dengan kata-kata yang berlainan dengan apa yang kita bicarakan jikalau kita sudah keluar dari sisi sultan-sultan itu."
Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma lalu berkata: "Kita semua menganggap yang sedemikian itu sebagai suatu kemunafikan di zaman Rasulullah s.a.w. dahulu.” (Riwayat Bukhari)
1616. Dari Jundub bin Abdullah bin Sufyan r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang memperlihatkan amalannya karena ria', maka Allah akan memperlihatkan - ketidak ikhlasannya itu – dan barangsiapa yang berbuat ria', maka Allah akan menampakkan keria'annya itu." (Muttafaq 'alarh)
Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dari riwayat Ibnu Abbas. Samma'a dengan tasydidnya mim, artinya ialah mempertontonkan amalannya kepada para manusia dengan tujuan ria'. Samma'al- lahu bihi, artinya Allah akan membuka kedoknya itu pada hari kiamat. Adapun makna Man raa'aa raa'allahu bihi ialah barangsiapa yang memperlihatkan kepada para manusia akan amal shalihnya, supaya ia dianggap sebagai orang yang agung atau tinggi dipandangan mereka, padahal sebenarnya ia tidak sebagaimana yang diperlihatkan itu, maka Allah akan mempertontonkan rahasia hatinya itu kepada seluruh makhluk pada hari kiamat.
1617. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan yang semestinya dapat digunakan untuk memperoleh keridhaan Allah 'Azzawajalla dengan ilmunyatadi, tetapi ia mempelajarinya itu tidak ada maksud lain kecuali untuk memperoleh sesuatu kebendaan dari harta dunia, maka orang tersebut tidak akan dapat menemukan bau harumnya syurga pada hari kiamat," yakni bau harum yang ada dalam syurga.
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.
Hadis-hadis lain yang berhubungan dengan bab ini amat banyak sekali lagi masyhur-masyhur.
Sesuatu Yang Disangka Sebagai Ria', Tetapi Sebenarnya Bukan Ria'
1618. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. ditanya: "Bagaimanakah pendapat Tuan perihal seseorang lelaki yang mengerjakan suatu amalan yang baik dan ia mendapatkan pujian dari orang banyak kerana amalannya itu?" Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Yang sedemikian itulah kegembiraan seorang mu'min yang diterima secara segera - yakni semasih di dunia sudah dapat merasakan kenikmatannya. (Riwayat Muslim)
Haramnya Melihat Kepada Wanita Ajnabiyah Bukan Mahramnya — Dan Kepada Orang Banci Yang Bagus Tanpa Ada Keperluan Yang Dibenarkan Menurut Syara'
Allah Ta'ala berfirman:
"Katakanlah kepada orang-orang yang beriman itu, supaya mereka memejamkan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka." (an-Nur: 30)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu seluruhnya akan ditanyakan - perihal perbuatannya masing-masing." (al-lsra': 36)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Allah Maha Mengetahui akan kekhianatan mata serta apa yang tersembunyi dalam hati." (Ghafir: 19)
Kekhianatan mata maksudnya ialah pandangan mata kepada sesuatu yang terlarang menurut agama, juga kedipan atau kerlingan mata untuk mengejek dan membawa kepada jalan yang salah.
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Sesungguhnya Tuhanmu itu senantiasa mengadakan pengintaian." (al-Fajr: 14)
1619. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sudah ditentukan atas anak Adam - manusia - perihal bagiannya dari zina, ia akan mendapatkannya itu dengan pasti. Adapun kedua mata, maka zinanya ialah melihat, kedua telinga, zinanya ialah mendengarkan, lisan, zinanya iaiah berbicara, tangan, zinanya ialah mengambil, kaki, zinanya iaiah melangkah, hati bernafsu dan menginginkan dan yang sedemikian itu akan dibenarkan oleh kemaluan atau didustakannya." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Muslim, sedang riwayatnya Imam Bukhari adalah diringkaskan.
1620. Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Takutlah engkau semua duduk di jalan-jalan." Para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, kita tidak mempunyai tempat lain untuk tempat kita duduk-duduk, kitapun bercakap-cakap di jalan-jalan itu." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Jikalau engkau semua enggan, melainkan akan tetap duduk-duduk di situ, maka berilah pada jalan-jalan itu akan haknya." Mereka bertanya: "Apakah haknya jalan itu, ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu memejamkan mata, menahan diri dari berbuat yang menyakiti - yakni berbahaya, membalas salam, memerintah kepada kebaikan dan melarang kejahatan." (Muttafaq 'alaih)
1621. Dari Abu Thalhah, yaitu Zaid bin Sahl r.a., katanya: "Kita semua pernah duduk-duduk di halaman rumah, lalu datanglah Rasulullah s.a.w. Beliau s.a.w. berhenti di muka kita, kemudian bersabda: "Bagaimanakah engkau semua ini, duduk-duduk di tempat kenaikan - yakni di tangga tempat naik turunnya orang yang empunya rumah. Jauhilah duduk di tempat kenaikan rumah itu." Kita semua berkata: "Kita ini hanyalah duduk untuk sesuatu yang tidak dilarang - oleh agama. Kita duduk-duduk di sini untuk mengingat-ingatkan - soal-soal ilmu agama - serta untuk bercakap-cakap." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Adapun kalau engkau semua enggan dilarang, maka tunaikanlah haknya, yaitu memejamkan mata, membalas salam dan berbicara yang baik." (Riwayat Muslim)
Ash-shu'udaat dengan dhammahnya shad dan 'ain, artinya ialah beberapa jalan - dari luar menuju ke rumah.
1622. Dari Jarir r.a., katanya: "Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal melihat dengan sekonyong-konyong- kepada sesuatu yang diharamkan, lalu beliau s.a.w. menjawab: "Palingkanlah segera akan penglihatanmu." (Riwayat Muslim)
1623. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya pernah berada di sisi Rasulullah s.a.w. dan di dekatnya ada Maimunah, kemudian datanglah Ibnu Ummi Maktum - seorang sahabat Nabi s.a.w. yang buta. Peristiwa ini terjadi sesudah kita diperintah untuk meletakkan tabir - yakni antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya harus diberi tabir jikalau hendak bertemu. Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Bersembunyilah engkau berdua-Ummu Salamah dan Maimunah-dari Ibnu Ummi Maktum ini." Kita berkata: "Ya Rasulullah, bukankah ia seorang buta yang tidak dapat melihat serta tidak dapat pula mengenal kita." Lalu Nabi s.a.w. bersabda: "Apakah engkau berdua itu juga buta. Bukankah engkau berdua dapat melihatnya."
Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
1624. Dari Abu Said r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang lelaki itu melihat kepada auratnya orang lelaki lain, jangan pula seseorang wanita melihat auratnya orang wanita lain. Jangan pula seseorang lelaki itu berkumpul tidur dengan orang lelaki lain dalam satu pakaian dan jangan pula seseorang wanita itu berkumpul tidur dengan orang wanita lain dalam satu pakaian." (Riwayat Muslim)