Larangan Menghuraikan Sifat — Keadaan Atau Hal Ehwal — Wanita Kepada Seseorang Lelaki, Kecuali Kalau Ada Keperluan Untuk Berbuat Sedemikian Itu Untuk Kepentingan Syara' Seperti Hendak Mengahwininya Dan Sebagainya
1739. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang wanita menyentuh wanita lain, lalu ia memberitahukan keadaan atau sifat wanita itu kepada suaminya yang seolah-olah suami tadi dapat melihat wanita yang diterangkan-nya tadi." (Muttafaq 'alaih)
Makruhnya Seseorang Mengucapkan Dalam Doanya: "Ya Allah, Ampunilah Saya Kalau Engkau Berkehendak", Tetapi Haruslah la Memantapkan Permohonannya Itu
1740. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang di antara engkau semua mengucapkan - ketika berdoa: "Ya Allah, ampunilah saya, jikalau Engkau menghendaki. Ya Allah, belas kasihanilah saya jikalau Engkau menghendaki." Tetapi hendaklah ia memantapkan permohonannya - seolah-olah memastikan akan berhasilnya, sebab sesungguhnya Allah itu tidak ada yang memaksa padaNya - untuk mengabulkan atau menolak sesuatu permohonan." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: "Tetapi hendaklah orang yang memohon itu bersikap mantap seolah-olah pasti terkabul doanya - dan hendaklah ia memper-besarkan keinginannya untuk dikabulkan itu, kerana sesungguhnya Allah itu tidak ada sesuatu yang dipandang besar olehNya yang dapat diberikan kepada orang yang memohonnya itu."
1741. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila seseorang di antara engkau semua berdoa, maka hendaklah memantapkan permohonannya - seolah-olah pasti akan kabulkan - dan janganlah sekali-kali ia mengucapkan: "Ya Allah, kalau engkau berkehendak, maka berikanlah apa yang saya mohon kan itu," sebab sesungguhnya Allah itu tidak ada yang kuasa memaksanya - untuk mengabulkan atau menolak sesuatu permohonan." (Muttafaq 'alaih)
Makruhnya Ucapan: ''Sesuatu Yang Allah Menghendaki Dan Si Fulan Itu Juga Menghendaki"
1742. Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mengucapkan: "Sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan juga dikehendaki oleh si Fulan," tetapi ucapkanlah: "Sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, kemudian si Fulan itu pun berkehendak demikian." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.
Makruhnya Bercakap-cakap Sehabis Shalat Isyak Yang Akhir
Yang dimaksudkan dengan bercakap-cakap sebagaimana di atas itu ialah bercakap-cakap yang sifatnya mubah dalam selain waktu sehabis shalat Isya' itu, yakni yang mengerjakan atau meninggalkan-nya sama saja - ertinya tidak berpahala dan juga tidak berdosa. Adapun percakapan yang diharamkan atau yang dimakruhkan dalam selain waktu itu, maka jikalau dalam waktu ini - yakni sehabis shalat Isya' - menjadi lebih-lebih lagi haram dan makruhnya. Tetapi percakapan yang mengenai soal-soal kebaikan semacam ingat-mengingatkan perihal ilmu pengetahuan - keagamaan - atau ceritera-ceritera mengenai orang-orang yang shalih, tentang budi- pekerti luhur ataupun berbicara dengan tamu atau beserta orang yang hendak menyelesaikan keperluannya dan Iain-Iain sebagainya, maka sama sekali tidak ada kemakruhannya, bahkan dapat menjadi disunnahkan.
Demikian pula bercakap-cakap kerana ada sesuatu keuzuran - yakni kepentingan - dan sesuatu yang datang mendadak, juga tidak dimakruhkan. Sudah jelaslah Hadis-hadis yang shahih dalam menghuraikan soal-soal sebagaimana yang saya sebutkan di atas.
1743. Dari Abu Barzah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. itu tidak suka tidur sebelum melakukan shalat Isya' dan juga tidak suka bercakap-cakap sehabis melakukan shalat Isya' itu. (Muttafaq 'alaih)
1744. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersembahyang Isya' pada akhir hayatnya, lalu setelah bersalam beliau s.a.w. bersabda: "Adakah engkau semua mengetahui malam hari mu ini. Sesungguhnya pada pangkal seratus tahun lagi tidak seorang pun yang tertinggal dari golongan orang yang ada di atas permukaan bumi pada hari ini - yakni di kalangan para sahabat dan manusia yang Iain-Iain." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan: Apa yang disabdakan oleh Nabi s.a.w. di atas adalah menjadi kenyataan ketika wafatnya sahabat beliau s.a.w. yang terakhir iaitu Abu ththufail yakni 'Amir bin Wailah. la wafat pada tahun110 H iaitu pangkal seratus tahun dari ketika beliau s.a.w. menyabdakan Hadis di atas. Hadis di atas menunjukkan bolehnya bercakap-cakap sehabis shalat Isya', kerana berhubungan dengan mempelajari ilmu pengetahuan.
1745. Dari Anas r.a. bahawasanya para sahabat sama menantikan Nabi s.a.w. - untuk shalat Isya', lalu beliau s.a.w. datang kepada mereka hampir-hampir di pertengahan malam, kemudian bersembahyanglah beliau bersama mereka - yakni shalat Isya' itu. Anas r.a. berkata: "Selanjutnya beliau berkhutbah - yakni memberi penerangan - kepada kita, sabdanya: "Ingat, bahawasanya para manusia - yang Iain-Iain - sudah sama bersembahyang kemudian tidur, sedangkan engkau semua tetap dianggap seperti dalam bersembahyang, selama engkau semua menantikan dikerjakannya shalat itu." (Riwayat Bukhari)
Haramnya Seseorang Isteri Menolak Untuk Diajak Ke Tempat Tidur Suaminya, Jikalau Suami Itu Mengajaknya, Sedangkan Isterinya Itu Tidak Mempunyai Uzur Yang Dibenarkan Oleh Syara'
1746. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya ke tempat tidurnya, lalu isterinya itu menolak, kemudian suami itu bermalam dalam keadaan marah, maka isterinya itu dilaknat oleh para malaikat sehingga waktu paginya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sampai isterinya itu kembali -suka mengikuti kemahuan suaminya."
Haramnya Seorang Isteri Mengerjakan Puasa Sunnah Di Waktu Suaminya Ada Di Rumah, Melainkan Dengan Izin Suaminya Itu
1747. Dari Abu Hurairah r.a. bahawsanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak halallah bagi seseorang isteri kalau ia berpuasa, sedangkan suaminya menyaksikan - yakni ada di rumah - melainkan dengan izin suaminya tersebut. Juga tidaklah dianggap sudah mendapat izin kalau ia dalam rumah suaminya itu, kecuali izin suaminya sendiri." (Muttafaq 'alaih)
Haramnya Makmum Mengangkat Kepala Dari Ruku' Atau Sujud Sebelumnya Imam
1748. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Adakah seseorang di antara kamu itu tidak takut apabila ia mengangkat kepalanya sebelum imam, lalu Allah akan mengganti kepalanya menjadi bentuk kepala keldai atau bentuknya sama sekali dijadikan oleh Allah dalam bentuk keldai." (Muttafaq 'alaih)
Makruhnya Meletakkan Tangan Di Atas Khashirah — Yakni Rusuk Sebelah Atas Pangkal Paha — Ketika Shalat
1749. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. melarang meletakkan khashr dalam shalat - iaitu meletakkan tangan di atas rusuk sebelah atas dari pangkal paha. (Muttafaq 'alaih)
Larangan Mengangkat Mata Ke Langit — Yakni Ke Arah Atas — Dalam Shalat
1751. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bagaimanakah keadaan kaum - yakni orang-orang - itu. Mereka sama mengangkat mata mereka ke langit - yakni ke atas -dalam shalat mereka." Selanjutnya mengeraslah sabdanya dalam mengingatkan hal itu sehingga bersabda: "Nescayalah mereka wajib menghentikan kelakuan mereka semacam itu atau kalau tidak suka, maka akan disambarkan semua penglihatan mereka - yakni menjadi buta semuanya." (Riwayat Bukhari)
Larangan Mengangkat Mata Ke Langit — Yakni Ke Arah Atas — Dalam Shalat
1751. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bagaimanakah keadaan kaum - yakni orang-orang - itu. Mereka sama mengangkat mata mereka ke langit - yakni ke atas -dalam shalat mereka." Selanjutnya mengeraslah sabdanya dalam mengingatkan hal itu sehingga bersabda: "Nescayalah mereka wajib menghentikan kelakuan mereka semacam itu atau kalau tidak suka, maka akan disambarkan semua penglihatan mereka - yakni menjadi buta semuanya." (Riwayat Bukhari)
Makruhnya Menoleh Dalam Shalat Tanpa Adanya Uzur
1752. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal menoleh di waktu shalat, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Menoleh itu adalah sambaran kerana lengah yang dilakukan oleh syaitan dengan cara penyambaran yang cepat sekali dalam shalatnya seseorang hamba." (Riwayat Bukhari)
1753. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: "Takutlah engkau akan menoleh di waktu shalat, sebab sesungguhnya menoleh di waktu shalat itu menyebabkan kerosakan. Jikalau terpaksa harus menoleh, maka lakukanlah dalam shalat sunnah saja, jangan dalam shalat fardhu." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih.
Larangan Shalat Menghadap Ke Arah Kubur
1754. Dari Abu Martsad iaitu Kannaz bin al-Hushain r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua bersembahyang menghadap ke arah kubur dan jangan pula duduk di atas kubur itu." (Riwayat Muslim)
Haramnya Berjalan Melalui Mukanya Orang Yang Bersembahyang
1755. Dari Abul Juhaim iaitu Abdullah bin al-Harits bin as-Shimmah al Anshari r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata seseorang yang berjalan melalui muka orang yang bersembahyang itu mengetahui perihal betapa besarnya dosa yang ditanggung olehnya, nescayalah ia akan suka berdiri menantikannya selama empat puluh, yang itu adalah lebih baik baginya daripada berjalan melalui muka orang yang bersembahyang tadi." Yang meriwayatkan Hadis ini berkata: "Saya tidak mengerti, apakah yang dimaksudkan itu empat puluh hari atau empat puluh bulan ataukah empat puluh tahun." (Muttafaq 'alaih)
Makruhnya Makmum Memulai Shalat Sunnah Setelah Muazzin Mulai Mengucapkan Iqamah, Baik pun Yang Dilakukan Itu Shalat Sunnah Dari Shalat Wajib Yang Dikerjakan Itu — Yakni Rawatib — Atau pun Sunnah Lainnya
1756. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau shalat sudah dibacakan iqamahnya, maka tidak ada shalat yang perlu dikerjakan selain shalat yang diwajibkan." (Riwayat Muslim)
Makruhnya Mengkhususkan Hari jum'at Untuk Berpuasa Dan Malam jum'at Untuk Shalat Malam
1757. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau semua mengkhususkan malam jum'at untuk berdiri mengerjakan shalat malam di antara beberapa malam yang lain dan janganlah pula mengkhususkan hari Jum'at untuk berpuasa dari beberapa hari yang lain, kecuali kalau kebetulan tepat pada hari puasa yang dilakukan oleh seseorang di antara engkau semua," - misalnya bernazar kalau kekasihnya datang ia akan berpuasa, lalu datanglah kekasihnya itu tepat hari Jum'at, kemudian ia berpuasa pada hari itu juga. (Riwayat Muslim)
1758. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara engkau semua itu berpuasa pada hari Jum'at kecuali kalau suka berpuasa pula sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (Muttafaq 'alaih)
1759. Dari Muhammad bin Abbad, katanya: "Saya bertanya kepada Jabir r.a.: "Apakah benar Nabi s.a.w. melarang berpuasa pada hari Jum'at?" la menjawab: "Ya." (Muttafaq ‘alaih)
1760. Dari Ummul Mu'minin Juwairiyah binti al-Harits radhi-allahu 'anha bahawasanya Nabi s.a.w. masuk dalam rumahnya pada hari Jum'at dan ia sedang berpuasa, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Adakah engkau juga berpuasa kelmarin?" Juwairiyah menjawab: "Tidak." Beliau s.a.w. bertanya pula: "Adakah engkau berkehendak akan berpuasa juga besok?" la menjawab: "Tidak." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu berbukalah hari ini!" (Riwayat Bukhari)
Haramnya Mempersambungkan Dalam Berpuasa Iaitu Berpuasa Dua Hari Atau Lebih Dan Tidak Makan Serta Tidak Minum Antara Hari-hari Itu
1761. Dari Abu Hurairah dan Aisyah radhiallahu 'anhuma bahawasanya Nabi s.a.w. melarang puasa wishal - iaitu mempersambungkan puasa dua hari atau lebih tanpa berbuka sedikit pun. (Muttafaq 'alaih)
1762. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang berpuasa wishal - lihat keterangan wishal dalam Hadis
1761. Para sahabat lalu bertanya: "Tetapi sesungguhnya Tuan sendiri juga berpuasa wishal?" Beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya ini tidak sama denganmu semua -dalam hal berpuasa wishal ini. Sesungguhnya saya juga diberi makan dan diberi minum." Maksudnya Allah Ta'ala memberi kekuatan kepada beliau s.a.w. itu seperti orang yang sudah makan dan minum. (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Bukhari
Haramnya Duduk Di Atas Kubur
1763. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Nescayalah kalau seseorang di antara engkau semua itu duduk di atas bara api, lalu terbakar pakaiannya, kemudian menembus sampai ke kulitnya, maka hal itu adalah lebih baik baginya daripada kalau ia duduk di atas kubur." (Riwayat Muslim)
Larangan Memelur Kubur Dan Membuat Bangunan Di Atasnya
1764. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. melarang kalau kubur itu dipelur - ditegel atau disemen dan sebagainya, juga melarang kalau diduduki di atasnya dan kalau didirikan bangunan di atasnya." (Riwayat Muslim)
Memperkeras Keharaman Melarikan Diri Bagi Seseorang Hamba Sahaya Dari Tuan Pemiliknya
1765. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Mana saja hamba sahaya yang melarikan diri maka terlepaslah tanggungan - Allah dan RasulNya - dari hamba sahaya itu," yakni ia tidak akan memperoleh kerahmatan Allah Ta'ala. (Riwayat Muslim)
1766. Dari Jabir r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Apabila seseorang hamba sahaya itu melarikan diri, maka tidak diterimalah shalatnya." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan: "Maka ia telah menjadi kafir." Maksudnya: Dapat menjadi kafir kalau meyakinkan bahawa perbuatannya itu halal menurut agama dan kafir di sini dapat juga diertikan menutupi kenikmatan tuannya.
Haramnya Memberi Syafa'at — Yakni Pertolongan — Dalam Hal Melaksanakan Had-had Atau Hukuman ~ Sehingga Diurungkan Terlaksananya Hukuman Itu —
Allah Ta'ala berfirman: "Orang yang berzina, perempuan dan lelaki, maka jaladlah - yakni deralah - keduanya itu, masing-masing seratus kali dera. Janganlah engkau semua dipengaruhi oleh rasa belas kasihan kepada keduanya itu dalam melaksanakan agama yakni hukum Allah, jikalau engkau semua benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir."(An-nur: 2) 1767.
Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahawasanya orang-orang Quraisy disedihkan oleh peristiwa seorang wanita dari golongan Makhzum yang mencuri - dan wajib dipotong tangannya. Mereka berkata: "Siapakah yang berani memperbincangkan soal wanita ini dengan Rasulullah s.a.w.?" Kemudian mereka berkata: "Tidak ada rasanya seseorang pun yang berani mengajukan perkara ini - maksudnya untuk meminta supaya dimaafkan dan hukuman potong tangan diurungkan - melainkan Usamah bin Zaid, iaitu kecintaan Rasulullah s.a.w.
Usamah lalu membicarakan hal tersebut pada beliau s.a.w., kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Adakah engkau hendak meminta tolong dihapuskannya sesuatu had - hukuman - dari had-had yang ditentukan oleh Allah Ta'ala?" Seterusnya beliau berdiri dan berkhutbah: "Hanyasanya yang menyebabkan rosak akhlaknya orang-orang yang sebelumnya semua itu ialah kerana mereka itu apabila yang mencuri termasuk golongan orang mulia di kalangan mereka, orang tersebut mereka biarkan saja - yakni tidak diterapi hukuman apa-apa, sedang apabila yang mencuri itu orang yang lemah - miskin dan tidak berkuasa, maka mereka laksanakanlah hadnya.
Demi Allah yang mengurniakan keberkahan, andaikata Fathimah puteri Muhammad itu mencuri, nescayalah saya potong pula tangannya," yakni sekalipun anak sendiri juga harus diterapi hukuman sebagaimana orang lain. (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu berubahlah warna wajah Rasulullah s.a.w., kemudian bersabda: "Adakah engkau hendak meminta tolong dihapuskannya sesuatu had - hukuman - dari had- had yang ditentukan oleh Allah Ta'ala?" Usamah lalu berkata: "Mohonkanlah pengampunan untuk saya, ya Rasulullah." Yang meriwayatkan Hadis ini berkata: "Kemudian Nabi s.a.w. menyuruh didatangkannya wanita itu lalu dipotonglah tangannya."