Akhlaq Pelajar Terhadap Pelajarannya
Akhlaq pelajar terhadap pelajaranya dan hal-hal yang harus ia pegang ketika bersama-sama dengan syaikh (ulama’) dan teman-temannya. Mengenai hali ini ada sepuluh etika, yaitu :
Satu, Hendaknya pelajarmemulai pelajaran dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain, sehingga pada langkah pertama ini ia cukup menghasilkan empat ilmu pengetahuan yaitu:
a. Pelajar harus mengetahu tentang ilmu tauhid, ilmu yang mempelajari tentang ke Esa-an Tuhan. Ia harus mempunyaikeyakinan bahwa Allah SWT itu ada, mempunyai sifat dahulu, kekal serta tersucikan dari sifat-sifat kurang dan mempunyai sifatsempurna.
b.Cukuplah bagi pelajar untuk mempunyai keyakinan, bahwa Dzat Yang Maha Luhur mempunyai sifat kuasa, menghendaki, sifat ilmu, hidup, mendengar, melihat, kalam. Seandainya ia menambahnya dengan dalil atau bukti-bukti dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah maka itu merupakan kesempurnaan ilmu.
c.Ilmu fiqh, ilmu yang dipergunakan untuk mengetahu ilmu–ilmu syari’at islam yang diambil dari dalil-dalil syara’ tafsily. Ilmu ini merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mampu mengantarkan kepada pemiliknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (taat ), dimulai dari cara-cara bersuci, shalat, puasa.
Apabila pelajar (murid) termasuk orang-orang yang mempunyai harta melimpah (min jumlatil agniya’ ) maka ia harus mempelajari ilmu yang mempunyai kaitan dengan harta tersebut , ilmu ekonomi ,iqtishad. Ia tidak diperbolehkan untuk mengamalkan, mengimplementasikan, mengejawantahkan sebuah ilmu sebelum ia mengerti tentang hukum-hukum Allah.
Kempat, ilmu tasawuf, ilmu yang menjelaskan tentang keadaan–keadaan, maqam, tingkatan, dan membahas tentang rayuan dan tipu daya nafsu dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Secara keseluruhan Imam Al Gazali telah menyebutkan keempat macam ilmu tersebut dalam kitabnya : “BIDAYAH AL HIDAYAH”, juga telah di sebutkan oleh Sayyid Abdullah bin Thahir dalamkitab “SULLAM AL TAUFIQ”.
Dua, Setelah santri mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat fardlu ‘ain maka hendaklah dalam langkah selanjutnya ia mempelajari ilmu-ilmu yang berkatan dengan kitab Allah (tafsir Al Qur’an) sehingga ia mempunyai keyakinan dan i’tiqad yang sangat kuat.
Ia harus bersungguh-sungguh dalam memahami tafsir Al Qur’an dan beberapa ilmu yang lain, karena Al Qur’an merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada di muka bumi dan sekaligus induk dan ilmu yang paling penting, setelah itu hendaknya ia menghafalkan setiap materi, ilmu yang pembahasannya tidak terlalu panjang, bertele-tele (ikhtishar) yang dikumpulkan dari ilmu hadits, hadits, fiqh, ushul fiqh, nahwu dan sharaf.
Kesibukan yang dijalani oleh pelajar dalam mencari ilmu jangan sampai melupakan untuk membaca Al Qur,an , menjaganyha, selalu istiqamah dan selalu membacanya sebagai kegiatan sehari-hari (wadhifah). Hendaknya ia mampu menjaga Al qur’an setelah menghafapalkannya, karena berdasarkan dalil al hadits yang menjelaskan tentang hal itu.
Setelah santri mampu menghafalkan Al Qur’an dengan baik, maka hendaklah hafalan itu ditashihkan , disetorkan kepada seorang guru (kyai) untuk disima’ dan didengar. Ketika sedang terjadi proses menghafalkan itu pelajar sejak awal menjaga dirinya jangan sampai selalu berpegang, melihat pada kitabnya, bahkan dalam setiap materi pelajaran semestinya ia harus berpegang teguh pada orang-orang yang bisa memberikan pengajaran, pendidikan yang baik terhadap materi tersebut dan lebih mengutamakan praktek.
Sebagai santri ketika berada dihadapan gurunya ia harus selalu menjaga agamanya, menjaga ilmunya, kasih akung pada yang lain dan sebagainya. …..
Tiga, sejak awal pelajar harus bisa menahan diri dan tidak terjebak dalam pembahasan mengenai hal-hal yang masih terdapat perbedaan pandangan, tidak ada persamaan persepsi di antara para ulama’ (khilafiah ) secara mutlak baik yang berhubungan dengan pemikiran-pemikiran ataiu yang bersumber dari Tuhan, karena apabila hal itu masih dilakukan oleh pelajar maka sudah barang tentu akan membuat hatinya bingung, dan membuat akal fikiran tidak tenang.
Bahkan sejak awal ia harus bisa meyakinkan dirinya untuk berpegang pada hanya satu kitab saja dalam satu materi pelajaran, dan bebrapa kitab pada bebera meteri pelajaran dengan syarat apabila ia mampu dengan menggunakan satu metode dan mendapat izin dari sang kyai (guru), namun apabila sistem pengajaran yang telah diberikan oleh gurunya itu hanya menukil, memindah pendapat dari beberapa mazhab dan masih ada ikhtilaf di kalangan ulama’ itu sendiri sedangkan ia sendiri tidak mempunyai satu pendapatpun, maka sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Al Gazali, hendaknya ia mampu menjaga dari hal seperti itu karena antara manfaat dan kerusakan (mafsadat) masih lebih banyak kerusakannya.
Begitu juga seorng santri ketika masih dalam tahap permulaan dalam belajar hendaknya ia menghindarikan diri mempeleajari berbagai macam buku, dan kitab karena hal itu akan visa menyia-nyiakan waktunya dan hati tidak biasa konsentrasi., tidak fokus pada satu pelajaran bahkan ia harus memberikan seluruh kitab-kitab dan pelajaran yang ia ambil kepada gurunya untuk dilihat sampai dimana kemampuan pelajarsehingga guru bisa memberikan bimbingan dan arahan sampai pelajar yaqin, dan mampu dalam menguasai palajarannya.
Begitu juga menukil,. Memindah, meresum dari satu kitab pada kitab yang lain tampa adanya hal-hal yang mewajibkan, karena apabila hal itu dilakukan maka akan muncul indikasi, pertanda kebosanan dan menjadi tanda bagi orang yang tidak bisa memperoleh kebahagiaan.
Namun apabila sang santri sudah mempunyai basic, latar belakang kemampuan yang sudah memadai dan menukil suatu permasalahan hanyalah untuk meningkatkan dan megembangkan kemampuan yang ia miliki , maka yang lebih baik adalah hendaknya ia tidak meninggalkan satupun dari pelajaran- pelajaran ilmu agama (syara’ ) karena yang bisa menolong hanyalah taqdir dari Allah SWT, semoga diberi umur panjang oleh Allah untukmemperdalam ilmu agama (syara’).
Empat, Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan terlebih dahulu kepada orang seorang kyai (guru) atau orang yang mempunyai kapabilitas dalam ilmu tersebut, setelah selesai diteliti oleh gurunya barulah ia menghafalkannya dengan baik dan bagus.
Setelah menghafalkan materi pelajaran, hendaklah di ulang-ulangi sesering mungkin dan menjadikan kegitan taqrar sebagai wadhifah, kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Janganlah menghafalkan ssuatu sebelum diteliti, ditashih oleh seorang kyai atau orang yang mempunyai kemampuan dalam bidang itu, karena akan mengakibatkan , menimbulkan ekses yang negatif. Misalnya merubah makna atau arti dari kalimat tersebut. Dan telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu bahwa ilmu pengetahuan itu tidak di ambul dari sebuah kitab atau buku, tetapi diambil dan diperoleh dari seorang guru karena hal itu merupakan kerusakan yang sangat berbahaya.
Ketika sedang mengkaji sebuah ilmu pengetahuan, hendaknya pelajar mempersiapkan tempat tinta, puklpen dan pisau untuk memperbaiki dan membenerkan hal-hal yang perlu diperbaiki baik dalam segi bahasa atau i’rab.
Lima, Hendaknya pelajar (murid) berangkat lebih awal. Lebih pagi dalam rangka untuk mencari ilmu , apalagi berupa ilmu hadits, dan tidak menyia-nyiakan seluruh kesempatan yang ia miliki untuk menggali ilmu pengetahuan dan meneliti sanad-sanad hadits, hukum-hukumnya, manfaat, bahasa, cerita-cerita yang terkandung didalamnya, dan bersungguh-sungguh sejak awal dengan kitab “Shahih Bukhari “dan “Shahih Muslim” kemudian kitab-kitab pokok yang lainya yang biasa dipakai pedoman, rujukan pada masa sekarang, seperti Muattha’nya imam Maliki dan Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, kitab Jami’nya Imam Turmudzi. Dan tidak seharusnya bagi pelajar untuk meminimalisasikan batsan-batasan yang telah dikemukakan diatas.
Sebaik-baiknya kitab yang bisa,mampu menolong kepada orang yang alim, orang yang ahli dalam ilmu fiqh adalah kitab “Sunan Al Kubra” Karya Abu Bakar Al Baihaqy, karena sesungguhnya hadits merupakan salah satu dari dua sisi imu syari’at dan sekaligus mampu menjelaskan terhadap begitu banyaknya persoalan yang ada pada sisi yang lain (Al Qur’an) artinya adalah al Qur’an merupakan kitab suci yang kandunagn isinya bersifat universal, oleh karenanya dibutuhkan alat untuk menerjemahkan isi al qur’an tersebut yaitu al Hadits.
Imam Al Syafi’i berkata : “Barang siapa yang mampu mempelajari kitab hadits , maka ia akan memiliki hujjah yang sangat kuat”.
Enam, Ketika pelajar telah mampu menjelaskan, mengejawantahkan terhadap apa yang ia hafalkan walaupun masih dalam tahap ikhtishar dan bisa menguraikan kemusykilan yang ada dan faidah-faidah yang sangat penting, maka ia diperbolehkan pindah untuk membahas kitab-kitab besar serta tiada henti, terus menerus menelaah tanpa mengenal rasa lelah.
Hendaknya pelajar memiliki cita-cita tinggi, sangat luhur, ibaratnya kaki boleh dibumi tapi cita-cita menggelantung diangkasa, sehingga tidak boleh merasa cukup hanya memiliki ilmu yang sedikit, padahal ia masih mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencari ilmu sebanyak-banyakanya, santri tidak boleh bersifat qana’ah (menerima apa adanya) seperti yang diwariskan oleh para nabi, yaitu menerima sesutu walaupun naya sedikit. Santri tidak boleh menunda-nunda dalam mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan dan manfaat yang sangat mungkin ia peroleh, karena menunda sesuatu itu mengandung beberapa bahaya, disampimng itu apabila pelajar bisa mendapatkan ilmu secara cepat dan tepat waktu maka pada waktu yang lain ia bia mendapatkan sesuatu yang lain.
Santri harus selalu menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya terhadap waktu luangnya, kecekatannya, ketelitiannya, dan waktu sehatnya dan dimasa mudanya sebelum datngnya perkara yang bisa mencegah untuk mencari, menimba ilmu pengetahuan.
Santri harus menjaga dalam melihat terhadap dirinya sendiri dengan pendangan yang penuh kesempurnaan, tidak membutuhkan terhadap petunjuk-petunjuk seorang guru dalam mempelajari ilmu, karena hal itu merupakan hakekat dari kebodohan dan kesombongan.
Tokoh para tabi’in, Sa’id bin Jubair r.a. berkata; “Seorang laki-laki selalu mendapat sebutan, predikat aorang yang alim bila ia selalu belajar, menambah ilmu pengetahuan, namun apabila ia telah meninggalkan belajar dan menyangka bahawa dirinya adalah orang yang tidak membutuhkan terhadap ilmu (merasa pinter) maka, sebenarnya ia adalah orang yang paling bodoh .
Tujuh, Pelajar harus selalu mengikuti halaqah, diskusi dan musyawarah degan gurunya dalam setiap pelajaran, kalau memungkinkan ia membacakannya. Karena hal itu apabila dilkaukan oleh santri maka ia akan selalu mendapat kebaikan, menghasilkan setiap sesuatu yang ia harapkan, cita-citakan, memperoleh sopan santun yang baik serta memdapatkan keutamaan dan kemulyaan.
Santri harus selalu bersungguh–sungguh dlam nberkhidmat kepada gurunya karena akan menghasilkan kemulyaan, penghormatan. Dan apabila memungkinkan santri tidak boleh mengadakan diskusi, halaqah dengan gurunya hanya untukmendengarkan pelajarannya saja, bahkan ia harus bersungguh-sungguh dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh gurunya, dengan tekun, konsentrasi dan penuh perhatian , apabila hal itu bisa ia lakukan dan hatinya tidak merasa keberatan, dan selalu mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya sehingga setiap pelajaran yang telah disampaikan oleh gurunya ia kuasai dengan baik.
Apabila ia tidak mampu untuk menguasai secara keseluruhan, maka hendaknya ia memprioritaskan pelajaran yang lebih penting terlebih dahulu kemudian baru pelajaran yang lain.
Seyogianya pelajar (murid) selalu mengingat-ingat setiap peristiwa, kejadian yang terjadi dalam forum diskusi dengan gurunya, beberapa manfaat, qaidah-qaidah, definisi, batasan dan lain sebagainya . Disamping itu pelajar hendaknya mengulangi perkataan guru ketika sedang terjadi proses diskusi, karena mengingat–ingat sesuatu hal itu mempunyai manfaat yang sangat luar biasa.
Al Khtaib Al Baghdadi telah berkata : “Bahwa mudzakarah , mengingat pelajaran yang paling baik adalah dilakukan pada waktu malam hari. Sekelompok jama’ah rombongan dari ulama’ salaf mereka memulai mudzakarah mulai setelah isya’, mereka tidak beranjak dari tempat mudzakarah tersebut selama belum berkumandang adzan subuh, apabila santri tidak menemukan teman yangbisa untuk diajak mudzakarah, meingat–ingat pelajaran, maka hendaknya ia melakukannya pada diriny sendiri, ia mengulangi makna atau arti dari setiap kata/ lafadz yang ia dengar dalam hatinya supaya menancap dan membekas dalam lubuk hatinya. Karena mengulangi makna, arti dalam hati itu sama dengan mengulangi kata atau lafadz pada lisan. Namun sangat sedikit sekali orang-orang yang tidak menggunakan akal nya untuk berfikir bisa memperoleh kebahagiaan, wabil khusus dihadapan gurunya, terkadang menggunakan akal dan terkaang meninggalkannya , lantas tidak membiasakan diri untuk menggunakan kekuatan otak yang dimiliki.
Delapan, Apabila pelajar menghadiri pertemuannya dewan guru , hndaklah ia mengucapkan salam kepada orang telah hadir pada forum tersbut dengan suara yang bisa mereka dengar dengan jelas, apalagi terhadap seorang kyai dengan memberikan penghormatan yang lebih tinggi dan memulyakan. Begitu juga apabila santri keluar dari forum tersebut.
Apabila pelajar mengucapkan salam pada sebuah forum, maka ia tidak diperkenankan melewati orang–orang yang ada di tempat tersebut untuk mendekat pada sang kyai, ia duduk ditempat yang bisa di datangi oleh orang lain, kecuali apabil sang kyai, para jama’ah yang lain memintannya untuk maju kedepan, maka tidak ada masalah apabila santri itu maju dengan melewti orang terlebih dahulu hadir pada majlis tersebut.
Pelajar tidak boleh memindah tempat duduknya orang lain atau berdesak-desakan dengan sengaja, apabila ada orang lain yang mempersilahkan santri itu untuk menempati tempat duduknya, maka janganlah ia menerimanya kecuali ada kemaslahatan, kebaikan yang diketahui oleh orang lain, atau orang banyak yang memproleh dan mendapatkan manfaat, seperti ia bisa menjelaskan persoalan bersama-sama dengan gurunya ketiak berdekatam, disamping itu ia (santri) termasuk orang yang mempunyai banyak umur, kebagusan dan kewibawaan.
Pelajar tidak boleh mengambil tempat duduk ditang-tengah pertemuan, disepan seseorang kecuali dalam keadaan dlarurat, duduk diantara dua orang yang bersahabat kecuali mereka merelakannya, duduk di atas orang yang lebih mulia di bandingkan dengan dia sendiri.
Hendaknya pelajar berkumpul dengan para sahabatnya ketika membahas sebuah pelajaran, atau membahas beberap pelajaran dri satu arah supaya ketika seorang guru mneyampaiakn penjelasan sebauh persoalan, materi pelajaran bisa utuh dan tidak terganggu.
Sembilan, Pelajar hendaknya tidak segan-segan, tidak perlu malu menanyakan sebuah pesoalan yang menurutnya sangat musykil, sulit dan memahami setiap sesuatu yang belum ia fahami dengan baik dan benar dengan menggunakan bahasa yang lembut, halus, baik perkataanya, dan menggunakan sopan santun . Suatu ketika pernah dikatakan bahwa : “Barang siapa dari roman mukanya tampak rasa malu untuk menanyakan sesuatu , maka akan tampak kekeurangannya ketika berkumpul dengan orang lain”.
Mujahid r.a. berkata : “Orang yang mempounyai sifat malu dan orang yang sombong tidak akan bisa mempelajari ilmu pengetahuan”.
‘Aisyah r.a. telah berkata : “Semoga Allah mengasihi pada perempuannya kaum anshar, karena sifat malu mereka mencegahnya dalam memepelajari ilmu agama”.
Ummu Sulaim, istri Rasulullah berkata : “Sesungguhnya Allah tida akan pernah malu terhadap sesuatu yang hak, benar, apakah terhadap orang perempuan yang mempunyai suami yang memandikannya ketika istrinya bermimpi mengeluarkan air sperma ?.
Pelajar tidak boleh mennyakan sesuatu yang bukan pada tempatanya, kecuali karena ia membutuhkannya atau ia mengerti dengan memberikan solusi kepada gurunya untuk bertanya. Apabila guru tidak menjawab, maka hendaknya ia jangan memaksannya, namun apabila belaiu menjawab dan kebetulan salah, maka santri tidak boloeh menolaknya seketika.
Seharusnya yang dilakukan oleh pelajar adalah tidak malu-malu untuk bertanya, begitu juga hendaknya ia tidak malu mengucaokan kata-kata seperti ini : “Aku belum faham”, apabila ia ditanya oleh gurunya , apakah engkau faham ? sedangkan ia sendiri belum faham.
Sepuluh, Bila dalam belajar santri menggunakan sistem Sorogan, suatu metode belajar dengan maju satu persatu dan langsung disimak dan diperhatikan oleh ustadznya, maka ia harus harus menuggu gilirannya dengan tertib, tidak mendahului peserta yang lain kecuaili apabila ia mengizinkannya.
Dalam sebuah hadits telah diriwayatkan bahwasanya suatu ketika ada seorang lelaki dari sahabat anshar menjumpai rasulullah, sambil bertanya mengenai sesuatu, setelah itu datang lagi seorang laki-laki dari Bani Tsaqib kepada beliau, juga bertujuan yang sama, menanyakan sesuatu kepada beliau, kemudian nabi SAW menjawab : “Wahai saudaraku dari Bani Tsaqif, duduklah! Aku akan memulai mengatakan sesuatu yang dibutuhkan oleh sahabat Anshar tadi, sebelum kedatanganmu, Al Khatib berkata “Bagi orang-ornag yang datangnya lebih dulu disunnahkan untuk mendahulukan orang yang jauh dari pada dirinya sendiri, karena untuk menghormatinya.
Begitu juga bagi orang yang datang belakangan apabila mempunyai kebutuhan, keperluan yang sifatnya wajib dan orang yang lebih awal mengerti akan keadaanya maka hendaknya ia didahulukan, diutamakan. Atau ustadz memberikan sebuah isyarat untuk mengutamakannya karena adanya kemaslahatan, kebaikan yang tersembunyi di dalamnya maka ia disunnahkan untuk diutamakan.
Mendapat giliran lebih awal sebenarnya bisa diperoleh dengan cara datang lebih awal pada majelis, forum yang dipakai oleh ustadz untuk melakukan transformasi keilmuan. Dan hak yang diiliki oleh seseorang tidak akan pernah gugur sebab perginya orang tersebut karena sesuatu yang bersifat dlarurat, misalnya menunaikan hajat, memperbarui wudlu’ dengan ketentuan apabila ia kembali pada tempat semula.
Apabila ada dua orang yang saling mendahului atau saling rebutan tempat, maka hendaknya keduanya di undi, atau ustadz yang menentukan mana yang lebih dulu berhak menempatinya, apabila salah satunya melakukan perbuatan yang baik.
Sebelas, Menjaga kesopanan duduk dihadapan ustadz ketika mengikuti kegiatan belajar dan juga harus memperhatikan kebiasaan, tradisi yang selama ini dipakai, diterapkan oleh ustadz dalam mengajar.
Santri hendaknya kitab ustadznya yang hendak dibacanya bersama-sama dengan kitabnya sendiri dan membawanya dengan kedua tangannya dan tidak boleh meletakkan kitabnya ustazd di atas tanah dalam keadaan terbuka ketika hendak dibacanya. Bahkan sang santri harus membawa dengan tangannya sendiri, ia tidak diperbolehkan membaca kitab ustazd kcuali atas izin beliau, disamping itu sang santri tidak boleh membaca kitab ketika hati sang ustadz sedang kalut, bosan, marah, susah dan sebagainya.
Apabila ustazd memberikan izin, maka santri sebelum membaca kitab hendaknya membaca, taawwudz, basmalah, hamdalah, sholawat kepada nabi saw, keluarganya, para sahabatnya, kemudian mendoakan kepada ustazdnya, orang tua para gurunya, dirinya sendiri, kaum muslimin semuanya. Dan memintakan rahmat kepada allah untuk pengarang kitab ketika membacanya.
Dan apabila pelajar mendoakan ustazdnya, maka hendaklah ia mengucapkan kata-kata : mudah-mudahan Allah meridhoi kalian semua, guru-guru kami, pemimpin kami dan sebaginya. Dan semua doa yang dipanjatkan oleh santri semuanya dikhusukan untuk gurunya.
Apabila santri telah selesai belajar, hendaknya ia juga mendoakan terhadap ustazdnya. Apabila santri tidak memulai dengan hal hal yang telah disebutkan diatas, baik karena lupa atau karena kebodohannya sendiri, maka hendaknya ustazd mengingatkan terhadap santri tersebut, mengajarinya, dan mengingatkannya, karena hal itu termasuk etika, akhlak yang paling penting.
Dua belas, Menekuni pelajaran secara seksama dan perhatian dan tidak berpindah pada pelajaran yang lain sebelaum pelajaran yang pertama bisa difahami dengan baik, tidak boleh pindah baik dari negara ke negara yang lain, atau dari satu madrsah kemadrasah yang lainkecuali darurat dan ada keperluan yang sangat mendesak,. Karena hal itu akan menimbulkan berbagai macam persoalan, membuat hati menjadi resah, gundah dan menyia-nyiakan waktu dengan percuma tampa ada hasilnya.
Hendaknya santri selalu pasrah dan berserah diri kepada Allah, ia tidak boleh menyibukkan dirinya dengan masalah rizqi, permusuhan dan bertentangan dengan seseorang, menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang ahli dalam hal bicara, ahli kerusakan, maksiat dan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap (pengangguran). Karena berdampinganag, hidup bertangga dengan orang-orang seperti itu pasti menimbulkan ekses, dampak yang negatif.
Hendaknya pelajar ketika sedang belajar hendaknya menghadap kearah kiblat, banyak mengamalkan, melakukan tradisi-tradisi rasululah SAW, mengikuti ajakan ahli kebaikan, menjauhkan diri dari doanya orang yang dianiaya (madzlum), dan memperbanyak shalat dengan segala kekhusukan.
Tiga belas, Bersemangat dalam menggapai kesuksesan dengan diwujudkan pada akegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat serta berpaling dari keresahan yang mengganggu, meringankan biaya. Selain itu santri juga harus membentuk hasil-hasil pendidikanya sebagai suatu nasehat dan peringatan yang berharga pada dirinya, sehingga ilmu itu bisa membawa berkah dan bersinar serta mendapat pahala yang luar biasa.
Bagi orang-orang yang tidak mampu mewujudkan, implementasi, maka berarti ia tidak memiliki ilmu yang mumpuni, kalaupun toh memilki ilmu, maka ilmunya kurang bermanfaat.
Hal-hal seperti itu telah banyak diuji cobakan oleh sekelompok ulama’ salaf. Ilmu yang dimiliki oleh santri hendaklah hal itu tidak membuat dirinya menjadi sombong, terlalu membanggakan terhadap kekuatan akal yang ia miliki. Bahkan semestinya ia wajib bersyukur kepada Allah SWT, selalu mangharapkan tambahan ilmu dari-Nya dengan cara mensyukuri secara terus menerus, santri hendaknya menebarkan, menyebar luaskan salam , menampakkan sifat kasih akung dan menghormatinya, serta menjaga diri dari hak-hak yang dimilki oleh teman, saudara, baik seagama atau seaktifitas. Karena mereka adalah orang orang yang ahli ilmu, membawa dan mencari ilmu, berusaha melupakan terhadap segala kejelekan mereka, serta memaafkan segala kekeliruan dan menutupi kejelekan mereka dan mensyukuri terhadap terhadap orang-orang yang berbuat bagus dan mengampuni orang yang berbuat kejelekan.