Al-Hikam Pasal 51-52

Pindahlah Dari Alam (Makhluk) Kepada Pencipta Alam


لاَتـَرْحَلْ منْ كوْنٍ الىَ كَونٍ فَتَكُونَ كَحِماَر سلرَّحىٰ يَسِيْرُ وَالمكانُ الَّذِىْ ارْتَحَلَ اليهِ هُوَالَّذي ارْتـَحلَ مِنهُ ولٰكِنْ ارْحَلْ من الاَكوَانِ الى المُكَوِّنِ. وَاِنَّ الىٰ رَبِّكَ المُنْتَهٰى

51. "Jangan berpindah dari satu alam (makhluk) ke alam (makhluk) yang lain, berarti sama dengan himar [keledai] yang berputar di sekitar penggilingan, ia berjalan menuju ke tempat tujuan, tiba-tiba itu pula tempat yang ia mula-mula berjalan dari padanya, tetapi hendaklah engkau pergi dari semua alam menuju kepada pencipta alam; Sesungguhnya kepada Tuhanmu puncak segala tujuan."

Syarah

Keadaan orang yang tidak dapat melepaskan dirinya dari syirik adalah umpama seekor keledai yang terikat dan berputar menggerakkan batu penggiling. Walaupun jauh jarak yang dijalaninya namun, dia sentiasa kembali ke tempat yang sama. Jika ia mau bebas perlulah ia melepaskan ikatannya dan keluar dari bulatan yang sempit.

Orang yang mau membebaskan dirinya dari syirik secara keseluruhan, hendaklah membebaskan perhatian hatinya dari semua perkara kecuali Allah.

Keluar dari bulatan alam dan masuk kepada Wujud Mutlak.

Jangan berpindah dari syirik yang terang ke alam syirik yang samar. Amal kebaikan yang di nodai oleh riya', sum'ah [mengharap pujian orang], tidak dianggap oleh syari'ah [tidak di terima oleh Alloh]. Dan apabila telah bersih dari semua itu, kemudian beramal karena terdorong oleh menginginkan kedudukan atau kekayaan atau karamah dunia atau akhirat, semua itu masih termasuk alam hawa nafsu, dan belum mencapai tujuan ikhlas yang bersih dari segala tujuan selain hanya kepada Allah, yakni tanpa pamrih. Karena itu selama berpindah dari alam ke alam tidak berbeda, bagaikan keledai yang berputar di sekitar penggilingan, tetapi seharusnya sekali berangkat dari alam ini, langsung menuju kepada pencipta alam.

Karena itu Nabi Isa 'alaihihissalam pernah berkata kepada sahabat hawariyyin: "Semua yang ada padamu dari berbagai nikmat kesenangan itu langsung dari karunia Alloh kepadamu, maka manakah kiranya yang lebih besar harganya [nilainya]? Apakah pemberiannya ataukah yang memberi?."

''Wa Inna ila Rabbikal-muntaha'' Sesungguhnya kepada Tuhanmu itulah puncak segala tujuan. Sebab barangsiapa yang telah mendapatkan Alloh, berarti telah mencapai segala sesuatu, baik urusan dunia mau pun urusan akhirat.


وَانْظـُرْ الٰى قَولهِ صلَي اللهُ عليهِ وَسَلَّمَ : فمَنْ كاَنَتْ هِجْرَتُهُ الىَ اللهِ وَرَسُوله فَهِجْرَتهُ الى اللهِ وَرَسُولهِ. ومن كاَنَتْ هِجْرَتُهُ الىَ دُنْياَ يُصِيبُهاَ اَوِامْرَأَةٍ يَتزَوَّجُهاَ فَهِجرَتهُ الٰي ما هاَجَرَ اِليهِ. فاَفْهَم قولَهُ عَلَيهِ الصَّلاةُ والسَّلامُ وَتأمَّلْ هٰذاَ الاَمرَاِنْ كُنْتَ ذاَفهْمٍ

52. "Dan perhatikan sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam: 'Maka barangsiapa yang berhijrah menuju kepada Alloh dan Rosul-Nya [menurut perintah Alloh dan Rosul-Nya], maka hijrahnya akan diterima oleh Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena kekayaan dunia, dia akan mendapatkannya, atau karena perempuan akan dinikahi, maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia hijrah kepadanya. Camkanlah sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam ini dan perhatikanlah persoalan ini jika engkau mempunyai kecerdasan faham."

Syarah

Hikmah ini adalah lanjutan dari Kalam Hikmah yang lalu. Keluar dari satu hal kepada hal yang lain adalah hijrah juga namanya.

Dan yang utama dalam hadits ini ialah sabda Nabi shollallohu 'alaihi wasallam, bahwa hijrah yang tidak dengan niat ikhlas kepada Alloh akan terhenti pada tujuan yang sangat rendah dan tidak berarti, dan tidak akan mencapai keridhaan Alloh. Seseorang minta nasehat kepada Abu Yazid al-Busthami, maka berkata Abu Yazid, 'Jika Alloh menawarkan kepadamu akan diberi kekayaan dari Arsy sampai ke bumi, maka katakanlah, Bukan itu ya Alloh, tetapi hanya Engkau ya Alloh tujuanku'. Abu Sulaiman ad-Darani berkata: "Andaikan aku di suruh memilih antara masuk surga Jannatul-Firdaus dengan shalat dua rakaat, niscaya saya pilih shalat dua rakaat. Sebab di dalam surga, saya dengan bagianku, dan dalam shalat aku dengan Tuhanku." Asy-Syibli rodhiallohu 'anhu berkata: "Berhati-hatilah dari ujian Alloh, walaupun dalam perintah, “Kulu wasyarabu” [makan dan minumlah]. Sebab dalam pemberian nikmat itu ada ujian untuk diketahui, siapakah yang silau dan lupa kepada-Nya setelah menerima nikmat, dan siapa yang tetap pada-Nya sebelum dan sesudah menerima nikmat". Seorang penyair berkata: "Dia shalat dan puasa karena sesuatu yang diharapkan, sehingga setelah tercapai urusannya, dia tidak shalat dan puasa."