Syarah Aqidatul Awam
Bait 1
أَبْـدَأُ بِـاسْمِ اللهِ وَالرَّحْـمَنِ (1) وَبِالرَّحِـيْـمِ دَائـِمِ اْلإِحْـسَانِ
Saya (Mushonnif / Pengarang Kitab) memulai dengan menyebut nama Allah, Dzat yang maha pengasih, dan Maha Penyayang yang senatiasa memberikan kenikmatan tiada putusnya.
Saya (Mushonnif / Pengarang Kitab), yakni Syekh Ahmad Marzuqi Al-Maliki memulai kitab ini dengan menyebut nama Allah SWT, Dzat yang Maha Pengasih (Dzat pemberi nikmat dengan seagung-agungnya nikmat, pokok-pokok nikmat seperti iman, kesehatan, rizqi, pendengaran, dsb.) dan Maha Penyayang (Dzat pemberi nikmat-nikmat yang bentuknya lembut (cabang) seperti bertambahnya iman, kesempurnaan nikmat, pendengaran, penglihatan dsb.) yang senatiasa memberikan kenikmatan tiada putusnya.
Bait 2
فَالْحَـمْـدُ ِللهِ الْـقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ (2) اَلآخِـرِ الْبَـاقـِيْ بِلاَ تَحَـوُّلِ
Maka segala puji bagi Allah Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan.
Dan saya (mushonnif/pengarang kitab) juga memulai mengarang Mandzumah (nadzhom2) ini dengan menambahkan hamdalah, maksdunya adalah dengan memuji dengan lisan pada Allah yang Qodim, Al Awwal, Al Akhir, Al Baqi disertai penghormatan padaNya dan meyakini bahwa setiap pujian itu tetap padaNya.
Arti الحمد menurut bahasa adalah pujian dengan lisan atas segala sesuatu yang tidak secara ikhtiar disertai rasa penghormatan baik nikmat itu diterima atau tidak, menurut syara’ adalah perbuatan yang tumbuh (keluar) dari penghormatan Sang Pemberi nikmat disebabkan bahwa Dia adalah pemberi nikmat walaupun tanpa ada orang yang memuji, baik perbuatan itu berupa dzikir dengan lisan, cinta dalam hati atau dilakukan dengan perbuatan.
Arti القديم adalah : Allah yang mewujudkan tanpa diawali dan wujudnya terus berlangsung.
Arti الاًول adalah : sebelum adanya segala sesuatu tanpa ada permulaannuya.
Arti الاخر adalah : setelah adanya sesuatu tanpa ada akhirannya.
Arti الباقي adalah : kekal yang terus berlangsung
Arti بلا تحول adalah : tanpa ada perubahan dan ini adalah penjelasan sifat Al Baqi.
Bait 3
ثُمَّ الـصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ سَـرْمَدَا (3) عَلَى الـنَّـبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا
“Kemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada Nabi sebaik-baiknya orang yang mengEsakan Allah.”
Kata solawat (الصلاة) menurut bahasa adalah berdo’a untuk kebaikan, jika kata Sholawat disandarkan pada Allah Ta’ala, maka mempunyai arti penambahan nikmat yang disertai dengan pengagungan dan penghormatan. Ada riwayat dari ibnu Abbas R.A. bahwasannya : Sholawat dari Allah berarti Rohmat, dan jika dari hamba berarti do’a dan jika dari malaikat berarti meminta ampun.
Lantas muncul pertanyaan, apa perlunya mengucapkan shalawat (do’a) kepada Nabi Muhammad SAW padahal beliau adalah orang yang mulia dan terpilih, dengan jaminan surga dari Allah SWT? Di dalam al-Qur’an disebutkan Allah SWT dan para malaikat mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sekaligus perintah Allah SWT kepada seluruh umat Islam untuk membaca shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Ahzab : 56).
Sebagian ulama menyatakan bahwa shalawat adalah mendoakan Nabi Muhammad SAW, agar pada masa yang akan datang, rahmat dan salam Allah SWT itu akan terus diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa walaupun shalawat adalah mendo’akan Nabi Muhammad SAW namun pada hakikatnya ketika seorang membaca shalawat ia sedang bertawassul dan mengharapkan barokah Allah SWT turun kepada dirinya dengan perantara shalawat tersebut. Oleh karena itulah ketika seseorang membaca shalawat, niatnya tidak untuk mendoa’kan Nabi Muhammad SAW, tetapi mengharap kepada Allah SWT agar semua keinginannya bisa terkabulkan dengan barokah shalawat yang dibaca.
Bait 4
وَآلِهِ وَصَـحْبِهِ وَمَـنْ تَـبِـعْ (4) سَـبِيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ غَيْرَ مُـبْـتَدِعْ
“Dan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat bid’ah.”
Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW kemudian diiringi dengan shalawat kepada keluarga dan para sahabat Nabi Muhammad SAW, serta kepada orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat bid’ah.
Yang dimaksud
dengan mereka (keluarga Nabi) yaitu dalam kedudukan do’a. Sebagaimana
pengertian keluarga nabi disini adalah setiap mukmin yang bertaqwa. Berdasar
hadits Nabi dari riwayat Anas bin Malik R.A. berkata : Rosululloh SAW ditanya,
“Siapa keluarga Muhammad itu?” kemudian beliau menjawab : “keluarga Muhammad
adalah setiap orang yang bertaqwa”. (1) Adapun dalam kedudukan zakat, Imam
Malik Rahimahulloh berpendapat, mereka (keluarga Nabi) adalah bani Hasyim saja.
Sedangkan Imam Syafi’i Rahimahulloh berpendapat, mereka (keluarga Nabi) adalah
bani Hasyim dan Bani Mutholib.
Yang dimaksud
sahabat Nabi adalah orang-orang yang pernah melihat Nabi dalam keadaan Islam
dan meninggalkan dunia tetap pada keislamannya. Sahabat adalah orang-orang yang
mulia, dan selalu dalam petunjuk Allah SWT, walaupun bukan berarti mereka tidak
pernah berbuat salah dan dosa. Di antara mereka ada yang telah
dijamin masuk surga. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang
kokoh, rela mengorbankan harta bahka nyawa demi kejayaan agama Allah SWT. Taat
beribadah kepada Allah SWT dengan sepenuh hati, bersujud demi mengabdi kepada
Allah SWT.
Yang dimaksud
bid’ah menurut bahsa berarti sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebelumnya.
Sedangkan menurut syara’ yaitu sesuatu yang baru yang bertentangan dengan
ketentuan pembuat Syara’ (Allah).
Bait 5
وَبَعْدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمَعْرِفَـهْ (5) مِنْ وَاجِـبٍ ِللهِ عِشْـرِيْنَ صِفَهْ
Dan setelahnya ketahuilah dengan yakin bahwa Allah itu mempunyai 20 sifat wajib.
Yang dimaksud
sifat wajib di sini adalah sesuatu yang pasti ada atau dimiliki Allah SWT atau
rasul-Nya, di mana akal tidak akan membenarkan jika sifat-sifat itu tidak ada
pada Allah SWT dan rasul-Nya. Allah itu mempunyai 20 sifat wajib. Selain 20
sifat wajib itu, ada juga sifat mustahil dan sifat jaiz yang dimiliki Allah dan
Rasul-nya yang dikenal dengan istilah Aqoid lima puluh
Aqoid lima puluh
adalah 50 hal yang wajib ketahui dan diyakini oleh seorang yang beriman kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya.
اِعْلَمْ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَعْرِفَ خَمْسِيْنَ عَقِيْدَةً وَكُلُّ عَقِيْدَةٍ يَجِبُ عَلَيْهَ أَنْ يَعْرِفَ لَهَا دَلِيْلاً اِجْمَالِيّا أَوْ تَفْصِيْلِيًّا (كفاية العوام، 3).
"Ketahuilah
bahwa setiap muslim (laki-laki atau perempuan) wajib mengetahui lima puluh
akidah beserta dalil-dalilnya yang bersifat global atau terperinci."
(Kifayatul 'Awam, 3).
Aqidah
Ahlussunnah wal Jama'ah terdiri dari 50 aqidah, di mana yang 50 aqidah ini
dimasukkan ke dalam 2 kelompok besar, yaitu
1. Aqidah Ilahiyyah (عقيدة الهية) dan
2. Aqidah Nubuwwiyah (عقيدة نبوية).
Adapun Aqidah Ilahiyyah terdiri dari 41 sifat, yaitu:
a. 20 sifat yang wajib bagi Allah swt: wujud (وجود), qidam (قدم), baqa (بقاء), mukhalafah lil hawaditsi (مخالفة للحوادث), qiyamuhu bin nafsi (قيامه بالنفس), wahdaniyyat (وحدانية), qudrat (قدرة), iradat (ارادة), ilmu (علم), hayat (حياة), sama' (سمع), bashar (بصر), kalam (كلام), kaunuhu qadiran (كونه قديرا), kaunuhu muridan (كونه مريدا), kaunuhu 'aliman (كونه عليما), kaunuhu hayyan (كونه حيا), kaunuhu sami'an (كونه سميعا), kaunuhu bashiran (كونه بصيرا), dan kaunuhu mutakalliman (كونه متكلما).
b. 20 sifat yang mustahil bagi Allah swt: 'adam (tidak ada), huduts (baru), fana' (rusak), mumatsalah lil hawaditsi (menyerupai makhluk), 'adamul qiyam bin nafsi (tidak berdiri sendiri), ta'addud (berbilang), 'ajzu (lemah atau tidak mampu), karohah (terpaksa), jahlun (bodoh), maut, shamam (tuli), 'ama (buta), bukmun (gagu), kaunuhu 'ajizan, kaunuhu karihan, kaunuhu jahilan (كونه جاهلا), kaunuhu mayyitan (كونه ميتا), kaunuhu ashamma (كونه أصم), kaunuhu a'ma (كونه أعمى), dan kaunuhu abkam (كونه أبكم).
c. 1 sifat yang ja'iz bagi Allah swt.
Sedangkan, Aqidah Nubuwwiyah terdiri dari 9 sifat, yaitu:
a. 4 sifat yang wajib bagi para Nabi dan Rasul: siddiq (benar), tabligh (menyampaikan), Amanah, dan fathanah (cerdas).
b. 4 sifat yang mustahil bagi para Nabi dan Rasul: kidzib (bohong), kitman (menyembunyikan), khianat, dan baladah (bodoh).
c. 1 sifat yang ja'iz bagi para Nabi dan Rasul.
Bait 6
فَاللهُ مَوْجُـوْدٌ قَـدِيْمٌ بَاقِـي (6) مُخَالـِفٌ لِلْـخَـلْقِ بِاْلإِطْلاَقِ
Allah itu Wujud (Ada), Qodim (Dahulu), Baqi (Kekal) dan berbeda dengan makhlukNya secara mutlak.
Sifat Wajib Allah SWT yang dua puluh tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wujud (Ada)
Allah SWT adalah Tuhan yang wajib kita sembah itu pasti ada. Allah SWT, ada tanpa ada perantara sesuatu dan tanpa ada yang mewujudkan. Firman Allah SWT:
إِنَّنِي أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي (طه،14).
"Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (QS. Thaha : 14).
Kalau sekarang manusia tidak bisa melihat Allah SWT, itu karena memang ada hijab sehingga manusia tidak mampu melihat Allah SWT, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Musa AS (QS. Al-A'raf : 143). Kelak di surga, ketika hijab itu diangkat, manusia akan mampu melihat jelas Dzat Allah SWT dan dengan mata telanjang. Sabda Nabi SAW:
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ فَقَالَ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ (رواه البخاري ومسلم)
"Dari Jarir
bin Abdillah RA ia berkata, "Suatu malam kami berkumpul bersama Nabi SAW.
Kemudian Nabi SAW melihat bulan purnama, lalu bersabda, "Sesungguhnya
kelak kalian akan melihat Tuhan kalian (sama jelasnya ) seperti kalian melihat
bulan purnama ini, kalian tidak silau ketika melihatnya" (HR. Bukhari dan
Muslim).
Seorang badui
ditanya tentang bukti adanya Allah. Dia menjawab : kotoran unta itu menunjukkan
adanya unta dan kotoran hewan (teletong : jawa) menunjukkan adanya hewan
keledai dan bekas kaki itu menunjukkan adanya orang yang berjalan, maka langit
itu mempunyai bintang dan bumi mempunyai jalan yang terbentang dan laut
mempunyai ombak yang bergelombang, apakah semua itu tidak menunjukkan atas
adanya pencipta yang bijak, lagi Maha Berkuasa dan Maha Mengetahui? Adanya alam
semesta beserta isinya merupakan tanda bahwa Allah SWT ada. Dialah yang
menciptakan alam raya yang menakjubkan ini.
Kebalikan sifat
ini adalah sifat adam (العدم),
yakni Allah SWT mustahil tidak ada.
2. Qidam (Dahulu)
Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam, Allah SWT pasti lebih dahulu sebelum makhluk. Tidak ada permulaan pada wujudnya Allah Ta’ala maksudnya bahwa Allah Ta’ala tidak mempunyai permulaannya karena Allah Dzat yang agung, pencipta alam semesta dan pencipta makhluk yang ada, maka sudah pasti Allah lebih dahulu daripada yang diciptakan oleh Allah SWT. Firman Allah SWT:
هُوَ اْلأَوَّلُ وَاْلآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (الحديد،3) .
“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu." (QS. al-Hadid : 3).
Dahulu bagi Allah SWT berarti tanpa awal. Tidak berasal dari tidak ada kemudian menjadi Ada. Sabda Nabi SAW:
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم، كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ (رواه البخاري والبيهقي).
"Dari Imron
bin Hushain RA, Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT ada (dengan keberadaan
tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya." (HR. al-Bukhari dan
al-Baihaqi).
Kebalikannya
adalah huduts (حدوث),
yakni mustahil Allah SWT itu baru dan memiliki permulaan.
3. Baqa’ (Kekal)
Arti baqa' adalah bahwa Allah SWT senantiasa ada, tidak akan mengalami kebinasaan atau rusak. Tiada akhir bagi keberadaan atau wujud Allah, Dia tetap ada selama-lamanya. Tidak ada pengakhiran pada wujudnya Allah bahwa Allah Ta’ala senantiasa ada tanpa ada ujung dan senantiasa kekal tanpa ada akhirannya. Dalam al-Qur’an disebutkan:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ (الرحمن،26-27).
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (QS. ar-Rahman : 26-27).
Allah SWT adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah SWT:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (القصص، 88).
"Tiap-tiap
sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (QS. al-Qashash : 88).
Kebalikannya
adalah sifat Fana (فناء),
yang berarti mustahil Allah SWT tidak kekal.
4. Mukhalafatu Lilhawaditsi, (Berbeda dengan makhluk)
Allah SWT pasti berbeda dengan segala yang baru (makhluk). Perbedaan Allah SWT dengan makhluk itu mencakup segala hal, baik dalam sifat, dzat dan perbuatannya. Firman Allah SWT:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ. (الشورى، 11).
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. as-Syura : 11).
Apapun yang terlintas di dalam benak dan pikiran seseorang, maka Allah SWT tidak seperti yang dipikirkan itu. Imam Ahmad mengatakan :
مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ. (الفرق بين الفرق، 20).
"Apapun yang
terlintas di benakmu (tentang Allah SWT) maka Allah SWT tidak seperti yang
dibayangkan itu." (Al-Farqu Bainal Firoq, 20).
Karena itulah seorang mukmin tidak diperkenankan membahas Dzat Allah SWT karena ia tidak akan mampu untuk melakukannya. Justru ketika ia menyadari akan kelemahannya itu, maka pada saat itu sebenarnya ia telah mengenal Allah SWT. Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq mengatakan:
اَلْعَجْزُ عَنْ دَرْكِ اْلإِدْرَاكِ اِدْرَاكٌ وَالْبَحْثُ عَنْ ذَاتِهِ كُفْرٌ وَإشْرَاكٌ
“Ketidak-mampuan
untuk mengetahui Allah SWT adalah sebuah kemampuan. Sedangkan membahas Dzat
Allah SWT adalah kufur dan syirik.”
Kebalikannya
adalah mumatsalatuhu lilhawaditsi (مماثلته
للحوادث), yakni mustahil
Allah SWT sama dengan makhluk-Nya.
Bait 7
وَقَـائِمٌ غَـنِيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ (7) قَـادِرْ مُـرِيْـدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ
“Berdiri sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu.”
5. Qiyamuhu
Binafsih (berdiri sendiri)
Berbeda dengan makhluk yang masih membutuhkan sesuatu yang lain diluar dirinya, Allah SWT tidak butuh terhadap sesuatu apapun. Allah SWT tidak membutuhkan tempat dan dzat yang menciptakan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (العنكبوت، 6).
"Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. al-Ankabut : 6).
Allah SWT Maha Kuasa untuk mewujudkan sesuatu tanpa membutuhkan bantuan makhluk-Nya. Tetapi merekalah yang membutuhkan Allah SWT. Firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلىَ اللهِ وَاللهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (فاطر، 15).
"Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS. Fathir : 15).
Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Bahkan terhadap ibadah yang dilakukan seorang hamba, Allah SWT tidak membutuhkannya. Ketika Allah SWT mensyariatkan shalat, puasa, zakat, haji, sedekah dan lain sebagainya, maka itu bukan karena Allah SWT membutuhkannya. Tetapi karena di dalamnya ada manfaat besar yang akan dirasakan oleh orang-orang yang melaksanakan-Nya. Jadi ibadah itu bukan untuk kepentingan Allah SWT, tetapi itu adalah kebutuhan kita sebagai hamba.
Kebalikan dari sifat ini adalah ihtiyajuhu li ghairihi (إحتياجه لغيره) artinya mustahil Allah SWT butuh kepada makhluk.
6. Wahdaniyat
(Esa/satu)
Allah SWT satu/esa, tidak ada tuhan selain Diri-Nya. Allah SWT Maha Esa dalam Dzat, Sifat dan perbuatan-Nya. Firman Allah SWT:
قُلْ إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (الأنبياء، 108).
"Katakanlah:
"Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu
adalah Tuhan Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)".
(QS. al-Anbiya' : 108).
Satu dalam Dzat
Artinya, bahwa Dzat Allah SWT satu, tidak tersusun dari beberapa unsur atau
anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang menyamai Dzat Allah SWT.
Satu dalam sifat
artinya bahwa sifat Allah SWT tidak terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak
ada sesuatupun yang menyamai sifat Allah SWT.
Dan satu dalam
perbuatan adalah bahwa hanya Allah SWT yang memiliki perbuatan. Dan tidak
satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah SWT.
Sifat yang mustahil bagi-Nya yaitu “ta’addud" (تعدد) berbilangan, bahwa mustahil Allah lebih dari satu. Firman Allah SWT :
لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (الأنبياء، 22).
“Sekiranya ada di langit dan di bumi
tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha
Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS.
al-Anbiya’: 22).
7. Qudrat (Kuasa)
Allah SWT Maha Kuasa dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Kekuasaan Allah SWT meliputi terhadap segala sesuatu. Kuasa untuk mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Allah SWT berfirman:
وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (الحشر، 6).
“Dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. al-Hasyr : 6).
Kalau Allah
SWT tidak kuasa, tentu Ia tidak akan mampu meciptakan alam raya yang sangat
menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi Allah SWT memiliki sifat al-'Ajzu (العجز)
yang berarti lemah.
8. Iradah (Berkehendak)
Allah SWT Maha berkehendak, dan tidak seorangpun yang mampu menahan kehendak Allah SWT. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuai dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT berfirman:
قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا بَلْ كَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. (الفتح، 11).
"Katakanlah:
"Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah
jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfa`at
bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.
al-Fath : 11).
Allah SWT juga berfirman:
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (يس، 82).
"Sesungguhnya
perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" maka terjadilah ia." (QS. Yasin : 82).
Lawan dari sifat
ini adalah (الكراهة)
yang mempunyai makna “terpaksa", yakni mustahil Allah berbuat sesuatu
karena terpaksa, atau tidak dengan kehendak-Nya sendiri.
9. Ilmu (Mengetahui)
Allah SWT adalah Dzat yang Maha Menciptakan, maka Ia pasti mengetahui segala sesuatu diciptakan-Nya. Allah SWT mengetahui dengan jelas akan semua perkara yang jelas tampak ataupun yang samar, tanpa ada perbedaan antara keduanya. Allah SWT berfirman:
إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى. (الأعلى، 7).
“Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.” (QS. al-A’la : 7).
Kebalikan sifat
ini adalah al-jahlu (الجهل),
yang berarti bodoh. Bahwa mustahil Allah SWT bodoh atau tidak mengetahui pada
apa yang diciptakan.
10. Hayat (Hidup)
Allah SWT Maha
Hidup, dan hidup Allah SWT adalah kehidupan abadi, tidak pernah dan tidak akan
mati.
وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَيِّ ٱلَّذِي لاَ يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيراً. (الفرقان : 58).
"Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya." (QS. al-Furqan : 58).
Kebalikan dari sifat ini adalah al-mautu (الموت), yang berarti mati. Yakni mustahil Allah SWT mati.
Bait 8
سَـمِـيْعٌ اْلبَصِـيْرُ وَالْمُتَكَلِّـمُ (8) لَهُ صِـفَاتٌ سَـبْعَـةٌ تَـنْـتَظِمُ
Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Allah mempunyai 7 sifat yang tersusun (teratur).
11. Sama’ (Mendengar)
Allah SWT Maha Mendengar. Namun pendengaran Allah SWT tidak sama dengan pendengaran manusia yang bisa dibatasi ruang dan waktu. Allah SWT mendengar dengan jelas semua yang diucapkan hamba-Nya. Pendengaran Allah SWT tidak berbeda pada perkara yang dhahir atau yang bathin. Firman Allah SWT:
إِنَّهُ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ. (الدخان : 6).
"Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. ad-Dukhan : 6).
Kebalikan dari
sifat ini adalah al-shamamu (الصمم)
yang berarti tuli. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu tuli.
12. Bashor (Melihat)
Allah SWT Maha
melihat segala sesuatu. Baik yang nampak ataupun yang samar. Bahkan andaikata
ada semut yang sangat hitam berjalan di tengah malam yang gelap gulita, Allah
SWT dapat melihatnya dengan jelas.
فَاطِرُ ٱلسَّمَاوَاتِ وَٱلأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَمِنَ ٱلأَنْعَامِ أَزْواجاً يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ. (الشورى : 11).
"(Dia)
Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya
kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan
Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. as-Syura :
11).
Kebalikan
sifat ini adalah al-'ama (العمى) yang berarti buta, yakni bahwa mustahil Allah SWT itu buta.
13. Kalam (Berfirman)
Allah SWT Maha berfirman, namun firman Allah SWt tidak sama seperti perkataan manusia yang terdiri dari suara dan susunan kata-kata. Firman Allah SWT, tanpa suara dan kata-kata.
وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ ٱللهُ مُوسَىٰ تَكْلِيماً. (النساء : 164).
"Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. an-Nisa’ :164).
Kebalikan sifat ini adalah al-bakamu (البكم), yang berarti bisu. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu bisu.
Allah mempunyai 7 sifat ini yang tersusun (teratur) yang disebut sifat Ma’nawiyah. Sifat-sifat ini akan dijelaskan dalam bait selanjutnya.
Bait 9
فَقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سـَمْـعٌ بـَصَرْ (9) حَـيَـاةٌ الْعِلْـمُ كَلاَمٌ اسْـتَمَرْ
Yaitu sifat Qudrat (Berkuasa), Iradat (Menghendaki), Sama' (Mendengar), Bashar (Melihat), Hayat (Hidup), Ilmu (Mempunyai Ilmu) dan Kalam (Berfirman) yang berlangsung terus.
Pada bait-bait
seblumnya telah dijelaskan jika Allah Ta’ala mempunyai sifat berkuasa,
berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara (berfirman).
Dengan demikian, maka secara otomatis Allah Ta’ala mempunyai sifat-sifat
berikut ini :
14. Qodiroon (Dialah Yang Maha Kuasa)
15. Muriidan (Dialah Yang Maha Berkehendak)
16. Aaliman (Dialah Yang Maha Mengetahui)
17. Samii'an (Dialah Yang Maha Mendengar)
18. Hayyan (Dialah Yang Maha Hidup)
19. Bashiiron (Dialah Yang Maha Melihat)
20. Mutakalliman (Dialah Yang Maha Berbicara)
Jika diperinci,
maka dua puluh sifat wajib bagi Allah SWT terbagi menjadi empat criteria,
1. Sifat Nafsiyyah,
yakni sifat untuk menegaskan adanya Allah SWT, di mana Allah SWT menjadi tidak
ada tanpa adanya sifat tersebut. Yang tergolong sifat ini hanya satu, yakni
sifat wujud.
2. Sifat Salbiyyah,
yaitu sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah
SWT. Sifat Salbiyah ini ada lima sifat yakni, 1) Qidam, 2) Baqo', 3)
Mukhalafatu lil hawaditsi, 4) Qiyamuhu binafsihi, dan 5) Wahdaniyyah.
3. Sifat Ma’ani, adalah sifat yang pasti ada pada Dzat Allah SWT. Terdiri dari tujuh sifat, 1) Qudrat, 2) Iradah, 3) Ilmu, 4) Hayat, 5) Sama’, 6) Bashar dan 7) Kalam.
4. Sifat Ma’nawiyyah, adalah sifat yang mulazimah (menjadi akibat) dari sifat ma’ani, yakni 1) Qadiran, 2) Muridan, 3) Aliman, 4) Hayyan, 5) Sami’an, 6) Bashiran, 7) Mutakalliman.
Bait 10
وَجَائـِزٌ بِـفَـضْـلِهِ وَ عَدْلِهِ (10) تَـرْكٌ لـِكُلِّ مُمْـكِـنٍ كَفِعْلِهِ
Dan adalah boleh dengan karunia dan keadilanNya, Allah memiliki sifat Jaiz / boleh (wewenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya
Sifat jaiz Allah SWT ada satu, yakni:
فِعْلُ كُلِّ مُمْكِنٍ أَوْ تَرْكُهُ
"Allah berhak untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan (tidak mengerjakan)-nya."
Tidak ada satu pun kekuatan yang dapat memaksa-Nya. Allah SWT memiliki hak penuh untuk mengerjakan atau mewujudkan suatu perkara. Sebagaimana juga Allah SWT mempunyai pilihan bebas untuk tidak menjadikannya. Firman Allah SWT:
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ. (النحل :40).
"Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia." (QS. an-Nahl : 40).
Tidak seorangpun dari makhluk Allah SWT yang berhak untuk memaksa Allah SWT untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Karena Allah SWT adalah Dzat yang Maha Memaksa dan Maha Kuasa, tidak bisa dipaksa atau dikuasai. Sedangkan usaha dan doa manusia hanya sekedar perantara untuk mengharap belas kasih Allah SWT dalam mengabulkan apa yang diinginkan. Keputusan akhir adalah mutlak ada pada kekuasaa Allah SWT. Firman Allah SWT:
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ. (القصص : 68).
"Dan Tuhanmu
menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada
pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan (dengan Dia)." (QS. al-Qashash : 68).
Bait 11
أَرْسَـلَ أَنْبِيَا ذَوِي فَـطَـانَـهْ (11) بِالصِّـدْقِ وَالتَـبْلِـيْغِ وَاْلأَمَانَهْ
Allah telah
mengutus para nabi yang memiliki 4 sifat yang wajib yaitu Fathonah (Cerdas),
Shiddiq (Jujur), Tabligh (menyampaikan risalah / perintah Allah SWT) dan Amanah
(Dipercaya).
Allah SWT
mengutus para nabi dan rasul untuk menyampaikan serta menyebarkan ajaran Islam
ke muka bumi. Nabi adalah seorang manusia yang menerima wahyu dari Allah SWT,
namun tidak ada perintah untuk disampaikan kepada kaumnya.
Sedangkan rasul,
selain menerima wahyu ia juga diperintahkan untuk menyampaikannya kepada kaum.
Maka bisa dikatakan bahwa setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak semua nabi
adalah rasul.
Sebagai utusan
Allah SWT, mereka adalah manusia-manusia pilihan yang dibekali Allah SWT dengan
keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk Allah SWT yang lain.
Begitu pula mereka diberikan sifat-sifat kesempurnaan sebagai penguat atas
risalah yang dibawa.
Khusus bagi
Rasul, sebagai kesempurnaan dari risalah yang disampaikan, Allah SWT
menganugerahkan empat sifat kesempurnaan, yang pasti dimiliki oleh seorang
rasul Allah SWT. Yakni:
1. Shidiq (Jujur)
Setiap rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Pujian Allah SWT kepada Nabi Ibrahim:
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيْقًا نَبِيًّا. (مريم :41).
"Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi." (QS. Maryam : 41).
Setiap rasul pasti jujur dalam pengakuan atas kerasulannya. Dan apa yang disampaikan pasti benar adanya, karena memang bersumber dari Allah SWT. Firman Allah SAW:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰ، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَىٰ, (النجم : 3-4).
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. an-Najm : 3-4).
2. Tabligh (menyampaikan)
Setiap rasul pasti menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT. Jika Allah SWT, memerintahkan rasul untuk menyampaikan wahyu, seorang rasul pasti menyampaikan wahyu tersebut kepada kaumnya. Dalam al-Qur’an disebutkan:
أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاَتِ رَبِّيْ وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ. (الأعراف : 62).
"Aku
sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan
aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf :
62).
3. Amanah (bisa dipercaya)
Secara bahasa amanah berarti bisa dipercaya. Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya, karena rasul tidak mungkin melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika. Setiap rasul tidak mungkin terperosok ke dalam perzinahan, pencurian, menkonsumsi minuman keras, berdusta, menipu dan lain sebagainya. Rasul tidak mungkin memiliki sifat hasud, riya’, sombong, dusta dan sebagainya. Allah SWT. Berfirman :
أَنْ أَدُّوا إِلَيَّ عِبَادَ اللَّهِ ۖ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ (الدخان : 18).
(dengan berkata): “Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak). Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu," [QS. AD DUKHAN 44:18]
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ
"Sesungguhnya
Allah tidak mencintai orang-orang pengkhianat” (QS. Al Anfal : 58).
Karena jika
mereka berkhianat dengan melakukan perbuatan yang haram atau makruh maka kita
tidak dapat merubah/mengganti perbuatan haram dan makruh karma takut pada
mereka (para Rosul). Allah Ta'ala memerintahkan kita untuk mengikuti mereka
baik ucapan, perbuatan den keadaan (sikapnya).
4. Fathonah (cerdas)
Dalam menyampaikan risalah Allah SWT, tentu dibutuhkan kemampuan dan strategi khusus agar risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik. Karena itu, seorang rasul pastilah orang yang cerdas. Kecerdasan ini sangat berfungsi terutama dalam menghadapi orang-orang yang membangkang dan menolak ajaran Islam. Dalam al-Qur’an disebutkan:
قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ. (هود : 32).
"Mereka berkata: "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." (QS. Hud : 32).
Bait 12
وَجَـائِزٌ فِي حَـقِّهِمْ مِنْ عَرَضِ (12) بِغَيْـرِ نَقْصٍ كَخَـفِيْفِ الْمَرَضِ
Dan boleh didalam
hak Rosul dari sifat manusia. Tanpa mengurangi derajatnya, misalnya sakit yang ringan.
Walaupun sebagai seorang utusan Allah SWT yang memiliki sifat kesempurnaan melebihi makhluk Allah SWT yang lain, namun hal itu tidak akan melepaskan mereka dari fitrah kemanusian yang ada dalam dirinya. Seorang rasul tetaplah sebagai seorang manusia biasa yang berprilaku sebagaimana manusia yang lain.
Para rasul Allah SWT memiliki sifat serta melakukan aktifitas sebagaimana manusia kebanyakan. Sudah tentu yang dimaksud adalah prilaku dan sifat-sifat yang tidak mengurangi derajat kenabian mereka di mata manusia. Seperti makan, minum, tidur, sakit dan semacamnya. Sedangkan prilaku yang dapat merendahkan derajat kerasulannya, mereka tidak pernah melakukannya. Dan inilah yang membedakan mereka dengan manusia yang lain.
Allah SWT Berfirman dalam AL-qur’an:
وَقَالُوا مَالِ هَٰذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ ۙ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا
Dan mereka berkata: "Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?” (Al-furqon : 7).
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ ۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
Dan Kami tidak
mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan
berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi
sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat. (Al-furqon : 20).
Bait 13
عِصْـمَـتُهُمْ كَسَائِرِ الْمَلاَئِكَهْ (13) وَاجِـبَـةٌ وَفَاضَلُوا الْمَـلاَئِكَهْ
Mereka
mendapat penjagaan Allah (dari perbuatan dosa) seperti para malaikat
seluruhnya. (Penjagaan itu) wajib bahkan para Rasul lebih utama dari para
malaikat.
Para Nabi
dan Rosul terjaga dari dosa-dosa (ma'shum) sebagaimana para malaikat terjaga
dari dosa, mereka terhindar dari perbuatan maksiat dan mereka meninggalkan
maksiat. Karena mereka (para Nabi dan Rosul) adalah suri tauladan yang baik dan
contoh yang tinggi sebagai kiblat manusia (tempat mengadu/menghadap).
Allah SWT
telah menjaga para nabi dan rasul dari terjerumus ke dalam perbuatan dosa,
sejak mereka masih kecil, sebelum mereka mengemban risalah Allah SWT, begitu
pula setelah diangkat menjadi nabi dan rasul Allah SWT.
Oleh karena
itu, jika ada seseorang yang mengaku sebagai nabi Allah SWT, namun diantara
perbuatannya ada yang melanggar perintah Allah SWT, atau mempermainkan dan
mempermudah ajaran agama yang dibawa, maka pengakuannya sebagai nabi harus
ditolak.
Bait 14
وَالْمُسْـتَحِيْلُ ضِدُّ كُلِّ وَاجِبِ (14) فَاحْفَظْ لِخَمْسِـيْنَ بِحُكْمٍ وَاجِبِ
Dan sifat mustahil adalah lawan dari sifat yang wajib maka hafalkanlah 50 sifat itu sebagai ketentuan yang wajib.
Sedangkan sifat mustahil bagi rasul adalah kebalikan dari sifat wajib yang empat di atas. Perincian sifat mustahil bagi para rasul tersebut adalah sebagai berikut.:
1. Shidiq (jujur) >< Kidzib (dusta)
2. Amanah (dapat dipercaya) >< Khiyanat (tidak dapat dipercaya)
3. Tabligh (menyampaikan wahyu) >< Kitman (menyembunyikan wahyu)
4. Fathonah (cerdas) >< Baladah (bodoh)
Dengan demikian maka genaplah aqoid lima puluh yang wajib diketahui oleh umat Islam. Aqidah-aqidah itu Wajib bagi kita menghafalkannya yaitu 50 sifat, perinciannya sebagai berikut ini:
⇒ Sifat Wajib bagi Allah ada 20
⇒ Sifat Mustahil bagi Allah ada 20
⇒ Sifat Jaiz bagi Rosul ada 1
⇒ Sifat Wajib bagi Rosul ada 4
⇒ Sifat Mustahil bagi Rosul ada 4
⇒ Sifat Jaiz bagi Allah ada 1
Bait 15
تَفْصِيْلُ خَمْسَةٍ وَعِشْـرِيْنَ لَزِمْ (15) كُـلَّ مُـكَلَّـفٍ فَحَقِّقْ وَاغْـتَنِمْ
Adapun rincian nama para Rosul ada 25 itu wajib diketahui bagi setiap mukallaf, maka yakinilah dan ambilah keuntungannya.
Para rasul Allah SWT sangat banyak, sebagian ulama mengatakan hingga mencapai 315 rasul. Sedangkan nabi Allah SWT mencapai 124.000. Di antara mereka ada yang wajib untuk diketahui dan ada yang tidak wajib.
Nabi dan rasul Allah SWT yang wajib diketahui berjumlah 25, yakni mereka yang disebutkan di dalam al-Qur’an. Adapaun rincian nama-nama 25 Rasul tersebut akan dijelaskan dalam bait selanjutnya.
Bait 16
هُمْ آدَمٌ اِدْرِيْسُ نُوْحٌ هُـوْدُ مَعْ (16) صَالِـحْ وَإِبْرَاهِـيْـمُ كُلٌّ مُـتَّبَعْ
Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih dan Ibrahim (yang masing-masing diikuti berikutnya).
Wajib bagi tiap mukallaf mengetahui nama-nama rosul yang telah disebutkan di dalam Al Qur'an secara terperinci, dan jumlah mereka ada 25 yaitu :
1. Nabi Adam adalah bapak leluhur manusia.
2. Nabi Idris adalah kakek dari ayah Nabi Nuh sebagaimana diriwayatkan dalam hadist Bukhari.
3. Nabi Nuh adalah Nabi yang diselamatkan oleh Allah Ta'ala den juga kaumnya dari tenggelam dengan disertai badai topan. Hanya saja anaknya tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam (akibat adzab Allah) dan beliau terus berdakwah selama 950 tahun lamanya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala :
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَنْ يَسْبِقُونَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (٤).
"Maka ia tinggal diantara mereka selama 1000 tahun kurang 50 tahun" (QS.Al Ankabut : 14).
Beliau dinamakan bapak manusia kedua setelah nabi Adam karena keturunan beliau tersebar di seluruh penjuru dunia sejak masanya hingga masa kini.
4. Nabi Hud adalah Nabi dari keturunan Sam bin Nabi Nuh yang telah diutus Allah ke kaum `Ad. Mereka (kaum `Ad) adalah kaum yang punya keahlian dalam bidang arsitek pembangunan (rumah) den mereka, tinggal di gunung-gunung di daerah Al Qof yang terletak di sebelah timur kota Hadramaut di negara Yaman. Tatkala mereka berbuat dusta kepada Nabi Hud, maka Allah membinasakan mereka dengan angin shorshor. Allah Ta'ala berfirman :
وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ (6) سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَىٰ كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ (7).
"Adapun kaum Ad mereka telah dibinasakan dengan angin sharshar (angin
kencang lagi dingin dan keras suaranya) lagi amat kencang secara beruntun.
Allah menimpakan angin itu kepada rnereka selama 7 malam den 8 hari secara
beruntun, maka kamu lihat kaum `Ad pada waktu itu mati bergelimpangan
seakan-akan rnereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah lapuk (tidak
berisi)" (QS. Al-Haqqoh; 6-7).
5. Nabi Sholih adalah Nabi dari keturunan Sam bin Nabi Nuh, Shohibun Naqoh (gelar Nabi Sholih karena beliau mempunyai mujizat berupa unta). Allah mengutus Nabi Sholih ke kaum Tsamud den mereka (kaum Tsamud) adalah kaum yang punya keahlian memahat gunung-gunung menjadi rumah. Tempat tinggal mereka buat dari batu-batu yang dikenal di kota-kota Nabi Sholih yaitu antara Hijaz dan Syam di sebelah tenggara bumi (daerah) madyan yaitu daerah bersebelahan dengan teluk Agobah. Tatkala mereka mendustakan Nabi Sholih maka Allah membinasakan mereka dengan suara teriakan malaikat Jibril. Allah Ta'ala berfirman :
فَأَمَّا ثَمُودُ فَأُهْلِكُوا بِالطَّاغِيَةِ (5)
"Adapun kaum tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan suara keras
sekali yang melewatu batas (suara mengguntur)" (QS. Al Haqqah : 5).
6. Nabi Ibrahim adalah Kholilulloh (kekasih Allah) dan Bapak para Nabi. Nasab beliau sambung dengan Sam bin Nabi Nuh, dan beliau adalah nabi yang diselamatkan oleh Allah dari siksaan api raja Namrudz. Allah Ta'ala berfirman :
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ (7)
Kami (Allah SWT) berfirman : "Hai api jadilah dingin dan selamatkanlah alas Ibrahim, dan mereka hendak berbuat makar kepada Ibrahim, maka kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi "(QS. Al Anbiya' : 69-70).
Bait 17
لُوْطٌ وَاِسْـمَاعِيْلُ اِسْحَاقُ كَذَا (17) يَعْقُوبُ يُوسُـفُ وَأَيُّوْبُ احْتَذَى
Luth, Ismail dan Ishaq demikian pula Ya'qub, Yusuf dan Ayyub dan selanjutnya.
7. Nabi Luth adalah anak dari saudara Nabi Ibrahim (keponakan Nabi Ibrahim) Kholilulloh yang diperintahkan oleh Allah ke bumi "Yaduum" dimana telah hilang dari raut wajah kaumnya rasa malu (tidak punya malu), karena mereka mendatangi kaum lelaki yang sejenis (homoseks) bukan wanita yang lain jenis. Dan Allah membinasakan mereka dengan cara negeri mereka yang diatas dijadikan di bawah (dibalik) dan dihujani dengan batu dari tanah dan Allah menyelamatkan nabi Luth beserta pengikutnya kecuali istrinya yang dibinasakan beserta orang - orang yang telah dibinasakan (diadzab). Allah Ta'ala berfirman :
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ (٨٢)مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ (٨٣).
"Maka tatkala datang adzab kami, kami jadikan negeri kaum Luth itu
yang diatas jadi dibawaha (dibalik) dan kami hujani mereka dengan batu dari
tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi yang diberi tanda oleh Tuhanmu dan
siksaan itu tiada jauh dari orang-orang yang dzalim"(QS. Hud : 82-83).
8. Nabi Ismail bin
Ibrahim adalah Nabi yang ibunya bernama Hajar, Allah mengutusnya ke Qobilah
Yaman dan Qobilah Amaliq (kata jamak dari kata Amlaqun yaitu qobilah yang
orang-orangnya tinggi tegak/gagah). Orang-orang Amaliq bertempat tinggal di jazirah Arab dari arah Syam.
Kemudian mereka tersebar di berbagai arah setelah Nabi Ismail `alaihi sholatu
wassalam mengeluarkan mereka (mengusir mereka).
9. Nabi Ishaq adalah putera nabi Ibrahim dari isterinya Sarah, sedang Nabi Ismail adalah puteranya dari Hajr, dayang yang diterimanya sebagai hadiah dari Raja Namrud. Tentang Nabi Ishaq ini tidak dikisahkan dalan Al-Quran kecuali dalam beberapa ayat di antaranya adalah ayat 69 sehingga 74 dari surah Hud, seperti berikut :
وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ (٦٩) فَلَمَّا رَأَى أَيْدِيَهُمْ لا تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لا تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَى قَوْمِ لُوطٍ (٧٠) وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ (٧١) قَالَتْ يَا وَيْلَتَا أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ (٧٢) قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ (٧٣) فَلَمَّا ذَهَبَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ الرَّوْعُ وَجَاءَتْهُ الْبُشْرَى يُجَادِلُنَا فِي قَوْمِ لُوطٍ (٧٤) .
"Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang
kepada Ibrahim membawa kabar gembira mereka mengucapkan "selamat".
Ibrahim menjawab: "Selamatlah" maka tidak lama kemudian Ibrahim
menjamukan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan
mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa
takut kepada mereka. malaikat itu berkata " Jangan kamu takut sesungguhnya
kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus untuk kaum Luth.". dan
isterinya berdiri di sampingnya lalu di tersenyum. Maka Kami sampaikan
kepadanya berita gembira akan (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula)
Ya'qub. Isterinya berkata " sungguh mengherankan apakah aku akan
melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua dan suamiku pun dalam
keadaan yang sudah tua juga? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang aneh.
Para malaikat itu berkata " Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan
Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu hai
ahlulbait! sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. Maka tatkala rasa
takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya dia pun bersoal
jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth." (QS. Hud : 69 -
74)
10. Nabi Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Allah mengutusnya
sebagai Nabi ke kaum an'am.
11. Nabi Yusuf bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim.
Rosululloh SAW bersabda, "Nabi mulia anak keturunan Nabi mulia anak
keturunan Nabi mulia anak keturunan Nabi mulia yaitu Nabi Yusuf bin Ya’qub bin
Ishaq bin Ibrahim alaihimussalam" (HR Bukhori dari Ibnu Umar-pada bab awal
penciptaan).
12. Nabi Ayyub adalah Nabi yang disebut oleh para pakar sejarah
sebagai anak Aish bin Ishaq bin Ibrahim yaitu Nabi yang dijadikan contoh suri
tauladan dalam kesabarannya.
Bait 18
شُعَيْبُ هَارُوْنُ وَمُوْسَى وَالْيَسَعْ (18) ذُو الْكِـفْلِ دَاوُدُ سُلَيْمَانُ اتَّـبَعْ
Syuaib, Harun, Musa dan Alyasa', Dzulkifli, Dawud, Sulaiman yang diikuti
13. Nabi Syuaib dikatakan sebagai anak keturunan Madyan bin Ibrahim, dan dikatakan pula bahwa beliau bukan dari keturunan Nabi Ibrahim. Sesungguhnya beliau adalah anak keturunan dari orang-orang yang beriman pada Nabi Ibrahim `alaihissalam dan ikut hijrah dengan Nabi Ibrahim ke negeri Syam. Tetap beliau (Nabi Syuaib) anak dari anak perempuan Nabi Luth (cucu perempuan Nabi Luth dari puteranya). Allah Ta'ala mengutusnya ke penduduk madyan dan mereka adalah penduduk yang mengkufuri Allah dan jelek dalam bermuamalah dengan orang lain yaitu mereka mengurangi timbangan dan ukuran sesuatu dan mereka merusak (dalam mentasarufkan) harta mereka. Tatkala mereka mendustakan Nabi Syuaib, maka Allah membinasakan mereka. Sehingga daerah mereka ditimpa kelaparan karena ulah mereka, seakan-akan mereka tidak dapat mendiaminya dan mereka tidak dapat hidup didalamnya. Allah Ta'ala berfrman,
فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ (91) الَّذِينَ كَذَّبُوا شُعَيْبًا كَأَنْ لَمْ يَغْنَوْا فِيهَا الَّذِينَ كَذَّبُوا شُعَيْبًا كَانُوا هُمُ الْخَاسِرِينَ (92)
"Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah- rumah mereka, yaitu orang-orang yang mendustakan Nabi Syuaib, mereka itulah orang-orang yang merugi"(QS.Al-A'raf 91-92).
Kemudian Allah mengutusnya ke penduduk Aikah dekat dari daerah Madyan. Tatkala mereka mendustakan Nabi Syuaib, maka Allah menimpakan adzab pada mereka pada hari dinaungi awan yaitu Allah menimpakan pada mereka rasa panas selama 7 hari, sehingga air-air mereka kekeringan, kemudian awan itu minggiring mereka. Kemudian mereka berlindung dibawah awan karena rasa panas sekali. Setelah itu awan itu menurunkan hujan api sehingga api itu membakar mereka dan membinasakannya. Dan hari itu disebut dengan Yaumud dzullah. Allah Ta'ala berfirman,
فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمْ عَذَابُ يَوْمِ الظُّلَّةِ ۚ إِنَّهُ كَانَ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (189)
"Kemudian mereka mendustakan Syuaib, lalu mereka ditimpa adzab pada hari mereka dinaungi awan, sesungguhnya adzab itu adalah adzab hari yang besar"(QS. Asy syu'araa : 189).
14. Nabi Harun bin Imran bin Qoohit bin Laway bin Ya'qub.
15. Nabi Musa Kalimullah adalah saudara kandung Nabi Harun, Allah mengutusnya supaya memberi petunjuk pada Fir'aun dan kaumnya.
16. Nabi Ilyasa' bin Akhtub bin 'Ajuuz terrnasuk para Nabi dari kalangan Bani Israil.
17. Nabi Dzulkifli bin Ayyub, namanya yang asli adalah
Basyar. Allah mengutusnya menjadi seorang Nabi setelah bapaknya dan memberi
nama Dzulkifli.
18. Nabi Daud, nasabnya bersambung dengan Yahudza dan
Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim, Allah menjadikannya raja di kalangan Bani Israil.
19. Nabi Sulaiman bin Daud, Allah menjadikannya raja
dikalangan Bani Israil setelah bapaknya Nabi Daud.
Bait 19
إلْيَـاسُ يُوْنُسْ زَكَرِيـَّا يَحْيَى (19) عِيْسَـى وَطَـهَ خَاتِمٌ دَعْ غَـيَّاِ
Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Thaha (Muhammad) sebagai penutup, maka tinggalkanlah jalan yang menyimpang dari kebenaran
20. Nabi Ilyas, nasabnya bersambung dengan Nabi harun
bin. Imron saudara Nabi Musa. Allah mengutusnya ke kaumnya yaitu Bani Israil.
21. Nabi Yunus bin Matta, Allah mengutusnya ke kaumnya
di Nainawa nama daerah di daerah maushil dan Beliau diselamatkan Allah dari
kesedihan yang menimpanya. Beliau disebut Dzun nun maksudnya prang yang ditelan
ikan nun (ikan paus).
22. Nabi Zakaria adalah Nabi dari keturunan Nabi Sulaiman,
dan beliau besar dikalangan Bani Israil, dan Beliau orang yang mendekatkan diri
(pada Allah) dengan cara berqurban di Baitul Maqdis dan membacakan kitab Taurat
pada Bani Israil dan Beliau meninggal dunia secara syahid.
23. Nabi Yahya bin Zakaria dan disebutkan bahwa Beliau
lahir sebelum Al Masih (Nabi Isa As) dan Beliau meninggal dunia secara syahid.
24. Nabi Isa bin Maryam dan Beliau adalah hamba Allah
dan RosulNya dan kalimatulloh (ucapan Allah) yang dilontarkan pada ibunda
Maryam dan sebagai ruhNya (Allah), Beliau adalah Nabi dan Rosul Allah yang
terakhir dari Bani Israil. Dan Beliau mendapat gelar Al Masih. Nama Al Masih
berasal dari bahasa Ibrani yang murni dan berjulukan Ibnu Maryam. Dan termasuk
hikmah Ilahiyah yang jelas bahwasannya Allah menciptakan Nabi Adam tanpa ayah
dan ibu, dan Nabi Isa diciptakan tanpa ayah dan manusia lainnya secara normal
dari ayah dan ibu.
25. Nabi Muhammad SAW adalah penutup para Nabi dan para Rosul dan termasuk pemimpin para umat terdahulu dan akan datang. Allah mengutusnya kepada manusia secara keseluruhan dan memberi rahmat pada alam semesta. Allah Ta'ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan tidak akan Kami utus kamu kecuali sebagai rahmat untuk sekalian alam ". (QS. Al-Anbiya : 107)
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
"Muhammad itu sekali-sekali bukanlah bapak dari seseorang laki-laki diantara kamu tetapi dia adalah Rosululloh dan penutup Nabi-Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. "(QS. Al Ahzab . 40).
Rasul SAW juga bersabda :
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِـيِّينَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي. (سنن الترمذي، 2145).
“Dari Tsaubân ia berkata, Rasûlullâh SAW bersabda, “Sesungguhnya kelak pada
umatku ada tiga puluh orang pendusta. Mereka semua mengaku dirinya sebagai
nabi. (Maka janganlah percaya karena sesungguhnya) akulah akhir para nabi dan
tidak ada nabi setelahku.” (Sunan al-Tirmidzî, 2145).
Ini merupakan nubuwat Rasulullah SAW tentang adanya orang-orang yang
mengaku sebagai nabi setelah beliau. Dan dengan tegas Nabi SAW mengatakan agar
umat Islam tidak mempercayai mereka, karena beliau adalah akhir dan penutup
para nabi.
Keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir begitu kuat tertanam
di dada para sahabat Nabi SAW, sehingga ketika ada yang mengaku sebagai nabi,
serta merta mereka menolaknya, sekaligus menyatakan perang kepada mereka.
Bait 20
عَلَـيْهِمُ الصَّـلاَةُ وَالسَّـلاَمُ (20) وَآلِـهِمْ مـَا دَامَـتِ اْلأَيـَّـامُ
Semoga sholawat dan salam terkumpulkan pada mereka dan keluarga mereka sepanjang masa
Dan mereka para Rosul Sholawatullohi Alaihim wa a'la alihim, mereka telah disebutkan di dalam Al Qur'an karim sebanyak 18 Rosul yang disebutkan dalam surat Al An'am dan 7 Rosul lainnya dalam berbagai ayat.
Dan ada diantara para Nabi dan Rosul yang tidak disebutkan dalam Al Qur'an. Allah Ta'ala berfirman,
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا
"Dan (Kami
telah mengutus) Rosul-rosul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu dahulu dan para Rosul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu"(QS. An Nisa' :
164).
Telah terjadi
perselisihan mengenai jumlah para nabi dan rosul. Dan yang dikenal mengenai hal
itu adalah bahwa jumlah para Nabi yaitu 124.000 dan para Rosul termasuk para
Nabi yaitu 313 (Sebagaimana yang di riwayatkan oleh Ibnu Mardawiyah dari Abu
Dzar r. a. Lihat Ibnu Katsir I/585 ). Syaikh Al Bajuri berpendapat : Pendapat
yang shahih mengenai para Nabi dan Rosul adalah tidak membatasi jumlah dengan
hitungan tertentu karena hal itu bisa menetapkan kenabian pada seorang yang
realitasnya bukan Nabi atau sebaliknya mengingkari kenabian pada seorang
padahal realitasnya dia benar-benar Nabi.
Bait 21
وَالْمَـلَكُ الَّـذِيْ بِلاَ أَبٍ وَأُمْ (21) لاَ أَكْلَ لاَ شُـرْبَ وَلاَ نَوْمَ لَـهُمْ
Adapun para malaikat itu tetap tanpa bapak dan ibu, tidak makan dan tidak minum serta tidak tidur
Umat Islam wajib percaya kepada adanya malaikat sebab hal itu sudah ditegaskan dalam al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT:
ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. (البقرة، 285)
“Rasul Telah
beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami
taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali." (QS. al-Baqarah: 285).
Iman kepada
malaikat artinya adalah meyakini bahwa Allah SWT telah menciptakan makhluk yang
terbuat dari cahaya, dan tidak pernah durhaka kepada Allah SWT.
Malaikat adalah makhluk yang sangat mengagumkan. Mereka tidak makan, tidak minum, tidak tidur, tidak berkeluarga. Mereka dapat merubah bentuk dirinya menjadi manusia, sebagaimana terjadi pada malaikat Jibril ketika menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak jarang ia menampakkan dirinya dalam bentuk manusia.
Masing-masing malaikat diberi tugas oleh Allah SWT. Di antara mereka ada yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu, mencatat amal manusia, menjaga surga, mengikuti dan menghadiri majlis dzikir. Di antara mereka ada yang ditugaskan hanya untk menyembah dan bertasbih kepada Allah SWT. Ada pula yang ditugaskan untuk menjaga badan manusia dan sebagainya.
Para malaikat hanya mengerjakan apa yang diperintahkan Allah SWT kepadanya. Mereka tidak melanggar larangan Allah SWT ataupun sesuatu yang tidak diperintahkan kepadanya. Dalam al-Qur’an disebutkan:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ. (التحريم، 6)
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. al-Tahrim : 6).
Bait 22
تَفْـصِـيْلُ عَشْرٍ مِنْهُمُ جِبْرِيْلُ (22) مِـيْـكَـالُ اِسْـرَافِيْلُ عِزْرَائِيْلُ
Secara terperinci mereka (Malaikat) ada 10, yaitu Jibril, Mikail, Isrofil, dan Izroil
Wajib bagi setiap mukallaf meyakini bahwa Allah mempunyai para malaikat alaihimussalam. Allah Ta'ala berfirman,
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
"Rosul telah bersabda kepada Al Qur'an yang telah diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya den Rosul-rosulNya "(QS, Al Baqarah 285).
Dan mereka para malaikat tidak memiliki sifat sebagaimana yang dimiliki oleh manusia, dan oleh sebab itu mereka (para malaikat) diciptakan tanpa ada perantaranya (melalui) seorang bapak dan ibu. Dan mereka tidak makan, minum dan tidur. Dan mereka tidak bersifat (berjenis) laki-laki, perempuan dan banci.
Malaikat-malaikat Allah SWT banyak sekali, namun yang wajib diketahui hanya sepuluh Yakni,
1. Malaikat Jibril bertugas menyampaikan wahyu Allah SWT.
2. Malaikat Mika’il bertugas memberikan rizki.
3. Malaikat Izra’il bertugas mencabut arwah.
4. Malaikat Israfil bertugas meniup terompet pertanda hari kiamat.
Bait 23
مُنْـكَرْ نَكِـيْرٌ وَرَقِيْبٌ وَكَذَا (23) عَتِـيْدٌ مَالِكٌ ورِضْوَانُ احْتَـذَى
Munkar, Nakir, dan Roqiib, demikian pula ‘Atiid, Maalik, dan Ridwan dan selanjutnya
5. Malaikat Munkar yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur.
6. Malaikat Nakir yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur bersama Malaikat Munkar.
7. Malaikat Raqib / Rokib yang memiliki tanggung jawab untuk mencatat segala amal baik manusia ketika hidup.
8. Malaikat Atid / Atit yang memiliki tanggungjawab untuk mencatat segala perbuatan buruk / jahat manusia ketika hidup.
9. Malaikat Malik yang memiliki tugas untuk menjaga pintu neraka.
10. Malaikat Ridwan yang berwenang untuk menjaga pintu sorga / surga.
Bait 24
أَرْبَـعَـةٌ مِنْ كُتُبٍ تَـفْصِيْلُهَا (24) تَوْارَةُ مُوْسَى بِالْهُدَى تَـنْـزِيْلُهَا
Empat dari Kitab-Kitab Suci Allah secara terperinci adalah Taurat bagi Nabi Musa diturunkan dengan membawa petunjuk.
Iman kepada kitab Allah SWT adalah percaya dan meyakini bahwa Allah SWT telah menurunkan beberapa kitab kepada para rasul-Nya untuk dijadikan pedoman hidup manusia.
Dalam hal ini, beriman kepada kitab Allah SWT mencakup tiga perkara:
1. Percaya bahwa kitab-kitab itu benar-benar diturunkan oleh Allah SWT.
2.
Beriman bahwa Allah SWT telah
menurunkan beberapa kitab yang wajib diketahui. Yakni, al-Qur’an kepada Nabi
Muhammad SAW, Taurat kepada Nabi Musa as, Injil kepada Nabi Isa as dan Zabur
kepada Nabi Dawud as.
3. Mempercayai kepada berita-berita yang dibawa oleh kitab-kitab tersebut.
Kenapa Allah SWT menurunkan kitab kepada para rasul-Nya?
Tidak cukupkah manusia dengan akalnya dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya
dapat menentukan baik dan buruk untuk mencari kebahagiaan dunia dan akhirat? Jawaban dari pertanyaan ini bisa
dilihat dari tiga sisi:
1.
Akal manusia itu sangat
terbatas. Begitu pula dengan ilmu yang diberikan Allah SWT kepada manusia hanya
sedikit sekali. Ibarat setetes air yang berada di samudera yang luas
membentang, itulah gambaran ilmu yang dimiliki manusia dibandingkan dengan ilmu
Allah SWT.
2.
Kalau manusia diberikan
kebebasan sepenuh-nya, maka yang terjadi adalah manusia akan berbeda dalam
mendefinisikan perkara baik yang dapat mengantarkannya menuju kebahagiaan dunia
akhirat, serta perbuatan buruk yang menjadikan hidup manusia menjadi sengsara.
Contoh kecil tentang pergaulan bebas atau seks pra nikah. Bisa saja di suatu
daerah, misalnya di Barat dianggap baik dan tidak akan menimbulkan kerusakan,
tapi dalam budaya timur hal itu merupakan perbuatan asusila yang mendatang-kan
kesengsaraan dunia dan akhirat. Di sinilah fungsi kitab Allah SWT yang
menjelaskan berbagai hukum Allah SWT.
3.
Tidak semua perbuatan dapat
diketahui dengan akal manusia. Ada banyak hal yang membutuhkan petunjuk dari
Allah SWT agar perbuatan itu dapat dikerjakan dengan cara yang benar. Misalnya
tentang tata cara beribadah kepada Allah SWT seperti shalat, puasa dan haji.
Untuk mengetahui cara tersebut harus menunggu penjelasan dari Allah SWT melalui
kitab dan rasul-Nya. Tanpa penjelasan itu maka manusia tidak akan mengetahui
tata cara beribadah yang benar kepada Allah SWT. Inilah diantara beberapa
alasan kenapa Allah SWT menurunkan kitab kepada para rasul-Nya.
Kita harus meyakini bahwa kitab-kitab itu bukan bikinan makhluq, artinya bukan karangan Rasul, tetapi benar-benar dari Allah semata-mata. Dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai berikut :
ءَامَنَ الرَّسُوْلَ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَبِهِ وَاْلمُؤْمِنُوْنَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرَسُلِهِ
“Rasul itu telah
percaya akan apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan segala orang
mu’minpun percaya pula, masing-masing percaya kepada Allah, Malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya dan Utusan-utusan-Nya”. (Al-Baqarah; 285).
Adapun
kitab-kitab Allah tersebut, yang wajib diimani ada empat :Taurat, Zabur, Injil,
dan Al-Qur’an.
1.
Kitab suci Taurat; yang diturunkan kepada Nabi Musa.a.s.
Berisi hukum-hukum syareat dan kepercayaan yang benar.
نَزَّلَ عَلَيْكَ اْلكِتبَ بِاْ لحَقِ مُصَدِقًالِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَةَ وَاْلاِءنْجِيْلَ
“(Tuhan Allah) telah menurunkan kitab kepadamu dengan sebenarnya;
membenarkan kitab yang terdahulu dari padanya, lagi menurunkan Taurat dan
Injil”. (Ali Imran: 3).
Adapaun kitab
Zabur, Injil dan Al-qur’an akan dijelaskan dalam bait selanjutnya
Bait 25
زَبُـوْرُ دَاوُدَ وَاِنْجِـيْـلُ عَلَى (25) عِيْـسَى وَفُـرْقَانُ عَلَى خَيْرِ الْمَلاَ
Zabur bagi Nabi Dawud dan Injil bagi Nabi Isa dan AlQur’an bagi sebaik-baik kaum (Nabi Muhammad SAW).
2. Kita suci Zabur; yang diturunkan kepada Nabi Dawud a.s. berisi do’a-do’a, dzikir, nasehat dan hikmah-hikmah; tidak ada di dalamnya hukum syareat, karena Nabi Dawud diperintahkan mengikuti syareat Nabi Musa a.s.
وَءَاتَيْنَا دَ اوُدَ زَبُوْرَا
“Dan kami telah memberi kitab zabur kepada Nabi Dawud”. (An-Nisa; 163).
3.
Kitab suci Injil; diturunkan kepada Nabi Isa a.s. Kitab
itu berisi seruan kepada manusia agar bertauhid kepada Allah, menghapuskan
sebagian dari hukum-hukum yang terdapat dalam kitab Taurat yang sudah tidak
sesuai dengan zamannya.
4.
Kitab suci Al-Qur’an; diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
berisi syareat yang menghapuskan sebagian isi kitab-kitab Taurat, Zabur, Injil,
yang sudah tidak sesuai dengan zamannya.
شَهْرُرَمَضَانَ الَّذِى أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ
“Pada bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia”. (Al-Baqarah: 185).
Bait 26
وَصُحُـفُ الْخَـلِيْلِ وَالْكَلِيْمِ (26) فِيْهَـا كَلاَمُ الْـحَـكَمِ الْعَلِـيْمِ
Dan lembaran-lembaran (Shuhuf) suci yang diturunkan untuk AlKholil (Nabi Ibrohim) dan AlKaliim (Nabi Musa) mengandung Perkataan dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
Setiap muslim
mukallaf wajib beri’tiqad dan berkeyakinan bahwa Allah menurunkan wahyu kepada
seluruh Nabi dan Rasul melalui perantaraan malaikat Jibril. Wahyu-wahyu
tersebut ada yang ditulis oleh nabi/rasul yang bersangkutan dan ada yang tidak
ditulis. Kumpulan dari
tulisan-tulisan wahyu tersebut ada yang berbentuk “Kitab” dan ada yang
berbentuk “Shuhuf”. Bila ditulis di lembaran-lembaran dan dibukukan (dijilid)
menjadi satu-kesatuan buku disebut “Kitab”, dan bila ditulis di
lembaran-lembaran terpisah dan tidak dibukukan/dijilid disebut “Shuhuf”.
Tentu saja jumlah
seluruh Kitab dan Shuhuf itu sangat banyak, tak terbatas jumlahnya, atau paling
tidak sebanyak jumlah seluruh Nabi dan Rasul. Namun hanya Allah saja yang
mengetahui jumlah yang sebenarnya. Kaum muslimin tidak diwajibkan untuk
mengetahui satu persatu secara terinci seluruh kitab dan shuhuf yang pernah
ada. Tetapi yang wajib diketahui hanya 4 buah kitab dan 2 buah shuhuf. Ke-4
kitab itu adalah : 1) Kitab Taurat milik Nabi Musa, 2) Kitab Zabur milik Nabi
Dawud, 3) kitab Injil milik Nabi Isa, dan 4) kitab Al-Qur’an yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan 2 Suhuf itu adalah : 1) Shuhuf milik Nabi
Ibrohim, dan 2) Shuhuf milik Nabi Musa, sebagaimana yang disinggung oleh firman
Allah:
إِنَّ هٰذَا لَفِى الصُّحُفِ الْأُوْلَى. صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى.
“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat didalam shuhuf yang terdahulu, (yaitu) shuhufnya Nabi Ibrahim dan Nabi Musa” (QS Al-A’la : 18-19).
Bait 27
وَكُـلُّ مَا أَتَى بِهِ الـرَّسُـوْلُ (27) فَحَـقُّـهُ التَّسْـلِـيْمُ وَالْقَبُوْلُ
Segala sesuatu yang disampaikan oleh rasul, maka kewajibannya adalah meyakini dan menerimanya
Umat Islam wajib meyakini dan melaksanakan semua yang dibawa dan disampaikan oleh Rasulullah SAW, baik berupa perintah, larangan atau hal yang terkait dengan kabar tentang hal-hal gaib. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ. (الحشر، 7)
"Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat
keras hukuman-Nya." (QS. al-Hasyr: 7).
Apa yang dibawa
oleh Rasulullah SAW adalah perkara yang wajib diyakini kebenarannya. Termaktub
semuanya di dalam al-Qur’an dan hadits. Ketika Allah SWT dan Rasulullah SAW
menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, maka hal tersebut
wajib diyakini kebenarannya. Begitu pula pengakuan Allah SWT dan rasul-Nya
kepada sahabat nabi, maka wajib bagi umat Islam untuk meyakininya.
Meyakini apa yang dibawa oleh Nabi SAW berarti bahwa umat Islam wajib melaksanakan semua perintah dan menjauhi larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji, berbuat baik kepada semua makhluk Allah SWT, kemudian tidak melakukan pencurian, perzinahan, perusakan lingkungan, aniaya, penipuan dan semacamnya, adalah bentuk dari upaya untuk melaksanakan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dan inilah yang disebut Islam yang sempurna (kaffah) sebagaimana difirmankan Allah SWT:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ. (البقرة : 208)
"Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah: 208).
Bait 28
إِيْـمَـانُنَا بِـيَوْمِ آخِرٍ وَجَبْ (28) وَكُلِّ مَـا كَانَ بِـهِ مِنَ الْعَجَبْ
Keimanan kita kepada Hari Akhir hukumnya wajib, dan segala perkara yang dahsyat pada Hari Akhir.
Maksud dari beriman kepada hari akhir adalah keyakinan yang pasti akan datangnya hari akhir dan sesuatu yang berhubungan dengannya. Dalam masalah iman kepada hari akhir, ada beberapa hal yang harus diyakini oleh seorang mukmin yakni, siksa dan nikmat kubur, hari mahsyar, hisab, surga, neraka dan semacamnya.
1. Beriman Pada Nikmat dan Siksa Kubur
Kita yakin bahwa kematian itu pasti akan menjemput setiap manusia. Dan apabila kematian telah datang kepada seseorang, maka tidak akan bisa dimajukan atau ditunda. Allah SWT berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ (الأعراف : 34)
"Tiap-tiap
umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang waktunya mereka (ajal)
tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula)
memajukannya.” (QS. al-A’raf: 34).
Dan setelah
seseorang dikuburkan, Allah SWT mengembalikan ruh orang tersebut, kemudian
datang dua malaikat yang akan menanyakan beberapa hal kepadanya. Malaikat itu
bertanya kepadanya tentang Tuhan, nabi, agama, kiblat dan saudaranya.
Orang-orang yang dapat menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir adalah mereka yang selama hidupnya selalu berbuat kebaikan, banyak beribadah kepada Allah SWT, serta menolong sesama manusia. Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلاَّ تَخَافُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ. (فصلت، 30)
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka
dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS.
Fusshilat: 30).
Sedangkan
orang-orang yang selama hidupnya selalu diisi dengan kedurhakaan dan tindakan
yang menyengsarakan sesama, akan mendapat siksa dalam kuburnya. Dalam hal ini,
siksa kubur dibagi menjadi dua.
Pertama, Adzab kubur yang berlangsung terus sampai hari kiamat. Yaitu untuk orang tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta orang-orang yang selalu berbuat dosa besar. Sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an tentang keluarga Fir’aun:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَاب. (المؤمن:46)
“Kepada mereka
dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat.
(Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir`aun dan kaumnya ke dalam
azab yang sangat keras”. (QS al-Mukmin: 46).
Kedua, Adzab
kubur yang berlaku sementara. Yakni siksa kubur yang diterima oleh orang mukmin
yang melakukan kemaksiatan. Ia disiksa sesuai dosa yang dilakukan di dunia.
Siksa ini bisa diringankan atau bahkan dihentikan jika apa yang dia terima
sudah dianggap cukup untuk menebus dosa yang pernah dilakukan. Atau ada do’a
dan permohonan ampunan (istighfar) atau kiriman pahala sodakoh, bacaan
al-Qur’an dan lainnya, yang dipanjatkan oleh sanak keluarga, famili, dan
teman-teman yang masih hidup.
Dari sinilah,
bagi segenap kaum muslim yang masih hidup, sebaiknya senantiasa mendo’akan
keluarga, terutama kedua orang tua, sahabat atau seluruh kaum muslimin yang
telah meninggal dunia. Hal itu merupakan salah satu bentuk kepedulian kepada
mereka, sehingga dapat menjalani kehidupan alam kubur dengan tenang dan
bahagia.
Dalam hal inilah,
tradisi tahlilan yang sudah berlaku umum di masyarakat Indonesai perlu terus
dilakukan dan dilestarikan, karena apa yang dibaca dalam acara tersebut
merupakan sesuatu yang memang sangat dibutuhkan oleh orang yang telah meninggal
dunia.
Begitu pula,
setiap selesai shalat lima waktu agar tidak henti-hentinya mendo’akan kedua
orang tua atau keluarga yang telah meninggal dunia, atau dengan mengirimkan
pahala bacaan surat al-Fatihah untuk mereka.
Begitu pula,
setiap selesai shalat lima waktu agar tidak henti-hentinya mendo’akan kedua
orang tua atau keluarga yang telah meninggal dunia, atau dengan mengirimkan pahala
bacaan surat al-Fatihah untuk mereka.
Berkaitan dengan siksa kubur, adakah dalil dalam al-Qur’an dan hadits yang menerangkan tentang siksa kubur? Keyakinan tentang adanya siksa kubur ini telah dijelaskan dalam hadits shohih berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُوْ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairoh,
bahwa Nabi SAW selalu berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu
dari siksa api neraka Jahannam, siksa kubur, ujian dalam kehidupan dan
kematian, dan dari ujian keburukan Dajjal”. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Beriman
Pada Hari Kiamat
Hari kiamat adalah hancurnya seluruh alam semesta. Bumi dan seluruh alam raya serta makhluk yang ada di dalamnya akan binasa. Semua makhluk bernyawa akan menemui kematian. Bumi hancur, langit runtuh dan air laut tumpah. Semua orang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Firman Allah SWT:
إِذَا زُلْزِلَتِ اْلأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ اْلأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ اْلإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4)
"Apabila bumi
digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan
beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: "Mengapa bumi
(jadi begini)?", pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (QS.
al-Zalzalah: 1-4).
Hari kiamat pasti akan terjadi, namun tidak seorangpun yang mengetahui waktu terjadinya kiamat. Manusia dengan segala perangkat ilmu dan tekhnologi yang dimilikinya tidak akan dapat memprediksikan kapan terjadinya hari tersebut. Hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Sebagaimana firman-Nya SWT:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّيْ لاَ يُجَلِّيْهَا لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ لاَ تَأْتِيكُمْ إِلاَّ بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ. (المائدة: 187)
"Mereka
menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah:
"Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku;
tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi
makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu
melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu
benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang
hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui". (QS. al-A’raf: 187).
Manusia hanya diberi pengetahuan tentang tanda-tanda terjadinya kiamat tersebut, agar kita selalu waspada dan terus meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Umumnya tanda kiamat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, tanda-tanda kecil, yakni sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits. Diantaranya adalah ketika Nabi Muhammad ditanya oleh malaikat Jibril tentang hari kiamat. Nabi SAW menjawab:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - مَا الْمَسْئُوْلُ بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ، سَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتْ اْلأَمَةُ رَبَّهَا وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةُ اْلإِبِلِ الْبُهْمُ فِي الْبُنْيَانِ. (صحيح البخاري)
“Dari Abi
Huroiroh, Nabi SAW bersabda kepada orang yang bertanya tentang hari kiamat,
"Orang yang ditanya ditanya tentang hari kiamat tidak lebih tahu dari yang
bertanya. Tetapi saya akan memberitahukanmu tentang tanda-tandanya. Yakni jika
budak wanita telah melahirkan tuannya, jika pengembala onta berlomba-lomba
meninggikan bangunan." (Shahih al-Bukhari [48]).
Tanda-tanda yang
lain misalnya pendeknya waktu, berkurangnya amal, munculnya berbagai fitnah,
banyaknya pembunuhan, pelacuran, kefasikan dan lain sebagainya.
Kedua,
tanda-tanda besar, yakni keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa AS, munculnya
matahari dari Barat, munculnya al-Mahdi, dabbah (binatang ajaib) dan lain
sebagainya.
Hari kiamat
berlansung sangat cepat, ditandai dengan tiupan sangkakala dari malaikat
Isrofil dan matinya seluruh makhluk hidup. Mereka tetap dalam keadaan seperti
untuk masa tertentu sebelum akhirnya dibangkitkan dari alam kubur.
3. Beriman Pada Hari Kebangkitan, Padang Mahsyar dan Siroth
Yang dimaksud beriman kepada hari kebangkitan adalah kita berkeyakinan bahwa Allah SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada di dalam kuburan mereka kemudian di kumpulkan pada satu tempat untuk melakukan penghitungan amal. Allah SWT berfirman:
ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ (15) ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ. (المؤمنو، 15-16)
"Kemudian,
sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian,
Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat."
(QS. al-Mukminun : 15-16).
Kebangkitan
manusia dari alam kubur ditandai dengan tiupan sangkakala yang kedua. Setelah
itu, seluruh manusia dikumpulkan di suatu tempat (Mahsyar) untuk ditimbang amal
baik dan buruk yang telah dilakukan selama hidup di dunia.
يَوْمَ تَشَقَّقُ اْلأَرْضُ عَنْهُمْ سِرَاعًا ذَلِكَ حَشْرٌ عَلَيْنَا يَسِيرٌ. (ق، 44)
"(Yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka keluar) dengan cepat. Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami." (QS. Qaf: 44).
Firman Allah SWT:
هُنَالِكَ تَبْلُو كُلُّ نَفْسٍ مَا أَسْلَفَتْ وَرُدُّوا إِلَى اللهِ مَوْلاَهُمُ الْحَقِّ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ. (يونس، 30)
"Di tempat itu (padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnya dan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan." (Yunus: 30).
Di tengah penantian di padang mahsyar itu, masing-masing orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Tidak ada waktu bagi seseorang untuk memikirkan orang lain.
Firman Allah SWT dalam ayat lain:
وَبَرَزُوا للهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللهِ مِنْ شَيْءٍ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ. (ابراهيم، 21)
"Dan mereka
semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu
berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong,
"Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu
menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?" Mereka
menjawab, "Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami
dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh
ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan
diri." (QS. Ibrahim: 21).
Kecuali nabi
Muhammad SAW, yang dengan keagungan dan kemuliaan yang diberikan Allah SWT
kepadanya, mampu memberikan syafa’at (pertolongan) kepada seluruh umat manusia.
Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa pada saat umat manusia kebingungan karena
suasana hirup pikuk yang terjadi, manusia mendatangi Nabi Adam as, meminta
bantuan agar padang mahsyar bisa selesai. Namun nabi Adam as tidak
menyanggupinya. Begitu pula dengan para nabi yang lain. Akhirnya umat manusia
mendatangi nabi Muhammad SAW untuk meminta syafaat, dan nabi Muhammad SAW pun
memberikan syafaatnya.
Setelah itu, masing masing orang diadili di hadapan Allah SWT. Mereka tidak akan berdusta di hadapan Allah SWT.
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ. (يس، 65)
“Pada hari ini
Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi
kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. Yasin: 65)
Diberikan kitab
yang berisi catatan amal perbuatannya selama di dunia. Orang yang menerima
kitab tersebut dengan tangan kanan, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan di
akhirat. Sedangkan mereka yang menerima kitab itu dengan tangan kiri atau dari
balik punggung, akan menyesal dan susah akan siksa yang diterima.
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ (7) فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا (8) وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا (9) وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ (10) فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا (11) وَيَصْلَى سَعِيرًا. (12)
“Adapun orang yang
diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan
yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan
gembira. Adapun orang yang
diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: "Celakalah
aku". Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).“ (QS.
Al-Insyiqaq: 7-12).
Amal baik dan
buruk manusia ditimbang, sebagai vonis akhir untuk menentukan apakah seseorang
akan masuk surga atau terjerumus ke dalam neraka.
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (8) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ (9). (الأعراف: 8-9)
“Timbangan pada
hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan
kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang
ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf:
8-9).
Di sini, setiap
manusia yang ketika hidup di dunia selalu menjalankan perintah Allah SWT dan
Rasul-Nya, beramal sholeh untuk kebaikan seluruh manusia, akan merasakan air
dari telaga nabi Muhammad SAW (haudhun nabi). Dalam beberapa hadits diceritakan bahwa luas dan
panjang telaga itu sama. Setiap sisi panjangnya satu bulan perjalanan. Airnya
berasal dari telaga al-Kautsar, di tengahnya terdapat dua pancuran dari surga.
Airnya lebih putih dari susu dan lebih dingin dari es, lebih manis daripada
madu, dan lebih wangi dari minyak kasturi. Cangkir-cangkirnya sebanyak bintang
di langit. Orang yang meminum airnya, tidak akan haus selama-lamanya.
Setelah melalui proses padang mahsyar, umat manusia akan melewati siroth. Yakni jembatan yang membentang di atas neraka sebagai satu-satunya jalan menuju ke surga. Karena itu, setiap orang pasti akan melewatinya. Dan setiap orang yang akan masuk surga pasti akan melewatinya. Firman Allah SWT:
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلاَّ وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا. (مريم، 71)
“Dan tidak ada
seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu
adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (QS. Maryam: 71).
Kemampuan
menyeberang juga sangat tergantung dari amal perbuatan selama di dunia. Siapa
saja yang istiqomah di atas jalan yang diridhai Allah SWT, ia akan dapat
menyeberangi sirath tersebut kemudian masuk surga Allah dengan segala
kenikmatan yang ada di dalamnya. Namun bila kehidupan dunia selalu diisi dengan
keburukan dan perbuatan maksiat kepada Allah SWT, akan tergelincir ke dalam
neraka, dan siksa yang amat pedih akan mengisi hari-harinya.
4. Beriman
Pada Surga dan Neraka
Setelah berada di
padang mahsyar dan berjalan di atas siroth, tahap terakhir adalah pilihan
antara surga dan neraka. Di akhirat Allah SWT hanya menyediakan dua tempat
sebagai akhir dari perjalanan manusia. Tidak ada pilihan ketiga, juga tidak ada
suatu tempat di antara surga dan neraka (al-Manzilah bainal manzilataini).
Surga adalah rumah kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang beriman. Diperuntukkan bagi orang-orang yang melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Firman Allah SWT:
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (7) جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ (9). (البينة، 7-8)
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga `Adn yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu
adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah:
7-8).
Di dalamnya terdapat segala kenikmatan dan keindahan, yang tidak pernah terbayangkan di dalam angan dan perasaan manusia di dunia. Tentang nikmat surga ini, al-Qur’an menggambarkannya:
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ ءَاسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ. (محمد، 15)
“(Apakah)
perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa
yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu
yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan
ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS.
Muhammad: 15).
Sedangkan nikmat teragung bagi penduduk surga adalah tatkala mereka melihat Allah SWT secara langsung. Dzat yang Maha Rahasia, yang tidak dapat dibayangkan dan dilihat selama hidup di dunia, akan dapat dilihat secara jelas. Lama atau sebentarnya seseorang melihat Allah SWT tergantung seberapa banyak amal kebajikan yang dilakukan di dunia. Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman:
وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ. (القيامة: 22-23)
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari (akhirat) itu berseri-seri. Kepada Tuhan-Nyalah mereka melihat”. (QS. al-Qiyamah: 22-23).
Hadits Nabi Muhammad SAW. :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّاسَ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ هَلْ تُضَارُّوْنَ فِيْ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ؟ قَالُوْا لاَ ياَ رَسُوْلَ اللهِ قاَلَ فَهَلْ تُضَارُّوْنَ فِيْ الشَّمْسِ لَيْسَ دُوْنَهَا سَحَابٌ؟ قَالُوْا لاَ يَا رَسُوْلَ اللهِ, قَالَ فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَهُ كَذَلِكَ. (صحيح البخاري، رقم 6885)
“Dari Abû Hurairah RA bahwa orang-orang bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, apakah kami bisa melihat Tuhan kami pada hari kiamat? Rasulullah SAW bertanya, ‘apakah mata kalian rusak ketika melihat bulan purnama? Mereka menjawab, ‘Tidak, Rasul’. Rasul bertanya, ‘”Apakah berbahaya pada mata kalian ketika melihat mentari yang tak terhalang awan? Mereka menjawab, ‘Tidak Rasul’. Rasul bersabda, ‘Ya begitulah, kalian akan melihat Tuhan kalian.” (Shahih al-Bukhari [2885])
Dengan redaksi yang lebih jelas Nabi SAW bersabda :
عَنْ جَرِيْرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ النَّبِيّ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عِيَانًا. (صحيح البخاري، رقم 6883)
“Dari Jarir bin
Abdullah RA, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, ‘sesungguhnya kalian akan
melihat Tuhan kalian secara nyata.” (Shahih al-Bukhari [2883]).
Selain menyediakan surga bagi hamba yang taat dan patuh, Allah SWT juga menciptakan neraka sebagai balasan bagi orang-orang yang senantiasa menghiasi kehidupan dunianya dengan perbuatan durhaka kepada Allah SWT. Mereka menjadi bahan bakar api neraka yang menyala-nyala.
Firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ. (التحربم، 6)
“Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim: 6).
Setiap orang yang masuk neraka, akan mendapatkan siksa yang sangat pedih akibat dari perbuatannya di dunia. Mengenai pedihnya siksa neraka al-Qur’an menceritakan:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا. (النساء، 56)
“Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka
ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan
kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’: 56).
Bait 29
خَاتِمَةٌ فِي ذِكْرِ بَاقِي الْوَاجِبِ (29) مِمَّـا عَـلَى مُكَلَّفٍ مِنْ وَاجِبِ
Sebagai penutup untuk menerangkan ketetapan yang wajib, dari hal yang menjadi kewajiban bagi mukallaf.
Bagian bait ini dan seterusnya hingga akhir merupakan bagian akhhir atau bab penutup yang menjelaskan persoalan aqidah selain yang telah dijelaskan sebelumnya di atas yang wajib diyakini oleh setiap muslim mukallaf.
Bait 30
نَبِـيُّـنَا مُحَمَّدٌ قَدْ أُرْسِــلاَ (30) لِلْـعَالَمِـيْـنَ رَحْـمَةً وَفُضِّلاَ
Nabi kita Muhammad telah diutus untuk seluruh alam sebagai Rahmat dan keutamaan diberikan kepada beliau SAW melebihi semua
Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT sebagai nabi terakhir yang membawa rahmat untuk seluruh alam. Tidak hanya untuk manusia tetapi untuk seluruh makhluk Allah SWT yang ada di jagat raya ini. Dalam al-Qur’an ditegaskan:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ. (الأنبياء، 107).
"Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS.
Al-Anbiya’ : 107).
Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang diutus ke dunia dengan membawa risalah yang berlaku sampai akhir jaman. Setelah beliau, Allah tidak akan mengutus Nabi lagi (QS Al-Ahzab: 40). Selain itu, beliau SAW merupakan satu-satunya Nabi/Rasul yang diutus Allah kepada seluruh umat atau bangsa di dunia, sementara para Nabi lainnya hanya untuk kaum/bangsanya sendiri. Di sinilah kelebihan beliau SAW. Beliau SAW bersabda: “Bu’itstu ilan-naasi kaaffah” (Aku diutus untuk seluruh umat manusia). Allah pun juga menegaskan:
وَ مَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيْرًا وَ نَذِيْرًا. وَ لٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ.
“Dan Kami (Allah) mengutus kamu (Muhammad) tiada lainadalah kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS Saba’ : 28).
Syariat Nabi
Muhammad SAW tidak hanya berlaku bagi orang Arab saja, tetapi untuk seluruh
umat manusia. Beda halnya dengan syariat nabi sebelumnya yang hanya berlaku
pada waktu dan untuk umat tertentu. Ajaran Islam juga rahmat bagi seluruh alam,
dengan adanya kepedulian dari agama untuk menjaga lingkungan hidup, tidak boleh
merusak dan mengganggu semua makhluk Allah yang ada di muka bumi.
Salah satu bentuk
rahmat Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW adalah ditangguhkannya siksa
bagi orang-orang yang melanggar aturan Allah SWT, hingga nanti di akhirat.
Tidak seperti yang dialami umat nabi sebelumnya, yang langsung menerima adzab
di dunia atas pelanggaran yang mereka lakukan. Seperti yang menimpa kaum nabi
Luth AS, nabi Musa AS, Nuh AS dan lainnya.
Selain itu, umat Islam wajib meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah makhluk Allah SWT yang paling mulia. Para ulama menegaskan bahwa di antara dua puluh lima rasul Allah SWT yang wajib diketahui, ada lima yang paling utama, yang mendapat gelar ulul azmi. Dan Nabi Muhammad SAW ada di urutan pertama dari kelima nama tersebut.
Kemuliaan Nabi Muhammad SAW dikarenakan keistimewaan syariat yang beliau bawa. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah menyempurnakan ajaran nabi-nabi sebelumnya. Sesuai dengan fitrah manusia, dan tidak membebani manusia dengan sesuatu di luar kemampuan manusia untuk melaksanakannya. Atas dasar inilah, tidak ada ajaran lain yang melebihi keutamaan ajaran Islam.
اَلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَيُعْلَى عَلَيْهِ
"Islam adalah agama yang luhur dan tidak ada yang dapat menandingi keluhurannya."
Akhlak dan kepribadian yang beliau miliki juga menjadi salah satu penyebab keutamaan nabi Muhammad SAW. Keluhuran akhlak nabi Muhammad SAW ditegaskan langsung dalam al-Qur’an pada surat al-Qalam ayat 4.
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم، 4).
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. al-Qalam: 4).
Dalam sebuah hadits:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي. (سنن الترمذي، 3830)
“Dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik kepada keluarga (istrinya). Dan saya adalah orang yang paling baik di antara kamu dalam memperlakukan istriku.” (Sunan al-Tirmidzi, 3830).
Bait 31
أَبـُوْهُ عَبْدُ اللهِ عَبْدُ الْمُطَّلِـبْ (31) وَهَاشِـمٌ عَبْدُ مَنَافٍ يَنْتَسِـبْ
Ayahnya bernama Abdullah putera Abdul Mutthalib, dan nasabnya bersambung kepada Hasyim putera Abdu Manaf
Garis keturunan Nabi Muhammad SAW adalah dari golongan suku Quraisy. Yakni suatu kelompok yang sangat disegani di tanah Makkah. Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdulmuththalib bin Hasyim bin Abdimanaf.
Dalam hal ini, terdapat pertalian darah antara Nabi Muhammad SAW dan Khulafur Râsyidin, terlebih Sayyidina ‘Utsmân RA yang merupakan putra dari sepupu Nabi SAW yakni Arwa, sebagai putri dari bibi Nabi Muhammad SAW yang bernama al-Baidha’ binti Abdul Muththalib. Sedangkan Sayyidina ‘Alî RA adalah sepupu Nabi Muhammad SAW.
Di samping itu, keduanya merupakan menantu Nabi Muhammad SAW. Sayyidina ‘Utsmân menikah dengan dua putri Rasul SAW secara bergantian, yakni Sayyidatuna Ruqayyah RA dan Sayyidatuna Ummu Kultsûm RA. Sedangkan sayyidina ‘Alî RA menikah dengan Sayyidatuna Fâthimah RA.
Begitu pula dengan Sayyidina Abû Bakr RA dan Sayyidina ‘Umar RA yang merupakan mertua Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW menikah dengan Aisyah binta Abû Bakr RA dan Hafshah binta ‘Umar RA.
Inilah
salah satu alasan mengapa Nabi Muhammad sangat mencintai para sahabatnya. Nabi
Muhammad SAW tidak segan-segan memuji para sahabatnya dan menyebutnya sebagai
generasi terbaik Islam.
عَنْ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ. (صحيح البخاري رقم 2457).
“Dari sahabat
'Imron bin Hushain ra ia berkata. Nabi SAW bersabda, “Sebaik-sebaik generasi adalah generasiku, kemudian
generasi sesudahnya lalu generasi sesudahnya”. (Shahih al-Bukhari, [2457]).
Kecintaan itu
juga ditunjukkan oleh ahlul bait atau keluarga Nabi SAW kepada para sahabat,
begitu pula para sahabat yang sangat mencintai dan menghormati keluarga nabi.
Bahkan musibah perselisihan yang terjadi pada sebagian sahabat tidak dapat
dijadikan tanda kalau di antara para sahabat tidak terjalin persaudaraan yang
sangat erat. Justru sebaliknya, jalinan kemesraan yang bertaut di hati mereka
ibarat cinta bersambut, kasih berjawab. Indahnya pergaulan antara keluarga dan
sahabat Nabi SAW harus diteladani oleh umat Islam. Hal ini terungkap dari tutur
kata dan perbuatan mereka mereka yang menunjukkan hal tersebut.
1. Sayyidina Alî berkata tentang sahabat Abû Bakr RA dan Umar RA:
إِنَّ خَيْرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا اَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. (الشيعة منهم عليهم ص/60
Sesungguhnya umat yang paling baik setelah Nabinya adalah Abû Bakar RA dan Umar RA.” (Al-Syî`ah Minhum `Alaihim, 60).
2. Sayyidina Alî juga berkata tentang Sayidina Umar RA sebagai berikut:
لَمَّا غُسِلَ عُمَرُ وَكُفِنَ دَخَلَ عَلِيٌّ وَقَالَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: مَا عَلَى اْلأَرْضِ أَحَدٌ أَحَبُّ إِلَيَّ اَنْ أَلْقَى اللهَ بِصَحِيْفَتِهِ مِنْ هَذِ الْمُسَجَّى بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ. (الشيعة منهم عليهم ص/53
"Ketika
sahabat ‘Umar dimandikan dan dikafani, Sayyidina Alî RA masuk, lalu berkata,
“Tidak ada di atas bumi ini seorangpun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah
SWT dengan membawa buku catatan selain dari yang terbentang di tengah-tengah
kalian ini (yakni jenazah Sayyidina Umar).” (Al-Syî`ah Minhum `Alaihim, 53).
Sikap Sayyidina
Alî RA ini merupakan ekspresi spontan dari lubuk hati terdalam bahwa di dalam
hati beliau benar-benar tertanam jalinan kasih dan tambatan sayang kepada
Sayyidina Umar RA. Sebab mustahil beliau melakukannya sekedar taqiyah
(pura-pura) karena takut pada Sayyidina Umar RA, sebab pada waktu itu Sayyidina
Umar RA telah meninggal dunia.
3. Ucapan Sayyidina Abû Bakar RA, tentang keluarga Rasulullah SAW:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، لَقَرَابَةُ رَسُوْلِ اللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِيْ. (صحيح البخاري رقم: 3730
“Dari Aisyah RA, sesungguhnya Abû Bakar RA berkata, “Sungguh kerabat Rasûlullâh SAW lebih aku cintai daripada keluargaku sendiri.” (Shahîh Bukhârî, [3730]).
4. Pada kesempatan yang lain, Abû Bakar RA juga berkata,
اُرْقُبُوْا مُحَمَّدًا فِيْ أَهْلِ بَيْتِهِ. (صحيح البخاري 3436
“Perhatikan Nabi Muhammad SAW terhadap ahli baitnya.” (Shahîh al-Bukhârî [3436]).
5. Dari 33 putra Sayyidina Ali RA tiga di antaranya diberi nama Abu Bakar, Umar, dan Utsman.
Dari 14 putra Sayyidina Hasan RA dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar, dan di antara 9 putra Sayyidina Husain RA dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar. Pemberian nama ini tentu saja dipilih dari nama orang-orang yang menjadi idolanya, dan tidak mungkin diambil dari nama musuhnya. (Lihat, Al-Hujaj al-Qath’iyyah, hal. 195).
Bagi Ahlussunnah Sayyidina Ali RA adalah hamba Allah yang mulia dan harus dijadikan panutan. Sayyidina Ali RA adalah seorang pemberani dan sekali-kali bukanlah seorang pengecut. Sebagai pemimpin pasukan, di antara sekian banyak peperangan yang dilakukan pada zaman Rasul, beliau selalu menjadi pahlawan yang tak terkalahkan. Karena itu tidak mungkin beliau melakukan sikap pura-pura atau taqiyah apalagi mengajarkannya.
Di samping itu, Sayyidina Ali adalah sosok yang bersih hatinya dan jauh dari sifat balas dendam. Sikap dan prilaku beliau telah membuktikan bahwa beliau bukan jenis manusia yang di dalam hatinya penuh dengan dendam kesumat, karena itu tidak mungkin beliau mengajarkan raj’ah yang identik dengan balas dendam.
Bahkan lebih jauh, kecintaan antara para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW berlangsung hingga keturunan mereka bahkan, berlanjut sampai tingkatan perbesanan. Misalnya Sayyidina Umar RA menikah dengan Ummi Kultsûm RA putri Sayyidina Ali RA, Zaid bin Amr bin Utsmân bin Affân RA menikah dengan Sukainah binti al-Husain bin Ali bin Abî Thâlib. Fathimah binti al-Husain bin Ali bin Abi Thalib menikah dengan Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan lalu mempunyai anak Muhammad. (Nasabu Quraisy li al-Zubairi, juz 4, hal 120 dan 114)
Begitu pula sikap yang dicontohkan oleh Imam Ja'far al-Shâdiq ketika beliau ditanya tentang sikapnya kepada sahabat Abu Bakar dan Umar. Beliau menjawab, “Keduanya adalah pemimpin yang adil dan bijaksana. Keduanya berada di jalan yang benar dan mati dengan membawa kebenaran. Mudah-mudahan rahmat Allah SWT selalu dilimpahkan kepada keduanya hingga hari kiamat.” (Ihqâq al-Haq li al-Syusyturî, juz 1, hal 16).
Dalam konteks ini pula Imam Ja‘far al-Shâdiq RA berkata:
وَلَدَنِيْ أَبُوْ بَكْرٍ مَرَّتَيْنِ. (رواه الدارقطني
“Aku telah
dilahirkan oleh Abû Bakr dua kali." (Riwayat al-Dâraquthni).
Silsilah yang
pertama dari ibunya, yang bernama Ummu Farwah binti al-Qâsim bin Muhammad bin
Abû Bakar al-Shiddîq. Dan kedua dari neneknya yakni istri al-Qâsim yang bernama
Asmâ’ binti Abdurrahmân bin Abû Bakar al-Shiddîq. (Fâthimah al-Thâhirah, RA,
113).
Dengan demikian,
kita harus memberikan penghormatan yang proporsional terhadap keluarga Nabi SAW
dan semua sahabatnya. Kita tidak boleh mencela seorang di antara mereka. Dalam
konteks ini, Imam Abdul Ghani al-Nabulusi berkata:
وَصَحْبُهُ جَمِيْعُهُمْ عَلَى هُدَى تَفْـضِيْلُهُمْ مُرَتَّـبٌ بِلاَ اعْتِدَا
فَـهُمْ أَبُوبَكْرٍ وَبَعْـدَهُ عُمَرْ وَبَعْدَهُ عُثْمَانُ ذُو الْوَجْهِ الأَ غَرْ
ثُمَّ عَلِيٌّ ثُمَّ بَـاقِي الْعَشَرَةْ وَهِـيَ الَّتِيْ فِىْ جَـنَّةٍ مُبَشَّرَةْ
Semua sahabat Nabi SAW selalu mengikuti jalan petunjuk. Keutaman mereka dijelaskan dalam urutan berikut tanpa melampauinya.
Mereka adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman yang memiliki wajah yang cerah.
Kemudian Ali, kemudian sisa sepuluh orang sahabat yang dikabarkan oleh Nabi SAW akan masuk surga.
Semua sahabat Nabi SAW, secara umum selalu mengikuti jalan kebenaran yakni petunjuk Nabi SAW, sehingga kita tidak boleh membicarakan mereka kecuali dengan baik.
Sedangkan sahabat yang paling utama menurut Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah sesuai urutan berikut ini, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, kemudian sisa sepuluh orang sahabat yang dikabarkan akan masuk surga oleh Nabi SAW, yaitu Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Sa'id bin Zaid, Abdurrahman bin Auf dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah.
Di sini mungkin ada yang bertanya, mengapa kita harus menghormati dan mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW tercinta? Untuk menjawab pertanyaan ini, Almarhum Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf –mantan mufti Mesir-, berkata: "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya iman itu tidak akan menjadi kenyataan tanpa dibarengi dengan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Dalam hadits dijelaskan:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.
"Tidak akan menjadi kenyataan iman salah seorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintai oleh kamu melebihi anak, orang tua dan seluruh manusia."
Sedangkan
kecintaan kepada Nabi SAW tidak akan sempurna kecuali disertai dengan mencintai
orang-orang yang dicintai Nabi SAW. Demikian itu menuntut kita untuk mencintai
keluarga Nabi SAW, mencintai kerabat-kerabat Nabi SAW yang dicintainya dan
mencintai para sahabatnya." (Al-Durar al-Naqiyyah hal. 35).
Silsilah nasab
beliau SAW secara garis besar dari jalur ayahnya sebagai berikut:
NABI IBRAHIM –
Nabi Isma’il, … bangsa arab … Adnan – Ma’ad – Nizar – Mudhorr – Ilyas –
Mudrikah – Khuzaimah – Kinanah – Nadhr – Malik – Fihr – Gholib – Luaiy – Ka’ab
– Murroh – Kilaab – Qushoy – Abdu Manaf I – Hasyim – Abdul Muttholib – Abdullah
– NABI MUHAMMAD SAW.
Bait 32
وَأُمُّـهُ آمِـنَةُ الـزُّهْــرِيـَّهْ (32) أَرْضَـعَتْهُ حَلِيْمَـةُ السَّـعْدِيـَّهْ
Dan ibunya bernama Aminah Az-Zuhriyyah, yang menyusui beliau adalah Halimah As-Sa’diyyah
Sedangkan silsilah nasab beliau SAW dari dari jalur ibunya juga sampai ke Nabi Ibrahim & Ismail, tepatnya nasab dari jalur ayah dan ibunya bertemu pada buyutnya yang bernama Kilab, sebagai berikut :
NABI IBRAHIM – Nabi Isma’il....... Kilab – Zuhroh – Abdu Manaf II – Wahab – Aminah - NABI MUHAMMAD SAW.
Jadi, nasab ayah
dan ibu Nabi SAW bertemu pada kakeknya yang bernama Kilab. Sedangkan yang
menyusui Nabi SAW bernama Halimah binti Abi al-Sa’diyyah.
Nabi Muhammad SAW
dilahirkan ibunya yang bernama Aminah dalam keadaan yatim, karena ayahnya yang
bernama Abdullah wafat di kala beliau berusia 3 bulan dalam kandungan. Bayi itu lahir dari rahim Aminah dan
langsung digendong seorang bidan yang bernama Syifa', ibunda sahabat
Abdurrahman bin Auf. Bayinya laki-laki.
Aminah tersenyum
lega. Tetapi seketika ia teringat mendiang suaminya, Abdullah bin Abdul
Muthalib, yang telah meninggal enam bulan sebelumnya di Yastrib (Madinah). Bayi
laki-laki itu oleh kakeknya diberi nama Muhammad (Yang Terpuji).
Kelahiran bayi
yatim yang kelak menjadi Rasul terakhir itu dituturkan dalam Alquran,
''Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?'' (QS
Adh-Dhuha [93]: 6)
Aminah, janda
beranak satu itu, hidup miskin. Suaminya hanya meninggalkan sebuah rumah dan
seorang budak, Barakah Al-Habsyiyah (Ummu Aiman). Sementara sudah menjadi
kebiasaan bangSAWan Arab waktu itu, bayi yang baru dilahirkan akan disusukan
kepada wanita lain.
Wanita yang dipilih biasanya adalah wanita dusun. Alasannya supaya si anak dapat hidup di alam yang segar dan mempelajari bahasa Arab yang baku. Menunggu jasa wanita yang menyusui, Aminah menyusui sendiri Muhammad kecil, selama tiga hari. Lalu dilanjutkan oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab, paman Nabi Muhammad.
Kemudian Muhammad dan bayi kalangan terpandang Arab akan disusui oleh murdi'at (para wanita yang menyusui bayi). Muhammad ditawarkan kepada murdi'at dari Bani Sa'ad yang sengaja datang ke Makkah mencari bayi-bayi yang masih menyusu dengan harapan mendapat bayaran dan hadiah.
Namun, mereka menolak karena Muhammad adalah anak yatim. Tapi, di antara mereka ada Halimah Sadiyah yang belum mendapatkan seorang bayi yang akan disusui. Karena itu, ia mengambil Muhammad sebagai anak susuannya.
Halimah (yang berarti lemah lembut) lantas membawa Muhammad ke dusunnya. Keberadaan Muhammad kecil memberi berkah kepada keluarga Halimah, bahkan bagi kabilahnya. Semula, Halimah hidup serba kekurangan. Tapi semenjak mengasuh Rasulullah, kehidupan rumah tangga Halimah berubah total. Keluarga tersebut kini hidup penuh kedamaian, kegembiraan, dan berkecukupan. Dua tahun kemudian, Halimah membawa Muhammad kecil mengunjungi ibunya. Halimah memohon agar Muhammad diizinkan tinggal kembali bersama Bani Sa'ad. Aminah pun menyetujui.
Selama empat tahun Muhammad bersama mereka kembali. Dusun itu bertambah keberkahan. Domba-domba yang dipelihara Halimah menjadi gemuk dan banyak memberikan air susu walaupun rumput di daerah mereka tetap gersang.
Karena itulah, warga menyuruh anak-anak menggembalakan domba-domba mereka di dekat domba milik Halimah. Harapannya agar domba milik mereka bisa berubah gemuk dan mengeluarkan banyak susu.
Selain itu, saat mengambil Muhammad sebagai anak susuan, susu Halimah bertambah banyak. Ia pun heran. Sebab, selama ini susunya bukan tidak ada tapi tidak begitu banyak. Namun, semenjak mengasuh anak Fatimah, air susunya berlimpah.
Anehnya lagi ketika sudah menyusu di susu sebelah dan hendak diberikan sebelah lain lagi, Muhammad menutup mulut kuat-kuat. Halimah faham Muhammad menginginkan susu yang sebelah adalah untuk saudara sesusuannya, Damrah.
Sejak kecil Allah SWT memang sudah memasukkan jiwa keadilan pada Muhammad kecil, dia tidak ingin mengambil bagian yang bukan untuknya. Muhammad pun tak pernah menangis, tidak seperti anak kecil lainya yang pasti menangis.
Muhammad cilik baru dikembalikan ke Makkah setelah terjadi peristiwa pembelahan dada. Suatu hari, dua malaikat datang menghampirinya dengan membawa bejana emas berisi es. Mereka membelah dada Muhammad dan mengeluarkan hatinya.
Hati itu dibedah
dan dikeluarkanlah gumpalan darah yang berwarna hitam. Kemudian dicuci dengan
es. Setelah itu dikembalikan seperti semula. Mendengar itu, Halimah khawatir
dengan keselamatan Muhammad kecil. Ia dan suaminya sepakat mengembalikannya
kepada ibunya.
Setelah
diserahkan, Halimah sudah tidak mengetahui lagi kabar tentang Muhammad, sebab
untuk mendapat informasi di zaman itu sangatlah susah. Baru ketika usia
Muhammad 40 tahun, terdengarlah berita oleh Halimah, rupanya anak susuannya
menjadi Rasul Allah.
Namun, dia kesulitan menemui Rasulullah SAW. Halimah memeluk Islam dari orang lain dan bukan dari Rasulullah SAW. Hingga suatu hari akhirnya Halimah dapat berjumpa kembali dengan Rasulullah SAW. Halimah pun merasakan kebahagiaan luar biasa. Selepas itu Halimah meninggal dunia. Itulah terakhir kalinya dia berjumpa dengan Rasulullah SAW, putra susuannya itu.
Bait 33
مَوْلـِدُهُ بِمَـكَّـةَ اْلأَمِيْــنَهْ (33) وَفَاتُـهُ بِـطَـيْـبَةَ الْـمَدِيْنَهْ
Lahirnya di Kota Makkah yang aman, dan wafatnya di kota Toyibah (kota Madinah yang indah permai).
Para jumhur ulama
sepakat bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada hari Senin di Kota Makkah dan
wafat juga pada hari Senin di Kota Madinah. Sedangkan untuk tanggal lahir dan
wafat Beliau, timbul perbedaan pendapat diantara para ulama ahli sejarah
sebagai berikut :
· 2 Rabiul Awal menurut Ibnu Abdil Barr
· 5 Rabiul Awal menurut Amiruddin
· 8 Rabiul Awal menurut Ibnul Qayyim, Ibnu
Hazm, Az Zuhri, Ibnu Dihya
· 9 Rabiul Awal menurut Muhammad Suleman
Mansurpuri, Mubarakpuri , Shibli Nomani, Mahmud Pasha Falaki, Akbar Shah Najeeb
Abadi, Moeen ud din Ahmed Nadvi, Abul Kalam Azad
· 12 Rabiul Awal menurut Tabari, Ibnu
Khaldun , Dr hameedullah, Ibnu Hisham, Abul-Hasan ‘Ali ibn Muhammad al-
Mawardi, Ibnu Ishaq
· 10 Rabiul Awal menurut Abul Fida, Abu Jafar al Baqir, Al Waqadi , Al Sha’bi–
· 17 Rabiul Awal menurut pandangan golongan Syiah. Sedang harinya adalah Jum'at.
· 22 Rabiul Awal menurut pendapat yang diatribusikan ke Ibnu Hazm
· 10 Rabiul Awal menurut Abdul Qadir Jailani
Pendapat mayoritas adalah Nabi lahir pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah (50 hari setelah penyerangan pasukan Gajah dari Yaman) atau bertepatan dengan tanggal 30 atau 31 Maret tahun 571 masehi.
Nabi Muhammad meninggal dunia pada hari Senin bulan Rabiul Awal tahun 12 hijrah atau bertepatan dengan tanggal 6 Juni 632 masehi. Menurut versi lain, beliau wafat pada hari Senin 13 Rabiul Awal tahun 11 hijriah atau 8 Juni 632 masehi. Ada beberapa perbedaan tentang tanggal wafatnya Nabi sebagai berikut:
· 13 Rabiul Awal menurut Muhammad Suleman Mansurpure
· 12 Rabiul Awal menurut Mubarakpuri
· 2 Rabiul Awal menurut Ibnu Hajar
· 1 Rabiul Awal menurut Ibnu Jarir
REFERENSI LAHIR DAN WAFAT NABI MUHAMMAD
Rujukan pustaka seputar lahir dan wafatnya Nabi Muhammad S.A.W
KELAHIRAN NABI
· Dari kitab As-Sirah al-Halabiyah diriwayatkan sebuah hadits bahwa Nabi lahir pada hari Senin
عن قتادة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئل عن يوم الإثنين فقال : ذلك يوم ولدت فيه .
Artinya: Dari
Qatadah, bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang hari Senin. Nabi berkata: Itu
adalah hari aku dilahirkan.
· Al-Bairuni dalam kitab Al-Irsyad mengutip
sebuah hadits
أن النبي سُئل عن يوم الإثنين فقال : هذا يوم ولدت فيه ، وبعثت فيه ، وأنزل عليّ فيه ، وهاجرت فيه
Artinya: Nabi pernah ditanya tentang hari Senin. Nabi menjawab: Hari Senin adalah hari aku lahir, diutus sebagai Rasul, turunnya Quran dan hijrahku ke Madinah.
· Syamsuddin bin Salim dalam kitab Al-Ja'far al-Kabir menyatakan
وقد صحّ أن النبي ولد في شهر ربيع الأول في العشرين من نيسان عام الفيل وفي عهد كسرى أنو شروان
Artinya: Adalah sahih (pendapat) bahwa Nabi lahir pada bulan Rabiul Awal tanggal 20 tahun Gajah pada masa kaisar Anu Syarwan.
· Ibnul Amid dalam kitab Mukhtashar at-Tarikh menyatakan
أن النبي ولد ببطحاء مكة في الليلة المسفرة عن صباح يوم الإثنين لثمان خلون من ربيع الأول ، يوافقه من شهور الروم الثاني والعشرين من نيسان سنة 882 للإسكندر
Artinya: bahwa Nabi lahir di Bat'ha, Makkah pada malam dari paginya hari Senin tanggal 8 Rabiul Awal bertepatan dengan bulan Romawi tanggal 22 April tahun 882 tahun Alexander atau tahun 571 masehi.
WAFAT NABI MUHAMMAD
· As-Suhaili dalam kitab Ar-Raud al-Anf menyatakan
وَاتّفَقُوا أَنّهُ تُوُفّيَ - صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ - يَوْمَ الِاثْنَيْنِ إلّا شَيْئًا ذَكَرَهُ ابْنُ قُتَيْبَةَ فِي الْمَعَارِفِ الْأَرْبِعَاءِ قَالُوا كُلّهُمْ وَفِي رَبِيعٍ الْأَوّلِ غَيْرَ أَنّهُمْ قَالُوا ، أَوْ قَالَ أَكْثَرُهُمْ فِي الثّانِي عَشَرَ مِنْ رَبِيعٍ وَلَا يَصِحّ أَنْ يَكُونَ تُوُفّيَ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ إلّا فِي الثّانِي مِنْ الشّهْرِ أَوْ الثّالِثَ عَشَرَ أَوْ الرّابِعَ عَشَرَ أَوْ الْخَامِسَ عَشَرَ لِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ عَلَى أَنّ وَقْفَةَ عَرَفَةَ فِي حَجّةِ الْوَدَاعِ كَانَتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهُوَ التّاسِعُ مِنْ ذِي الْحَجّةِ فَدَخَلَ ذُو الْحَجّةِ يَوْمَ الْخَمِيسِ فَكَانَ الْمُحَرّمُ إمّا الْجُمُعَةُ وَإِمّا السّبْتُ فَإِنْ كَانَ الْجُمُعَةُ فَقَدْ كَانَ صَفَرٌ إمّا السّبْتُ وَإِمّا الْأَحَدُ فَإِنْ كَانَ السّبْتُ فَقَدْ كَانَ رَبِيعٌ الْأَحَدَ أَوْ الِاثْنَيْنِ وَكَيْفَا دَارَتْ الْحَالُ عَلَى هَذَا الْحِسَابِ فَلَمْ يَكُنْ الثّانِي عَشَرَ مِنْ رَبِيعٍ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ بِوَجْهِ وَلَا الْأَرْبِعَاءَ أَيْضًا كَمَا قَالَ الْقُتَبِيّ وَذَكَرَ الطّبَرِيّ عَنْ ابْنِ الْكَلْبِيّ وَأَبِي مِخْنَفٍ أَنّهُ تُوُفّيَ فِي الثّانِي مِنْ رَبِيعٍ الْأَوّلِ وَهَذَا الْقَوْلُ وَإِنْ كَانَ خِلَافَ أَهْلِ الْجُمْهُورِ فَإِنّهُ لَا يُبْعَدُ أَنْ كَانَتْ الثّلَاثَةُ الْأَشْهُرُ الّتِي قَبْلَهُ كُلّهَا مِنْ تِسْعَةٍ وَعِشْرِينَ فَتَدَبّرْهُ فَإِنّهُ صَحِيحٌ وَلَمْ أَرَ أَحَدًا تَفَطّنَ لَهُ وَقَدْ رَأَيْت لِلْخَوَارِزْمِيّ أَنّهُ تُوُفّيَ عَلَيْهِ السّلَامُ فِي أَوّلِ يَوْمٍ مِنْ رَبِيعٍ الْأَوّلِ وَهَذَا أَقْرَبُ فِي الْقِيَاسِ بِمَا ذَكَرَ الطّبَرِيّ عَنْ ابْنِ الْكَلْبِيّ وَأَبِي مِخْنَفٍ
Artinya: Ahli
tarikh Islam sepakat bahwa Nabi Muhammad wafat pada hari Senin kecuali sedikit
yang disebut oleh Ibnu Qutaibah dalam kitab Al Maarif Al Arbiaa. Mereka
menyatkan semuanya dan dalam bulan Rabiul Awal, hanya saja mereka mengatakan,
atau sebagian besar ulama menyatakan pada tanggal 12 Rabiul Awal. Tidak sah
adanya Nabi wafat kecuali pada tanggal 12 atau 13 atau 14 atau 15 dari bulan
itu berdasarkan pada kesepakatan ulama bahwa wafat Nabi tersebut bertepatan
dengan hari Arafah pada Haji wada' adalah hari Jum'at tanggal 9 Dzul Hijjah.
Bulan Dzulhijjah masuk pada hari Kamis, bulan Muharram pada hari Jum'at atau
Sabtu. Apabila Jum'at maka bulan Shafat jatuh pada hari Sabtu atau Ahad
(Minggu) seperti dikatakan Qutaibi. Tabari menuturkan riwayat dari Ibnul Kalbi
dan Abu Mihnaf bahwa Nabi wafat pada tanggal dua bulan Rabiul Awal. Pendapat
ini walaupun berbeda dengan mayoritas ulama namun tidak jauh dari tiga bulan
sebelumnya yang berjumlah 29 hari, maka renungkanlah. Pendapat ini sahih. Saya
melihat pendapat Khawarizmi bahwa Nabi wafat pada awal bulan Rabiul Awal.
Pendapat ini lebih mendekati apabila dikaitkan dengan penuturan Thabari dari
Ibnul Kalbi dan Abu Mihnaf.
Bait 34
أَتَـمَّ قَـبْـلَ الْـوَحْيِ أَرْبَعِيْنَا (34) وَعُـمْـرُهُ قَدْ جَاوَزَ السِّـتِّيْنَا
Sebelum turun wahyu, Nabi Muhammad telah sempurna berumur 40 tahun, dan usia beliau 60 tahun lebih
Nabi Muhammad SAW dilahirkan ibunya, Aminah, di Makkah dalam keadaan yatim karena ayahnya yang bernama Abdullah wafat di kala beliau berusia 3 bulan dalam kandungan. Kemudian beliau disusukan dan diasuh oleh Halimah as-Sa’diyah sampai berusia + 5 tahun. Ibunya wafat di desa Abwa’ pada saat beliau berusia 6, sepulangnya bersama beliau dari menziarahi makam ayah beliau di kota Yasrib (Madinah). Beliau lalu diasuh oleh Kakeknya yang bernama Abdul Muttholib, sampai kakeknya itu wafat di saat beliau berusia 8 tahun. Selanjutnya beliau diasuh dan hidup serumah dengan pamannya yang bernama Abu Tholib, sampai beliau menikah dengan seorang janda kaya raya, Khodijah binti Khuwailid (40 tahun), pada saat beliau berusia 25 tahun. Genap berusia 40 tahun, beliau menerima wahyu pertama kali di Gua Hiro’. Dan sewaktu berusia 63 tahun (menurut kalender hijriyah, atau 60 tahun menurut hitungan kalender masehi), beliau wafat di kota Madinah pada hari senin.
Bait 35
وَسَـبْـعَةٌ أَوْلاَدُهُ فَمِـنْـهُمُ (35) ثَلاثَـةٌ مِـنَ الذُّكـُوْرِ تُـفْهَمُ
Ada 7 orang putera-puteri nabi Muhammad, diantara mereka 3 orang laki-laki, maka pahamilah itu
Rasulullah SAW memiliki 7 orang anak, dengan perincian 3 orang putra dan 4 orang putri. Keterangan mengenai nama-nama putra dan putri Nabi Muhammad SAW akan dijelaskan oleh mushonnif (pengarang kitab) dalam bait selanjutnya.
Bait 36
قَاسِـمْ وَعَبْدُ اللهِ وَهْوَ الطَّيِّبُ (36) وَطَاهِـرٌ بِذَيْـنِ ذَا يُـلَـقَّبُ
Qasim dan Abdullah yang bergelar At-Thoyyib dan At-Thohir, dengan 2 sebutan inilah (At-Thoyyib dan At-Thohir) Abdullah diberi gelar.
Putra pertama Nabi Muhammad SAW bernama Qasim. Al-Qasim seorang laki-laki anak pertama Rasulullah SAW. yang dilahirkan dan meninggal sebelum masuk masa kenabian (masa mulai turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW.), ia meninggal ketika masih berusia dua tahun. Nama putra kedua Nabi Muhammad SAW adalah Abdullah, yang disebut juga at-Thayyib (Baik) dan at-Thahir (Bersih/Suci), ada pula yang berpendapat bahwa nama lainnya adalah at-Thayyib bukan at-Thahir. Mengenai kelahiran Abdullah putra Nabi, ada yang berpendapat bahwa ia lahir ketika telah masuk masa kenabian, tetapi ada pula yang mengatakan kalau ia tak pernah menemui masa kenabian.
Bait 37
أَتَاهُ إبْرَاهِـيْـمُ مِنْ سُـرِّيـَّهْ (37) فَأُمُّـهُ مَارِيَّةُ الْـقِـبْـطِـيَّـهْ
Anak yang ketiga bernama Ibrohim dari Sariyyah (Amat perempuan), ibunya (Ibrohim) bernama Mariyah Al-Qibtiyyah.
Putra ketiga
Rasulullah bernama Ibrahim yang meninggal saat berumur tujuh puluh malam, ada
pula yang mengatakan saat berusia tujuh bulan dan yang lain berpendapat berumur
delapan bulan. Ibrahim lahir dari rahim Mariyah al-Qibthiyyah, seorang budak
wanita keturunan bangsa Qibti (koptik) Mesir.
Bait 38
وَغَيْـرُ إِبْرَاهِيْمَ مِنْ خَـدِيْجَهْ (38) هُمْ سِتَـةٌ فَخُـذْ بِهِمْ وَلِـيْجَهْ
Dan selain Ibrohim, ibu putera-puteri Nabi Muhammad berasal dari Khodijah, mereka ada 6 orang (selain Ibrohim), maka kenalilah dengan penuh cinta.
Selain Ibrahim,
lahir dari rahim ibu Mariyah al-Qibthiyyah. Semua putra-putri Nabi Muhammad
SAW. dilahirkan di Makkah dari rahim istri Nabi SAW. yang pertama, yaitu Siti
Khadijah R.A. Semua putrid (anak perempuan) Rasulullah SAW. pernah mengalami
masa kenabian, masuk Islam dan turut berhijrah ke Madinah.
Bait 39
وَأَرْبَعٌ مِـنَ اْلإِنَاثِ تُـذْكَـرُ (39) رِضْـوَانُ رَبِّي لِلْجَمِـيْعِ يُذْكَرُ
Dan 4 orang anak perempuan Nabi akan disebutkan, semoga keridhoan Allah untuk mereka semua.
Selain memiliki 3 orang putra, Nabi Muhammad SAW mempunyai juga 4 orang putri. Nama-nama putri (anak perempuan) Nabi Muhammad SAW akan disebutkan oleh mushonnif (pengarang kitab) dalam bait selanjutnya.
Bait 40
فَاطِـمَـةُ الزَّهْرَاءُ بَعْلُهَا عَلِيْ (40) وَابْنَاهُمَا السِّـبْطَانِ فَضْلُهُمُ جَلِيْ
Fatimah Az-Zahro yang bersuamikan Ali bin Abi Tholib, dan kedua putera mereka (Hasan dan Husein) adalah cucu Nabi yang sudah jelas keutamaanya
Salah satu putrid putri Nabi SAW bernama Fathimah (Fatimah), yang diperistri oleh ‘Ali bin Abi Thalib. Fathimah dan Sayyidina Ali mempunyai anak yang bernama Hasan, Husain, Muhsin, Ruqayyah, Zainab dan Ummu Kultsum. Adapun Muhsin dan Ummu Kultsum meninggal waktu masih kecil. Hasan bin Ali dan Husain bin Ali adalah 2 cucu Nabi Muhammad SAW yang terus memberi keturunan hingga kini.
Fatimah radhiallahu ‘anha adalah putri bungsu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia dilahirkan lima tahun sebelum kenabian. Pada tahun kedua hijriyah, Rasulullah menikahkannya dengan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Pasangan ini dikaruniai putra pertama pada tahun ketiga hijriyah, dan anak tersebut dinamai Hasan. Kemudian anak kedua lahir pada bulan Rajab satu tahun berikutnya, dan dinamai Husein. Anak ketiga mereka, Zainab, dilahirkan pada tahun keempat hijriyah dan dua tahun berselang lahirlah putri mereka Ummu Kultsum.
Fatimah adalah anak yang paling mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari gaya bicara dan gaya berjalannya. Apabila Fatimah datang ke rumah sang ayah, ayahnya selalu menyambutnya dengan menciumnya dan duduk bersamanya. Kecintaan Rasulullah terhadap Fatimah tergambar dalam sabdanya,
فاطمة بضعة منى -جزء مِني- فمن أغضبها أغضبني” رواه البخاري
“Fatimah adalah bagian dariku. Barangsiapa membuatnya marah, maka dia juga telah membuatku marah.” (HR. Bukhari)
Beliau juga bersabda,
أفضل نساء أهل الجنة خديجة بنت خويلد، وفاطمة بنت محمد، ومريم بنت عمران، وآسية بنت مُزاحمٍ امرأة فرعون” رواه الإمام أحمد
“Sebaik-baik
wanita penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad,
Maryam binti Imran, Asiah bin Muzahim, istri Firaun.” (HR. Ahmad).
Satu-satunya anak Rasulullah yang hidup saat beliau wafat adalah Fatimah, kemudian ia pula keluarga Rasulullah yang pertama yang menyusul beliau. Fatimah radhiallahu ‘anha wafat enam bulan setelah sang ayah tercinta wafat meninggalkan dunia. Ia wafat pada 2 Ramadhan tahun 11 H, dan dimakamkan di Baqi’.
Bait 41
فَزَيْـنَبٌ وَبَعْـدَهَـا رُقَـيَّهْ (41) وَأُمُّ كُـلْـثُـومٍ زَكَـتْ رَضِيَّهْ
Kemudian Zaenab dan selanjutnya Ruqayyah, dan Ummu Kultsum yang suci lagi diridhoi
Selain Fatimah, nama-nama putrid Nabi SAW yang lainnya adalah Zaenab, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum. Zainab adalah anak perempuan Rasulullah SAW. yang tertua, ia melahirkan anak yang bernama ‘Aliy dan Yahya yang keduanya meninggal waktu masih kecil. Sedangkan Ruqayyah merupakan putri Rasulullah SAW. yang diperistri oleh Utsman bin Affan. Ruqayyah wafat pada hari ketika Zaid bin Haritsah menyampaikan berita gembira tentang kemenangan kaum muslimin dalam pertempuran Badar. Adapun Ummu Kultsum adalah putri Nabi SAW. yang dinikahi Utsman bin Affan setelah saudarinya (Ruqayyah) wafat. Ummu Kultsum wafat pada bulan Sya’ban tahun 9 Hijriyah tanpa memiliki anak.
Bait 42
عَنْ تِسْعِ نِسْوَةٍ وَفَاةُ الْمُصْطَفَى (42) خُيِّـرْنَ فَاخْتَرْنَ النَّـبِيَّ الْمُقْتَفَى
Dari 9 istri Nabi ditinggalkan setelah wafatnya, mereka semua telah diminta memilih syurga atu dunia, maka mereka memilih Nabi sebagai panutan.
Bait 42 diatas menjelaskan bahwa ada 9 orang isteri yang mendampingi Rasulullah SAW hingga Beliau wafat. Selain itu, ada 2 orang isteri yang telah wafat mendahului beliau, yakni Khodijah binti Khuwailid dan Zainab binti Khuzaimah. Jadi seluruh isteri Rasulullah SAW adalah 11 orang.
Mereka adalah perempuan-perempuan yang mulia. Kesetiaan mereka telah terbukti dengan menjadi pendamping Nabi Muhammad SAW dalam suka dan duka. Mereka lebih memilih menjadi istri Nabi Muhammad SAW dari pada gelimang harta dan kemewahan dunia. Di dalam al-Qur’an kisah mereka diabadikan:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلاً (28) وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ اْلآخِرَةَ فَإِنَّ اللهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا. (29).
"Wahai Nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini
kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah
dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki
(keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka
sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala
yang besar." (QS. al-Ahzab : 28-29).
Mereka adalah adalah keluarga Nabi. Perempuan-perempuan terbaik yang menjadi ibu dari seluruh umat Islam (ummahatul mukminin). Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ. (الأحزاب، 6).
“Nabi itu lebih utama dari orang mukmin daripada diri mereka sendiri. Dan Istri-istri Nabi adalah ibu mereka.” (QS. al-Ahzab : 6).
Selain para
isteri di atas, Rasulullah SAW juga memiliki beberapa wanita budak yang
kemudian diperisterinya. Diantaranya adalah Roihanah al-Qurazhiyyah dan
Mariyyah al-Qibthiyyah, keturunan bangsa Kopti Mesir yang kemudian melahirkan
putra beliau yang bernama Ibrahim.
Adapun nama-nama
Ke-9 orang isteri yang ditinggalkan Nabi Muhammad SAW setelah wafat, akan
dijelaskan dalam bait selanjutnya.
Bait 43
عَائِشَـةٌ وَحَفْصَـةٌ وَسَـوْدَةُ (43) صَـفِيَّـةٌ مَـيْـمُـوْنَةٌ وَ رَمْلَةُ
Aisyah, Hafshah, dan Saudah, Shofiyyah, Maimunah, dan Romlah
Berikut adalah keteringan singkat mengenai istri Nabi Muhammad SAW :
1. Aisyah binti Abu Bakar. Aisyah adalah satu-satunya istri Muhammad yang masih gadis pada saat dinikahi. Aisyah dinikahkan pada tahun 620 M. Akad nikah diadakan di Mekkah sebelum Hijrah, tetapi setelah wafatnya Khadijah dan setelah Muhammad menikah dengan Saudah. Upacara dilakukan oleh ayahnya Abu Bakar dengan maskawin 400 dirham.
2. Hafsah binti Umar bin Al-Khattab. Hafsah adalah seorang janda. Suami pertamanya Khunais bin Hudhafah
al-Sahmiy yang meninggal dunia saat Perang Badar. Ayahnya Umar meminta Abu
Bakar menikah dengan Hafsah, tetapi Abu Bakar tidak menyatakan persetujuan
apapun dan Umar mengadu kepada nabi Muhammad. Kemudian rasulullah mengambil
Hafsah sebagai istri. Hafsah Binti Umar (wafat 45 H).
3. Saudah binti Zam’ah.
Nabi menikah dengan Sawdah setelah wafatnya Khadijah dalam bulan itu juga.
Sawdah adalah seorang janda tua. Suami pertamanya ialah al-Sakran bin Amr.
Sawdah dan suaminya al-Sakran adalah di antara mereka yang pernah berhijrah ke
Habsyah. Saat suaminya meninggal dunia setelah pulang dari Habsyah, maka
Rasulullah telah mengambilnya menjadi istri untuk memberi perlindungan
kepadanya dan memberi penghargaan yang tinggi kepada suaminya.
4. Shafiyah binti Huyay.
Shafiyah adalah anak dari Huyay, ketua suku Bani Nadhir, yang berdiam di
sekitar Madinah. Dalam Perang Khaibar, Shafiyah dan suaminya Kinanah bin
al-Rabi telah tertawan. Dalam satu perundingan setelah dibebaskan, Safiyah
memilih untuk menjadi istri nabi Muhamad. Sofiah binti Huyai bin Akhtab (wafat
50 H).
5. Maimunah binti al-Harits. Maimunah binti al-Harits bin Hazn bin Bujair bin al-Harm bin Ruwaibah bin
Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’sha’a bin Muawiyah bibi dari Khalid bin
Walid dan Abdullah bin Abbas. Rasulullah SAW menikahinya di tempat yang bernama
Sarif suatu tempat mata air yang berada sembilan mil dari kota Mekah. Ia adalah
wanita terakhir yang dinikahi oleh Muhammad. Wafat di Sarif pada tahun 63 H.
6. Ramlah binti Abu Sufyan
(Ummu Habibah). Ummu Habibah seorang janda. Suami pertamanya Ubaidillah bin
Jahsyin al-Asadiy. Ummu Habibah dan suaminya Ubaidullah pernah berhijrah ke
Habsyah. Ubaidullah meninggal dunia ketika di rantau dan Ummu Habibah yang
berada di Habsyah kehilangan tempat bergantung.
Bait 44
هِنْدٌ وَ زَيْـنَبٌ كَذَا جُوَيـْرِيَهْ (44) لِلْمُـؤْمِـنِيْنَ أُمَّـهَاتٌ مَرْضِـيَّهْ
Hindun dan Zaenab, begitu pula Juwairiyyah, Bagi kaum Mu’minin mereka menjadi ibu-ibu yang diridhoi.
7. Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah). Salamah seorang janda tua mempunyai 4 anak dengan
suami pertama yang bernama Abdullah bin Abd al-Asad. Suaminya syahid dalam
Perang Uhud dan saudara sepupunya turut syahid pula dalam perang itu lalu nabi
Muhammad melamarnya. Mulanya lamaran ditolak karena menyadari usia tuanya.
Alasan umur turut digunakannya ketika menolak lamaran Abu Bakar dan Umar al
Khattab. Lamaran kali kedua nabi Muhammad diterimanya dengan maskawin sebuah
tilam, mangkuk dari sebuah pengisar tepung.
8. Zainab binti Jahsy. Zainab
merupakan istri Zaid bin Haritsah, yang pernah menjadi budak dan kemudian
menjadi anak angkat nabi Muhammad SAW setelah dia dimerdekakan. Hubungan suami
istri antara Zainab dan Zaid tidak bahagia karena Zainab dari keturunan mulia,
tidak mudah patuh dan tidak setaraf dengan Zaid. Zaid telah menceraikannya
walaupun telah dinasihati oleh Nabi Muhammad SAW. Upacara pernikahan dilakukan
oleh Abbas bin Abdul-Muththalib dengan maskawin 400 dirham, dibayar bagi pihak
nabi Muhammad SAW.
9. Juwairiyah (Barrah) binti al-Harits. Ayah Juwairiyah ialah ketua kelompok Bani
Mustaliq yang telah mengumpulkan bala tentaranya untuk memerangi nabi Muhammad
dalam Perang al-Muraisi'. Setelah Bani al-Mustaliq tewas dan Barrah ditawan
oleh Tsabit bin Qais bin al-Syammas al-Ansariy. Tsabit hendak dimukatabah dengan
9 tahil emas, dan Barrah pun mengadu kepada nabi. Rasulullah bersedia membayar
mukatabah tersebut, kemudian menikahinya.
Ke-9 orang isteri
tersebut sepeninggal Nabi Muhammad SAW berstatus sebagai Ummahatul Mukminin
(Ibunya kaum mukminin), sebagai penghormatan terhadap mereka. Oleh karena
kedudukannya yang mulia itu, lalu mereka diharamkan menikah dengan lelaki lain.
وَمَا كَانَ لَكُمْ أَن تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَن تَنكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِن بَعْدِهِ أَبَداً
"Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah
dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia
wafat." (QS.Al Ahzab : 53).
Oleh karena
itulah, umat Islam wajib menghormati mereka, mendo’akan dan membacakan shalawat
kepada mereka.
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ. (صحيح البخاري، 2118).
“Dari Abu Humaid al-Sa’idi, para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, "Bagaimana cara kami membaca shalawat kepadamu?" Rasulullah SAW menjawab, "Bacalah, “Ya Allah m udah-mudahan engkau selalu mencurahkan shalawat kepada Muhammad, istri dan anak cucunya.” (HR. al-Bukhari [2118]).
Bait 45
حَمْـزَةُ عَمُّـهُ وعَـبَّاسٌ كَذَا (45) عَمَّـتُـهُ صَـفِيَّـةٌ ذَاتُ احْتِذَا
Hamzah adalah Paman Nabi demikian pula ‘Abbas, Bibi Nabi adalah Shofiyyah yang mengikuti Nabi.
Pada bait ke-45 di atas, Mushonnif (Pengarang Kitab) menerangkan tentang paman dan bibi Nabi Muhammad SAW yang mengikuti jejak Beliau untuk memeluk agama Islam. Dimana paman Nabi bernama Hamzah dan Abbas, sedangkan bibi Rasulullah SAW bernama Shoffiyah.
Sebenarnya paman dan bibi Rasulullah SAW tidak terbatas 3 orang seperti disebutkan dalam bait di atas. Tetapi seluruhnya berjumlah 17 orang, dengan perincian 12 orang paman dan 6 orang bibi. Namun yang mengikuti jejak Beliau untuk masuk agama Islam ada 3 orang, yakni: 1) Hamzah, 2) ‘Abbas, dan 3) Shofiyyah.
Bait 46
وَقَبْـلَ هِجْـرَةِ النَّـبِيِّ اْلإِسْرَا (46) مِـنْ مَـكَّةَ لَيْلاً لِقُدْسٍ يُدْرَى
Dan sebelum Nabi Hijrah (ke Madinah), terjadi peristiwa Isro’. Dari Makkah pada malam hari menuju Baitul Maqdis yang dapat dilihat.
Satu tahun sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan istimewa yang sekaligus kejadian luarbiasa yang dialami oleh Nabi SAW, yaitu perjalanan Isra’ Mi’raj. Terjadi pada malam Senin tanggal 27 Rajab tahun 621 M.
Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW di malam hari dari Masjid al-Haram (Makkah) ke Masjid al-Aqsha (Palestina). Sedangkan mi’raj adalah naik ke langit, sampai ke langit yang ketujuh bahkan ke tempat yang paling tinggi yaitu Sidrah al-Muntaha. Selama perjalanan antara Makkah dan Baitul Maqdis, beliau singgah dan diperlihatkan jejak-jejak sejarah di beberapa tempat bersejarah, seperti tanah Yatsrib, perbukitan Sinai (Tursina) dan lain-lain.
Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ .(الإسراء، 1)
“Maha Suci Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjid al-Haram (Makkah) ke Masjid al-‘Aqsha (Palestina) yang Kami berkati sekelilingnya untuk Kami perlihatkan ayat-ayat Kami kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. al-Isra’ : 1).
Bait 47
وَبَعْدَ إِسْـرَاءٍ عُرُوْجٌ لِلسَّـمَا (47) حَتَّى رَأَى النَّـبِيُّ رَبًّـا كَـلَّمَا
Setelah Isro’ lalu Mi’roj (naik) keatas sehingga Nabi melihat Tuhan yang berkata-kata
Setelah
perjalanan Isro’, Nabi Muhammad SAW kemudian dimi’rajkan oleh Allah SWT. Mi’raj
adalah perjalanan dari Baitul Maqdis naik ke langit, sampai ke langit yang
ketujuh bahkan ke tempat yang paling tinggi yaitu Sidrah al-Muntaha. Dalam
peristiwa Mi’roj, beliau bertemu dengan arwah para Nabi terdahulu dan peristiwa
aneh sebagai simbol kejadian yang akan dialami umatnya.
Kejadian Isra’
dan Mi’raj dilatarbelakangi oleh meninggalnya dua orang yang selalu membantu
dakwah islamiyyah, yakni paman dan istri beliau, yakni Abu Thalib dan
Sayyidatuna Khadijah. Sekaligus sebagai wisata hati bagi Rasulullah SAW, karena
selama dalam perjalanan, Rasulullah SAW banyak menyaksikan bahkan mengalami
kejadian-kejadian luar biasa, pelajaran yang sangat berguna untuk menempa hati
beliau sebagai seorang nabi dan rasul Allah SWT.
Bait 48
مِنْ غَيْرِكَيْفٍ وَانْحِصَارٍ وَافْـتَرَضْ (48) عَلَيْهِ خَمْسًا بَعْدَ خَمْسِيْنَ فَرَضْ
Berkata-kata tanpa bentuk dan ruang. Disinilah diwajibkan kepadanya (sholat) 5 waktu yang sebelumnya 50 waktu.
Sesampainya di Sidrotul Muntaha, Nabi Muhammad SAW menghadap kehadirat Allah SWT dan dapat melihat secara langsung Zat-Nya, serta melakukan dialog dengan-Nya, yang hal ini tidak dapat digambarkan / diterjemahkan kedalam bahasa manusia.
Saat menghadap
Allah, beliau SAW diperintah menjalankan kewajiban shalat 50 waktu dalam sehari
selama. Atas saran dan
dorongan Nabi Musa, beliau beberapa kali harus bolak-balik berdialog melakukan
tawar-menawar dengan Allah, untuk memohon keringatan. Sehingga Allah akhirnya
menetapkan 5 waktu saja. Kendatipun demikian, pahala 5 waktu sama nilainya
dengan 50 waktu.
Isra’ Mi’raj terjadi di luar kemampuan akal manusia. Secara gamblang, ayat (QS. al-Isra’ : 1), tersebut menyatakan bahwa Allah SWT telah memberangkatkan hamba-Nya untuk melakukan safari suci dengan ruh dan jasad Nabi Muhammad SAW, yaitu isra’ dan mi’raj. Berdasarkan ayat ini mayorits ulama berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan isra’ mi’raj dengan ruh dan jasadnya. Imam Nashiruddin Abu al-Khair ‘Abdullah bin ‘Umar al-Baidhawi mengatakan:
“Dan diperselisihkan apakah isrâ’ dan mi’raj terjadi pada waktu tidur (sekedar mimpi belaka) ataukah dalam keadaan sadar? Dengan ruh (saja) atau sekaligus ruh dan jasadnya? Mayoritas ulama berpendapat bahwa Allah SWT meng-isrâ’-kan Nabi SAW dengan jasadnya (dari Masjid al-Haram) ke Bait al-Maqdis kemudian menaikkan beliau ke beberapa langit sampai berhenti di Sidrah al-Muntahâ.” (Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, juz I, hal 576).
Bait 49
وَبَـلَّـغَ اْلأُمَّـةَ بِاْلإِسْــرَاءِ (49) وَفَـرْضِ خَـمْـسَةٍ بِلاَ امْتِرَاءِ
Dan Nabi telah
menyampaikan kepada umat peristiwa Isro’ tersebut. Dan kewajiban sholat 5 waktu
tanpa keraguan
Kewajiban shalat
lima waktu disampaikan oleh Allah kepada Nabi SAW pada saat isra' mi’raj. Dari sini dapat dipahami tentang keutamaan
shalat dari ibadah yang lain. Perintah shalat disampaikan langsung oleh Allah
SWT, secara pribadi tanpa perantara siapapun. Tidak seperti ibadah lain yang
diwajibkan melalui perantara Malaikat Jibril.
Jika seorang
pimpinan menyampaikan perintah yang secara langsung kepada bawahannya, maka
kualitas perintah itu akan lebih tinggi dari pada sesuatu yang disampaikan
melalui tangan kedua, oleh staf dan bawahannya. Perbuatan itu sangat penting,
sehingga harus disampaikan sendiri.
Dari sisi ini, kita bisa melihat posisi shalat dalam agama Islam. Shalat memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam, sehingga menjadi ruh agama Islam. Karena itu sangat wajar, jika Rasulullah SAW mengatakan bahwa shalat adalah unsur terpenting dalam agama Islam dan amal pertama yang dihitung kelak di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
اَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلاَتُهُ فَاِنْ قُبِلَتْ تُقُبِّلَ عَنْهُ سَائِرُ عَمَلِهِ وَاِنْ رُدَّتْ رُدَّ عَنْهُ سَائِرُ عَمَلِهِ. (رواه الطبراني)
“Amal pertama kali dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya diterima, maka diterimalah semua amalnya, namun bila shalatnya ditolak, maka ditolak pula seluruh amalnya.” (HR. Thabrani).
Berawal dari shalatlah semua perilaku yang baik dan terpuji akan bersemi. Shalat yang sempurna dan khusyu’ serta dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah SWT, akan menjadikan seseorang untuk selalu mengingat Allah SWT, karena itulah tujuan dari shalat tersebut. Firman Allah SWT:
إِنَّنِي أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي. (طه، 14)
“Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (QS. Thaha : 14).
Ketika Allah SWT
telah hadir dalam setiap denyut nadi dan hembusan nafas, maka dari sanalah akan
tersemai segala perbuatan baik dan terpuji. Dan dengan sendirinya semua prilaku
buruk dan tercela akan menjauh. Inilah yang dimaksud oleh Firman Allah SWT:
إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ (العنكبوت : 45)
“Sesungguhnya shalat itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar." (QS. al-Ankabut : 45).
Bait 50
قَدْ فَازَ صِـدِّيْقٌ بِتَصْـدِيْقٍ لَهُ (50) وَبِالْعُرُوْجِ الصِّـدْقُ وَافَى أَهْلَهُ
Sungguh beruntung sahabat Abubakar As-Shiddiq dengan membenarkan peristiwa tersebut, juga peristiwa Mi’raj yang sudah sepantasnya kebenaran itu disandang bagi pelaku Isro’ Mi’roj
Setelah melakukan isra’ mi’raj, Nabi Muhammad SAW kemudian menceritakan kejadian tersebut kepada kaum Quraisy Mekkah, namun tidak seorangpun yang mempercayainya dan menganggap Nabi mengada-ada dan membuat berita palsu. Kecuali satu orang sahabat yang langsung mempercayainya, yakni sahabat Abu Bakar RA. Bahkan beliau berkata, “Jangankan peristiwa itu, lebih aneh dari itupun aku percaya, kalau Nabi Muhammad SAW yang mengatakannya”. Itulah sebabnya beliau diberi gelar as-Shiddiq (seorang yang selalu membenarkan Nabi Muhammad SAW).
Sebelum peristiwa
isra’ mi’raj tersebut, Nabi Muhammad SAW diberi gelar oleh penduduk Makkah
dengan sebutan al-Amin. Yakni orang yang dapat dipercaya. Semua masyarakat
Makkah percaya bahwa perkataan Nabi pasti benar, selalu jujur serta tidak
pernah menipu. Namun ketika Nabi Muhammad SAW menyampaikan cerita isra’ mi’raj,
kebanyakan masyarakat langsung tidak mempercayainya. Hal ini menunjukkan bahwa
isra’ mi’raj adalah kejadian yang sangat luar biasa sehingga mampu menimbulkan
keraguan mayoritas masyarakat Arab kepada Nabi Muhammad SAW.
Namun bagi orang
beriman yang mempercayai bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Kuasa, kejadian
tersebut bukan sesuatu yang mustahil. Sangat mungkin sekali, sebab beliau tidak berangkat dengan kemauan sendiri,
tapi Allah SWT-lah yang berkehendak. Tak ada sesuatu yang mustahil bagi Allah
SWT jika Dia menghendaki, walaupun itu di luar kemampuan manusia.
Ibarat seekor semut yang “menumpang” naik pesawat terbang dari Jakarta menuju Surabaya, kemudian kembali lagi ke Jakarta. Yang pasti, kaum semut tidak akan percaya akan cerita si semut yang telah melakukan perjalanan dalam waktu sesingkat itu. Tapi hal itu sangat mungkin terjadi, sebab dia memakai kendaraan yang kecepatannya tidak pernah terbayangkan oleh kaum semut. (Fiqh Tradisionalis, 250).
Begitu pula dengan isra’ mi’raj Nabi Muhammad SAW. Peristiwa itu tidak akan terbayangkan oleh akal manusia, sebab yang digunakan Nabi SAW adalah kendaraan yang kecepatannya di luar jangkauan serta tidak pernah terbayangkan oleh akal manusia, yakni Buraq.
Bait 51
وَهَـذِهِ عَقِيْـدَةٌ مُخْـتَصَرَهْ (51) وَلِلْـعَـوَامِ سَـهْـلَةٌ مُيَسَّرَهْ
Inilah keterangan Aqidah secara ringkas, bagi orang-orang awam yang mudah dan gampang
Inilah akidah yang wajib diyakini oleh seluruh umat Islam. Akidah yang mudah untuk dipahami, diyakini kemudian diamalkan oleh seluruh umat Islam. Yakni akidah Ahlussunnah Wal-Jama'ah yang merupakan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya kemudian diteruskan oleh ulama salafus shalih dan akhirnya sampai kepada kita.
Bait 52
نَاظِمُ تِلْكَ أَحْـمَدُ الْمَرْزُوْقِيْ (52) مَنْ يَنْتَمِي لِلصَّـادِقِ الْمَصْدُوْقِ
Yang di nadhomkan oleh Ahmad Al Marzuqi, seorang yang bernisbat kepada As-Shodiqul Mashduq (Nabi Muhammad SAW).
Kitab Nadzhom
Aqidatul Awam ini dibuat oleh Syech Ahmad Al-Marzuqi. Nama lengkap beliau ialah
al-Imam al-Allamah Ahmad bin Muhammad bin Ramadhan bin Mansur bin al-Sayyid
Muhammad bin Syamsuddin Muhammad bin al-Sayyid Rais bin al-Sayyid Zainuddin bin
Nasib al-Din bin Nasir al-Din bin Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Rais
Ibrahim bin Muhammad bin Sidi Marzuq al-Kafafi bin Sidi Musa bin Abdullah
al-Muhdh bin al-Imam Hasan al-Muthanna bin al-Hasan al-Sabth ibnu al-Imam Ali
bin Abi Thalib al-Makki al-Marzuqi al-Maliki al-Hasani al-Husanini.
Nasab beliau
bersambung kepada Hasan bin Ali bin Abu Thalib melalui bapa beliau dan
bersambung kepada Hussain bin Ali bin Abu Thalib melalui ibu beliau.
Bait 53
وَ الْحَمْدُ ِللهِ وَصَـلَّى سَـلَّمَا (53) عَلَـى النَّبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ عَلَّـمَا
Dan segala puji bagi Allah serta Sholawat dan Salam tercurahkan kepada Nabi sebaik-baik orang yang telah mengajar
Setelah dibuka dengan hamdalah dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya, pada akhir bait dari pelajaran ini juga ditutup dengan hal yang sama. Selain dimaksudkan sebagai upaya mengharapkan pertolongan Allah SWT serta barokah dari Rasul, keluarga dan sahabatnya, hal ini sekaligus merupakan pengakuan akan kebesaran Allah SWT, serta puji syukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepada mushonnif (pengarang kitab).
Pengakuan bahwa tanpa ada belas kasih dan pertolongan Allah SWT, mushonnif (pengarang kitab) tidak akan mampu untuk menyusun nadham yang ringkas dan dengan bahasa yang gampang untuk dipahami. Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah akal fikiran kepada manusia, sebagai salah satu nikmat yang sangat berharga yang dimiliki manusia. karena dengan akallah manusia dapat dibedakan dari makhluk Allah SWT yang lain.
Bait 54
وَاْلآلِ وَالصَّـحْبِ وَكُلِّ مُرْشِدِ (54) وَكُلِّ مَـنْ بِخَيْرِ هَدْيٍ يَقْتَدِيْ
(Sholawat) Juga kepada keluarga Nabi dan sahabat Nabi serta orang yang memberi petunjuk dan orang yang mengikuti petunjuk.
Selain bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW, mushonnif juga berdoa dengan memohon sholawat dan keselamatan semoga tercurahkan kepada keluarga Nabi dan para sahabat Nabi, serta juga kepada setiap orang yang menunjukkan kebenaran / mursyid (pembimbing, penunjuk jalan yang lurus) dan orang yang mengikuti jalan yang benar, yakni yang mengikuti jalan petunjuk agama Islam.
Bait 55
وَأَسْـأَلُ الْكَرِيْمَ إِخْلاَصَ الْعَمَلْ (55) ونَفْعَ كُلِّ مَنْ بِهَا قَدِ اشْـتَغَلْ
Dan saya (Sayyid Ahmad al-Marzuqi) memohon kepada Dzat Yang Maha pemurah, agar dikarunia ketulusan dalam beramal, dan kemanfaatan bagi semua orang yang mempelajari akidah ini.
Ikhlas merupakan kunci dari semua amal agar diterima oleh Allah SWT. Merupakan perintah Allah SWT kepada semua kaum muslim yang beribadah dan beramal shalih agar selalu ikhlas dalam perbuatannya agar amalannya dapat dicatat oleh Allah SWT sebagai amal baik yang mendapat ganjaran pahala. Firman Allah SWT:
هُوَ الْحَيُّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْد للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. (المؤمن، 65).
“Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam." (QS. al-Mukmin : 65).
Bait 56
أَبْيَاتُهَا ( مَيْـزٌ ) بِـعَدِّ الْجُمَلِ (56) تَارِيْخُهَا ( لِيْ حَيُّ غُرٍّ ) جُمَلِ
Nadhom ini ada 57 bait dengan hitungan abjad, tahun penulisannya 1258 Hijriah.
Pada bait 56
dijelaskan, bahwa seluruh bait-baitnya adalah ”Maizun”, sama nilainya dengan
57. Karena menurut hitungan a-ba-ja-dun, setiap huruf memiliki bobot
nilai. Sama seperti angka romawi
dalam huruf latin. Bobot nilai kata “ميز“adalah“م“ = 40, “ي“ = 10,
dan “ز“ = 7, lalu dijumlah
menjadi = 57, adalah jumlah bait nazhom. Bobot nilai huruf yang tersusun dalam
kata “لي حيّ
غرّ“ (Li Hayyu Ghurrin) :“ل
= 30, “ي“ = 10, “ح“ = 8, “ي“ = 10, “"غ= 1000,
dan “ر“ = 200, lalu dijumlah
menjadi 1258, adalah tahun ditulisnya nazhom. Berikut ini adalah rumus dari
nilai masing-masing dari huruf hijaiyah / a-ba-ja-dun secara keseluruhan :
اَبَـجَدٌ هـوَزٌ ۞حَطَـيَكٌ لَـمَنٌ
سَعَـفَصٌ قَرَشٌ۞ تَـثَخَـذٌ ضَظَغٌ
ط |
ح |
ز |
و |
هـ |
د |
ج |
ب |
ا |
9 |
8 |
7 |
6 |
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ص |
ف |
ع |
س |
ن |
م |
ل |
ك |
ي |
90 |
80 |
79 |
60 |
50 |
40 |
30 |
20 |
10 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ظ |
ض |
ذ |
خ |
ث |
ت |
ش |
ر |
ق |
900 |
800 |
700 |
600 |
500 |
400 |
300 |
200 |
100 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
غ |
||||||||
1000 |
Bait 57
سَـمَّيْـتُهَا عَـقِـيْدَةَ الْعَوَامِ (57) مِـنْ وَاجِبٍ فِي الدِّيْنِ بِالتَّمَامِ
Saya (mushonnif) namakan kitab aqidah ini Aqidatul Awwam, keterangan yang wajib diketahui dalam urusan agama dengan sempurna
Syech Ahmad Marzuqi, pengarang kitab, memberi nama kepada kitab nadzhom ini dengan nama Aqidatul Awam. Ditujukan untuk memberi pengetahuan tentang Aqidah-aqidah yang perlu dipelajari oleh orang yang masih awam, terutama Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dimana aqidah tersebut wajib untuk diketahui dengan sempuran dalam urusan agama Islam.
والله أعلمُ بالـصـواب