Bergaul Dengan Kenalan

Bergaul Dengan Kenalan
Hati-hatilah terhadap mereka karena sesungguhnya engkau tidak mengenal keburukan kecuali dari orang yang telah kau kenal. Adapun seorang teman, maka ia adalah orang yang bisa membantumu, sedangkan seorang awam tak akan berpengaruh bagimu. Sesungguh­nya keburukan itu semuanya berasal dari para kenalan yang menampakkan persahabatan lewat lidah mereka. Oleh karena itu, usahakan untuk mengabaikan mereka. Apabila engkau terpaksa berhadapan dengan mereka di sekolah, di mesjid, di pasar, atau di sebuah negeri, eng­kau tak boleh menghinakan mereka. Sebab, engkau tak mengetahui bisa jadi ia lebih baik darimu.

Jangan pula engkau mengagungkan dunia yang me­reka miliki karena engkau bisa binasa. Sebab, dunia dan isinya dalam pandangan Allah Swt. sangat kecil. Be­tapapun hebatnya penduduk dunia menurutmu, ia tetap jatuh di mata Allah Swt. Engkau tak boleh mengor­bankan agamamu guna mendapat dunia mereka. Orang yang melakukan hal itu pasti menjadi rendah di mata mereka, dan untuk selanjutnya tak akan diberi. Apabila mereka memusuhimu, jangan kau lawan dengan per­musuhan pula karena engkau tak mungkin bisa sabar menghadapi perlawanan mereka karena agamamu dapat menjadi pudar karenanya dan engkau akan kepayahan.

Jangan merasa senang dengan penghormatan, san­jungan, dan kecintaan yang mereka berikan. Karena, se­benarnya satu persen pun hal itu tak ada dalam hati mereka. Jangan engkau kaget dan marah kalau mereka mencelamu ketika engkau tidak ada, karena jika engkau jujur, hal itu juga engkau lakukan bahkan terhadap sahabat, kerabat, guru, dan kedua orang tuamu. Engkau juga menyebut-nyebut di belakang mereka apa yang tak kau ucapkan di hadapan mereka. Jangan engkau ber­sikap tamak terhadap harta, kedudukan, dan bantuan mereka. Karena, orang yang tamak akan gagal pada hari kemudian. Sikap tamak tersebut betul-betul hina. Jika engkau meminta kebutuhanmu pada seseorang, la­lu ia memenuhinya, maka berterima kasihlah pada Allah dan padanya. Tapi manakala orang itu tak bisa membantumu, jangan engkau mencela dan mengeluhkannya karena hal itu bisa menimbulkan sikap permusuhan. Jadilah seorang mukmin yang selalu pemaaf. Jangan menjadi seorang rnunafik yang hanya mencari salah. Katakanlah, “Dia memang tak bisa memberi karena alasan tertentu yang tak kuketahui.”

Jangan sekali-kali engkau menasihati seseorang sebelum terlebih dahulu engkau melihat tanda-tanda ia akan menerimanya. Jika tidak, ia tak akan mendengar dan hanya akan menjadi musuhmu. Jika mereka berbuat salah dalam satu persoalan dan mereka tetap tak mau belajar, maka jangan engkau mau mengajari mereka. Sebab mereka hanya akan memanfaatkan ilmumu dan akan menjadi musuhmu. Kecuali jika sikap mereka itu terkait dengan maksiat yang mereka lakukan, maka ingatkan mereka pada kebenaran secara lemah lembut dan tidak kasar. Jika engkau lihat sikap mereka baik, bersyukurlah kepada Allah yang telah menjadikanmu dicintai oleh mereka. Tapi kalau mereka bersikap buruk, maka serahkan diri mereka kepadaAllah Swt. Dan berlindunglah engkau pada Allah Swt. dari keburukan mereka itu. Jangan engkau mencerca mereka. Begitu pula, jangan engkau berkata pada mereka, “Mengapa engkautak menghormatiku? Aku adalah Fulan bin Fulan. Aku seorang yang mulia dalam segi ilmu.” Itu adalah ucapan seorang yang dungu. Orang yang paling dungu adalah orang yang menganggap dirinya bersih lalu menyanjung diri sendiri. Ketahuilah bahwa Allah Swt. membuat mereka bisa menguasaimu akibat dosamu sebelumnya. Oleh karena itu, istigfarlah terhadap dosamu itu dan sadarlah bahwa hal itu merupakan hukuman Allah atasmu. Perhatikan hak-hak mereka, abaikan perbuatan batil mereka, ungkapkan kebaikan mereka, serta diamkan keburukan mereka. Janganlah engkau bergaul dengan Para fakih, terutama mereka yang sibuk dengan perselisihan dan perdebatan. Waspadalah terhadap mereka. Karena kedengkian, mereka memang sedang menantikanmu terjatuh dalam keraguan, lalu mematahkanmu dengan prasangka, mata mereka menguntitmu dari belakang, mereka terus mengingat kesalahanmu saat bergaul dengan mereka sehingga hal itu bisa menjadi senjata untuk menghadapimu ketika mereka marah dan berdebat kusir. Mereka tak akan memaafkan dan mengampuni kesalahanmu itu, serta tidak pula menutupi aibmu. Me­reka selalu membuat perhitungan denganmu, dengki baik pada yang sedikit maupun yang banyak, serta te­rus menghasungmu untuk mencela dan membenci te­man dan saudara. Jika senang, mereka akan bertutur kata manis. Sebaliknya, jika marah dalam hati mereka terpendam murka. Dari luar yang tampak pakaiannya, sementara dari dalam mereka layaknya serigala. Inilah yang terjadi pada sebagian besar mereka, kecuali orang­-orang yang dilindungi Allah Swt. Bergaul dengan me­reka hanya membawa kerugian dan berteman dengan mereka hanya membawa penyesalan.

Itu sikap mereka yang menunjukkan persahabatan denganmu. Lalu bagaimana dengan mereka yang jelas-­jelas memusuhimu? Al-Qadhi Ibn Ma’ruf rahimahullah Ta’ala. berkata:

Berhati-hatilah terhadap musuhmu sekali
namun berhati-hatilah terhadap temanmu seribu kali
Bisa jadi temanmu itu berubah
dan dikenal paling berbahaya
Makna yang sama juga terdapat dalam syair berikut:
Musuhmu lebih bermanfaat daripada sahabatmu
Maka itu, jangan engkau memperbanyak sahabat
Sungguh kebanyakan penyakit yang kau lihat
berasal dari makanan atau minuman
Berusahalah engkau menjadi seperti yang dikatakan oleh Hilal bin al-Ala’ ar-Raqi:
Ketika aku memberi maaf dan tidak dengki pada seseorang
Aku istirahatkan diriku dari risaunya permusuhan
Aku hormati musuhku manakala melihatnya
guna menghilanghan keburukanku dengan penghormatan
Aku tampakkan keceriaan pada orang yang kumurka
Seakan-akan ia telah membuat hatiku bahagia
Aku tak selamat dari orang yang tak kukenal
maka bagaimana aku bisa selamat dari orang yang kucinta
Manusia adalah penyakit dan obatnya adalah meninggalkan mereka
tapi memusuhi mereka berarti memutuskan hubungan saudara
Berdamailah dengan mereka agar engkau selamat dari musibahnya
dan usahakan selalu untuk mendapatkan cinta
Bergaullah dengan manusia dan sabarlah dalam menghadapi mereka
Hendaknya engkau tuli, bisu, dan buta, serta warak

Demikian pula hendaklah engkau seperti yang disebutkan oleh Para ahli hikmat: Hadapilah  teman yang dan musuhmu dengan wajah rida, tidak bersikap hina, dan tidak pula takut pada mereka. Sebaliknya engkau harus berwibawa, tapi tidak sombong dan harus bersikap tawadu. Jadi, pada semua persoalan, engkau harus bersikap pertengahan. Sebab, semua yang ekstrem akan tercela, sebagaimana disebutkan:
Engkau harus bersikap pertengahan karena ia
merupakan cara yang tepat menuju jalan yang benar
Jangan engkau teledor atau keterlaluan di dalamnya
karena masing-masing sikap itu adalah tercela

Jangan engkau melihat ke arah samping, jangan banyak menoleh ke belakang, serta jangan memperhatikan kelompok-kelompok orang. Apabila engkau duduk, maka duduklah dengan tidak tergesa-gesa. Hindarilah mema­sukkan jari-jarimu ke dalam jari-jari yang lain, memai­nkan janggut atau memainkan cincinmu, membersihkan gigi, memasukkan jari ke hidung, banyak meludah, meng­usir lalat dari wajah, serta hilir-mudik di depan orang-­orang dan di dalam salat.
Duduklah dengan tenang. Aturlah bicaramu dan de­ngarkan ucapan yang baik yang datang dari orang lain dengan tidak keterlaluan dalam menunjukkan kekagum­an. Jangan memintanya untuk mengulang. Berpalinglah dari pembicaraan yang membuat tawa dan yang berupa kisah. Jangan engkau beritakan kekagumanmu tentang anakmu. Juga, jangan kau sampaikan syair, pembicara­an, tulisan, serta semua yang khusus untukmu. Jangan berhias seperti wanita. Jangan merendahkan diri seperti seorang budak. Jangan terlalu banyak bercelak dan di­poles. Jangan memaksa ketika butuh dan jangan meng­hasung orang lain untuk berbuat lalim.
Jangan engkau memberitahukan jumlah harta keka­yaanmu kepada salah seorang keluargamu, kepada anak­mu, apalagi kepada orang lain. Karena, jika mereka me­lihatnya sedikit, engkau akan hina di mata mereka dan jika banyak, mereka tak akan senang kepadamu. Hin­dari mereka tapi tidak dengan sikap keras. Lembutlah pada mereka tapi tidak dengan sikap lemah. Jangan eng­kau candai ibumu atau budakmu, karena dengan de­mikian harga dirimu bisa jatuh. Apabila engkau ber­selisih maka tetap jaga wibawa dan kehormatan. Jangan sampai engkau berbuat jahil dan tergesa-gesa. Berpikir­lah terlebih dahulu sebelum mengeluarkan argumen. Jangan banyak menunjuk dengan tangan. Jangan ba­nyak menoleh ke orang di belakangmu. Jangan berlutut.

Apabila marahmu telah mereda, baru berbicara. Jika sultan atau penguasa mendekatimu, engkau harus betul-betul waspada terhadapnya. Hindarilah teman yang ada maunya, karena ia musuh yang paling utama. Dan jangan sampai engkau lebih memuliakan harta ketim­bang kehormatanmu.
Penjelasan ini cukup bagimu sebagai permulaan dari sebuah hidayah. Cobalah dirimu untuk mengaplikasi­kannya. Jadi ada tiga bagian: melakukan amal ketaatan, meninggalkan maksiat, dan bergaul dengan sesama. Itu semua sudah mencakup hubungan antara seorang ham­ba dan Khalik serta makhluk-Nya. Jika engkau merasa hal itu sesuai dengan dirimu, kemudian engkau condong serta ingin melakukannya, berarti Allah telah memercik­kan cahaya iman ke dalam hatimu dan telah melapang­kan dadamu.
Sadarilah bahwa permulaan ini mempunyai akhir dan di baliknya ada berbagai rahasia, pengetahuan, dan hal-hal yang tersingkap. Semua itu telah kami jelaskan dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin. Karena itu berusahalah untuk mempelajarinya. Namun, jika engkau merasa berat dalam melakukan berbagai pelajaran di atas, lalu mengingkarinya dan engkau berkata pada dirimu sendiri, “Apa gunanya ilmu tersebut dalam forum para ula­ma? Kapankah pengetahuan tersebut bisa membuatmu mengalahkan para rekan dan rival? Bagaimana ia bisa menaikkan kedudukanmu di pemerintahan? Bagaimana mungkin ia bisa menyebabkanmu memperoleh harta ser­ta jabatan ahli wakaf dan hakim?” Maka sadarlah bahwa setan telah menjerumuskanmu dan telah membuat mu lupa terhadap tempat kembalimu. Maka itu carilah setan lain yang sejenis denganmu guna mengajarkan apa yang kau sangka bermanfaat dan bisa mengantarmu memperoleh keinginanmu. Kemudian, ketahuilah bahwa milikmu yang berada di tempatmu tidak betul-betul murni menjadi milikmu apalagi yang berada di desa.atau di negerimu. Selain itu, engkau juga tak kan men­dapat kekayaan abadi dan nikmat yang kekal di sisi Tuhan.

Wassalamualaikum wa rahmatullah wa barakaatuhu. Segala puji bagi Allah, Yang Mahapertama, Yang Maha Ter­akhir, Yang Mahatampak dan Yang Maha Tersembunyi. Tak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung. Salawat dan salam atas Nabi Muhammad, beserta keluarga dan pa­ra sahabat beliau semua.

TAMMAT