Makna dari keyakinan-keyakinan (‘aaqo-id) ini semuanya terkumpul dalam ucapan : laa ilaaha illal-lloh muhammadur rosuululloh . Penjelasannya sebagai berikut :
1. Karena maknauluhiyyah (ketuhanan) adalah tidak butuhnya Tuhan (al-ilaah) dari segala sesuatu selain-Nya, dan butuhnya segala sesuatu selain-Nya kepada-Nya. Jadi makna laa ilaaha illal-lloh : Tiada dzat yang tidak membutuhkan segala sesuatu selain-Nya, dan tiada dzat yang segala sesuatu selain-Nya membutuhkan- Nya, selain Alloh swt.
2. Adapun ketidakbutuhan (istighnaa’) Alloh swt. dari segala sesuatu selain-Nya, itu mewajibkan (memastikan) Alloh ituwujud (ada),qidam (dahulu),baqo (kekal), mukholafatul lil khawadits (beda dengan makhluq), qiyamuhu bi nafsih(berdiri sendiri) dan dibersihkan dari kekurangan-kekurangan. Dan masuk juga ke dalamnya sifat wajibsama’ (mendengar),bashor (melihat) dankalam (berfirman), karena seandainya sifat-sifat ini tidak wajib bagi Alloh, maka pastilah Dia membutuhkan pembuat/pembaharu (muhdits), tempat, atau sesuatu yang menghilangkan kekurang-kurangan itu darinya.
3. Dari ketidakbutuhan Alloh juga bisa diambil pengertian, bersihnya Alloh dari tujuan-tujuan (ghordh) pada perbuatan-perbuatan dan hukum-hukum-Nya. Andai tidak bersih, maka pasti membutuhkan sesuatu yang bisa menghasilkan tujuan- Nya. Bagaimana hal itu terjadi ? Padahal Alloh swt tidak membutuhkan sesuatu selain diri-Nya.
4.Dari ketidakbutuhan Alloh juga bisa diambil pengertian bahwa Alloh tidak wajib melakukan sesuatu yang mumkin dan tidak wajib meninggalkannya, karena seandainya hal itu secara akal wajib, seperti memberi pahala, maka pastilah Alloh swt membutuhkan hal itu, supaya sempurna tujuan-Nya, padahal tidak wajib bagi Alloh swt kecuali sesuatu yang sempurna bagi-Nya. Bagaimana itu terjadi?, padahal Alloh swt tidak butuh segala sesuatu selain-Nya!.
5.Adapun butuhnya segala sesuatu selain-Nya kepada Alloh swt, maka itu mewajibkan (memastikan) Alloh bersifat hayat (hidup), qudroh (kuasa), irodah (berkehendak) dan ilmu (mengetahui), karena seandainya Alloh tidak bersifat seperti itu, maka tidaklah mungkin untuk bisa mewujudkan makhluq (khawadits) sedikitpun, sehingga tidak ada sesuatupun yang membutuhkan-Nya. Bagaimana itu terjadi?, padahal Alloh-lah dzat yang segala sesuatu selain-Nya, sangat membutuhkan-Nya.
6. Dari butuhnya segala sesuatu selain-Nya pada-Nya, juga mewajibkan Alloh bersifat wahdaniyyah (esa), karena seandainya ada dzat kedua selain Alloh yang mempunyai sifat ketuhanan (uluhiyyah), maka pastilah tidak ada sesutupun yang membutuhkan-Nya, karena lemahnya kedua dzat itu, ketika hal itu terjadi. Bagaimana itu terjadi?, padahal Alloh-lah dzat yang segala sesuatu selain-Nya, sangat membutuhkan-Nya.
7. Dari butuhnya makhluq akan Alloh, juga bisa diambil pengertian bahwa tidak ada sesuatupun yang bisa memberi bekas (pengaruh,ta’tsiir) pada sesuatu yang mumkin, sedikitpun. Andai ada, maka pastilah bekas itu tidak membutuhkan Alloh swt, padahal Alloh adalah dzat yang segala sesuatu selain-Nya, membutuhkan- Nya. Ketiadaan pemberian pengaruh/bekas pada sesuatu yangmumkin, itu terjadi bila kita mengira-ngirakan ada sesuatu (yangmum kin) yang bisa memberi bekas dengan wataknya (thob’iy). Sedang bila kita mengira-ngirakan sesuatu itu memberi pengaruh/bekas dengan suatu kekuatan yang ada padanya, yang berasal dari Alloh, sebagimana sangkaan banyak orang bodoh (kaummu’tazilah), itu semua mustahil, karena ketika hal itu terjadi, maka Alloh jadi butuh suatu perantara (waasithoh) dalam penciptaan sebagian perbuatan-Nya.
Dan itu semua batal, berdasar apa yang telah kita ketahui dari wajibnya ketidakbutuhan Alloh dari segala sesuatu selain diri-Nya. Sudah cukup jelaslah cakupan makna dari ucapan laa ilaaha illal-lloh, yang mengandung 3 macam hal yang wajib diketahui oleh orang mukallaf, yakni tentang sifat wajib, mustahil dan jaiz yang hak bagi Alloh swt.
8. Adapun ucapanm uham ma dur-rosulullo h, maka disitu masuk iman kepada nabi- nabi yang lain, malaikat, kitab-kitabsamawiy, hari akhir, serta qodho dan qodar. Karena nabi Muhammad datang dengan membenarkan kesemuanya itu.
9.Dari lafadz itu juga bisa diambil pengertian :
a.wajibnya sifat shidhq bagi para rosul.
b.mustahilnya sifat kidzb bagi mereka, jika tidak begitu maka mereka tidak akan menjadi rosul yang amanah bagi Alloh yang maha mengetahui hal-hal yang samar.
c.mustahilnya mereka melakukan perbuatan yang dilarang, semuanya, karena mereka diutus supaya manusia tahu perkataan, perbuatan dan diam mereka, sehingga pasti tidak ada yang menentang perintah Alloh swt, karena Alloh telah memilih mereka dari semua mahluq, dan memberi mereka amanat atas rahasia wahyu-Nya.
d. bolehnya mereka punya prilaku manusia umumnya (a’roodh al- basyariyyah), karena hal itu tidak membuat cacat kerosulan mereka dan ketinggian derajat mereka di sisi Alloh, bahkan semua itu malah menambah derajat dan kemuliaan mereka. Jelas sudah makna kedua kalimah syahadat itu, dengan jumlah huruf yang sedikit, mampu mengumpulkan semua hal yang wajib diketahui oleh orangmukallaf, yakni keyakinan-keyakinan tentang iman pada Alloh dan utusan-utusan-Nya. Mungkin karena ringkasnya dan kemampuannya mencakup hal itu semua, maka syara’ menjadikannya sebagai terjemahan dari islam yang ada dalam hati, dansyara’ tidak menerima iman seorangpun, kecuali dengan kalimah syahadat itu. Oleh karenanya, sebaiknya orang yang berakal (‘aqil) memperbanyak mengucapkan kalimah syahadat sambil menghadirkan makna ‘aqo-id iman yang terkandung di dalamnya, sampai maknanya bercampur dengan daging dan darahnya, sebab tak terbilang jumlah rahasia dan keajaiban/karomah akibat melaksanakan hal itu (memperbanyak dzikir).
Menurut imam Syafi’iy, tidak cukup ucapan : Allohu ahad Muhammadur-rosuul sebagai kalimah syahadat, akan tetapi disyaratkan :
1. memakai lafadzAsyhadu
2. tahu maknanya, meski secara garis besar. Sehingga seandainya ada orang non- arab diajari pelafadzan bahasa arab, lalu ia melafadzkan dua kalimah syahadat (syahadatain) itu, sedang ia tak tahu maknanya, maka belum dihukumi masuk islam.
3.tertib/berurutan, syahadat tauhid dulu baru syahadat rosul. Jika terbalik, maka keislamannya belum sah.
4.bersambung (terus-menerus) antara pelafadzan kedua syahadat itu. Jika setelah membaca syahadat tauhid dipisah oleh waktu yang lama, baru kemudian membaca syahadat rosul, maka keislamannya belum sah.
5. yang mengucapkannya adalah orangmukallaf (baligh dan berakal). Sehingga islamnya anak kecil dan orang gila, itu tidak sah, kecuali karena mengikuti orang tua (tab’an).
6.tidak terang-terangan secara dzohir melakukan sesuatu yang bisa menghapus keislamannya. Sehingga islamnya orang yang sedang sujud pada berhala, itu tidak sah.
7. merupakan kemauannya sendiri (ikhtiar, pilihan pribadi, tidak dipaksa). Sehingga tidak sah islamnya orang yang dipaksa, kecuali bila ia termasuk golongan musuh (kharbiy) atau orangmurtad, karena memaksa kedua golongan ini untuk masuk islam, adalah haq (dibenarkan).
8. mengakui (iqroor) terhadap apa yang pernah ia ingkari, atau menarik kembali kebolehan suatu hal, apabila kufurnya sebab menentang sebagian ijma’ yang diketahui dari agama secaradhoruri (spontan, tanpa dipikir). Akan tetapi qoul mu’tamad madzhab malikiy menyatakan, tidak disyaratkan seperti itu, tetapi berputar pada lafadz yang menunjukkan pengakuan (iqroor) bahwa Alloh itu Maha Esa, dan Muhammad itu Rosululloh.
Semoga Allohswt melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, keluarga dan shahabatnya yang baik dan suci.Allohumma tsabbit qolbii ‘alaa diinik, Wal-hamdu lil-llaahi robbil ‘aalamiin…….