BERTAWAKAL
A. Pengaruh Rizki
ثم لا بد لطالب العلم من التوكل فى طالب العلم ولا يهتم لأمر الرزق ولا
يشغل قلبه بذلك. روى أبو حنيفة رحمه الله عن عبد الله بن الحارث الزبيدى
صاحب رسل الله صلى الله عليه و سلم: من تفقه فى دين الله كفى همه الله
تعالى ورزقه من حيث لا يحتسب.
Pelajar harus bertawakal dalam menuntut ilmu. Jangan goncang karena
masalah rizki, dan hatinya pun jangan terbawa kesana. Abu Hanifah
meriwayatkan dari Abdullah Ibnul Hasan Az-Zubaidiy sahabat Rasulullah
saw : “Barangsiapa mempelajari agama Allah, maka Allah akan mencukupi
kebutuhannya dan memberinya rizki dari jalan yang tidak di kira
sebelumnya.”
فإن من اشتغل قلبه بأمر الرزق من القوت والكسوة قل ما يتفرغ لتحصيل مكارم الأخلاق ومعالى الأمور.
قيل: دع المكـــــارم لا ترحل لبغيتها واقعد فإنك انت الطاعم الكاسى
قال رجل [لابن] منصور الحلاج : أوصنى, فقال [ابن] المنصور : هي نفسك, إن لم تشغلها شغلتك.
Karena orang yang hatinya telah terpengaruh urusan rizki baik makanan
atau pakaian, maka jarang sekali yang dapat menghapus pengaruh tersebut
untuk mencapai budi luhur dan perkara-perkara yang mulya. Syi’ir
menyebutkan :
Duduklah dengan tenang, kau akan disuapi dan dipakaiani
Ada seorang lelaki berkata kepada Manshur Al-Hallaj: “Berilah aku
wasiat!” iapun berkata: “Wasiatku adalah hawa nafsumu. Kalau tidak kau
tundukkan, engkaulah yang dikalahkan.”
فينبغى لكل أحد أن يشغل نفسه بأعمال الخير حتى لا يشغل نفسه بهواها
Bagi setiap orang, hendaknya membuat kesibukan dirinya dengan berbuat
kebaikan, dan jangan terpengaruh oleh bujukan hawa nafsunya.
B. Pengaruh Urusan Duniawi
ولا يهتم العاقل لأمر الدنيا لأن الهم والحزن لا يرد المصيبة, ولا ينفع
بل يضر بالقلب والعقل, ويخل بأعمال الخير, ويهتم لأمر الآخرة لأنه ينفع.
وأما قوله عليه الصلاة والسلام : إن من الذنوب ذنوبا لا يكفرها إلا هم
المعيشة فالمراد منه قدر هم لا يخل بأعمال الخير ولا يشغل القلب شغلا يخل
بإحضار القلب فى الصلاة, فإن ذالك القدر من الهم والقصد من أعمال الآخرة.
Bagi yang mengunakan akal, hendaknya jangan tergelisahkan oleh urusan
dunia, karena merasa gelisah dan sedih di sini tidak akan bisa
mengelakan musibah, bergunapun tidak. Malahan akan membahayakan hati,
akal dan badan serta dapat merusakan perbuatan-perbuatan yang baik. Tapi
yang harus diperhatikan adalah urusan-urusan akhirat, sebab hanya
urusan inilah yang akan membawa manfaat.
Mengenai sabda Nabi saw. “Sesungguhnya ada diantara dosa yang tidak
akan bisa dilebur kecuali dengan cara memperhatikan ma’isyah,” maksudnya
adalah “perhatian” yang dalam batas-batas tidak merusak amal kebaikan
dan tidak mempengaruhi konsentrasi dan khusu, sewaktu shalat. Perhatian
dan maksud dalam batas-batas tersebut, adalah termasuk kebagusan
sendiri.
ولا بد لطالب العلم من تقليل العلائق الدنيوية بقدر الوسع فلهذا اختاروا الغربة.
Seorang pelajar tidak boleh tidak dengan sekuat tenaga yang ada
menyedikitkan kesibukan duniawinya. Dan karena itulah, maka banyak
pelajar-pelajar yang lebih suka belajar di rantau orang.
C. Hidup Dengan Prihatin
ولا بد من تحمل النصب والمشقة فى سفر التعلم, كما قال موسى صلوات الله
على نبينا وعليه فى سفر التعلم ولم ينقل عنه ذلك فى غيره من الأسافر [ لقد
لقينا من سفرنا هذا نصبا]. ليعلم أن سفر العلم لا يخلو عن التعب، لأن طلب
العلم أمر عظيم وهو أفضل من الغزاة عند أكثر العلماء، والأجر على قدر التعب
والنصب
Juga harus sanggup hidup susah dan sulit di waktu kepergiannya
menuntut ilmu. Sebagaimana Nabi Musa as. Waktu pergi belajar pernah
berkata : “Benar-benar kuhadapi kesulitan dalam kelanaku ini” padahal
selain kepergiannya tersebut tiada pernah ia katakan yang seperti itu.
Hendaknya pula menyadari bahwa perjalanan menuntut itu tidak akan lepas
dari kesusahan. Yang demikian itu, karena belajar adalah salah satu
perbuatan yang menurut sebagian besar ulama lebih mulya dari pada
berperang. Besar kecil pahala adalah berbanding seberapa besar letih dan
kesusahan dalam usahanya.
فمن صبر على ذلك التعب وجد لذة العلم تفوق [لذات الدنيا]. ولهذا كان
محمد بن الحسن إذا سهر الليالى وانحلت له المشكلات يقول: أين أبناء الملوك
من هذه اللذات؟.
Siapa bersabar dalam menghadapi segala kesulitan di atas, maka akan
mendapat kelezatan ilmu yang melibihi segala kelezatan yang ada di
dunia. Hal ini terbukti dengan ucapan Muhammad Ibnul Hasan setelah tidak
tidur bermalam-malam lalu terpecahkan segala kesulitan yang
dihadapinya, sebagai berikut: “dimanakah letak kelezatan putra-putra
raja, bila dibandingkan dengan kelezatan yang saya alami kali ini.”
D. Menggunakan Seluruh Waktu Buat Ilmu
وينبغى [لطالب العلم] ألا يشتغل بشيئ [أخر غير العلم] ولا يعرض عن
الفقه. قال محمد بن الحسن رحمه الله: صناعتنا هذه من المهد إلى اللحد فمن
أراد أن يترك علمنا هذا ساعة فليتركه الساعة
Hendaknya pula pelajar tidak terlena dengan segala apapun selain ilmu
pengetahuan, dan tidak berpaling dari fiqh. Muhammad berkata:
“Sesungguhnya perbuatan seperti ini, adalah dilakukan sejak masih di
buaian hingga masuk liang kubur. Barangsiapa meninggalkan ilmu kami ini
sesaat saja, akan habislah zaman hidupnya.”
ودخل فقيه، وهو إبراهيم بن الجراح، على أبى يوسف يعوده فى مرض موته وهو
يجود بنفسه، فقال أبو يوسف: رمي الجمار راكبا أفضل أم راجلا؟ فلم يعرف
الجواب، فأجاب بنفسه
Ada seorang Ahli Fiqh yaitu Ibrahim Ibnul Jarrah, ia sempat menjenguk
Abu Yusuf yang tengah sakit keras hampir wafat. Lalu atas kemurahan
hati Abu Yusuf sendiri, berkatalah ia kepada Ibrahim: Manakah yang lebih
utama, melempar jumrah dengan berkendaran atau dengan berjalan kaki?
Ibrahim pun tidak bisa menjawab, maka ia jawab sendiri : “Sesungguhnya
melempar dengan berjalan kaki itu lebih disukai oleh orang dahulu.”
وهكذا ينبغى للفقيه أن يشتغل به فى جميع أوقاته [فحينئذ] يجد لذة عظيمة
فى ذلك. وقيل: رؤي محمد [بن الحسن] فى المنام بعد وفاته فقيل له: كيف كنت
فى حال النزع؟ فقال: كنت متأملا فى مسألة من مسائل المكاتب، فلم أشعر بخروج
روحى . وقيل إنه قال فى آخر عمره: شغلتنى مسائل المكاتب عن الإستعداد لهذا
اليوم، وإنما قال ذلك تواضعا.
Demikian pula, hendaknya sebagai Ahli Fiqh kapan saja selalu fokus
dengan fiqhnya. Dengan cara begitulah ia memperoleh kelezatan yang amat
besar. Ada dikatakan, bahwa Muhammad setelah wafat pernah ditemukan
dalam mimpi, lalu kepadanya diajukan pertanyaan : “bagaimana keadaan
tuan waktu nyawa dicabut?” jawabnya: “Di kala itu saya tengah
mengangan-angan masalah budak mukatab, sehingga tak kurasakan nyawaku
telah terlepas. “Ada dikatakan pula bahwa di akhir hayatnya Muhammad
sempat berkata : “Masalah-masalah mukatab menyibukan diriku, hingga
tidak sempat menyiapkan diri dalam menghadapi hari ini. “Beliau mengucap
seperti ini, karena tawadlu'”.